"Tidak hanya konsep restorannya tetapi makanannya juga kami adaptasi dari menu negara barat," ujar pemilik salah satu restoran baru Lovelicous Enrico Hermawan di Semarang, Rabu.

Salah satu menu andalan yang ditawarkan adalah steik (steak) daging dengan bahan baku yang didatangkan langsung dari Australia berkualitas premium tetapi harga terjangkau.

"Kami sengaja tidak menggunakan daging lokal karena untuk memperoleh steik berkualitas baik lebih cocok menggunakan daging impor," ujarnya.

Selain daging, menu andalan lain adalah steik ikan salmon yang juga menggunakan ikan impor dari Norwegia, sedangkan untuk bahan-bahan lain di antaranya sayur dan daging ayam menggunakan hasil lokal yang kualitasnya lebih baik dibandingkan impor.

Enrico mengatakan akhir-akhir ini bisnis restoran di Semarang semakin meningkat karena potensi pasar yang cukup besar, hal tersebut dapat dilihat dari mudahnya orang mencari tempat makan dengan menu asing dan harga terjangkau di hampir setiap tempat.

"Kondisi sekarang dan beberapa tahun lalu sangat berbeda, anak muda sekarang lebih konsumtif, mereka lebih suka berkumpul di restoran atau kafe bukan lagi di warung," katanya.

Apalagi jika restoran tersebut dilengkapi dengan kenyamanan bagi pengunjung dan layanan wifi, dipastikan pengunjung akan lebih banyak terutama dari kalangan anak muda dan pengusaha muda.

Enrico mengaku optimis besaran investasi untuk pembangunan restoran yang mencapai Rp500 juta tersebut akan memperoleh kembalian modal dalam kurun waktu dua tahun.

"Dari awal kami membuka restoran ini dalam satu hari biasa jumlah pengunjung bisa mencapai 50 orang, sedangkan di hari libur jumlah pengunjung bisa tiga kali lipat lebih banyak, artinya menu yang kami tawarkan memang masuk di kriteria mereka," katanya.

Dari pengamatan, kafe maupun restoran dengan konsep negara barat sangat mudah ditemui di Ibu Kota Jateng ini, tidak hanya di mal tetapi juga di kawasan padat mahasiswa salah satunya Jalan Singosari Raya.

Steik alias daging bakar hampir bisa dipesan semua resto atau rumah makan menengah. Di rumah makan dengan arsitekur tradisional pun juga menyediakan steik, beberapa menu jepang, bahkan minuman beralkohol semacam bir.

Dalam lima tahun terakhir ini restoran atau rumah makan mulai dari kelas pelajar/mahasiswa hingga kelas atas menjamur hampir di semua sudut di Kota Semarang.

Bagi restoran kelas atas, mereka membidik kawasan Semarang atas dalam buka bisnisnya, sedangkan kelas menengah memilih area yang lebih padat.