"Semua proses sedang jalan, tapi bahwa kalau nanti ujungnya harus manggil seseorang, kita akan lakukan, tapi apakah sudah harus memanggil, itu kayaknya sampai sekarang masih belum, tapi kayaknya untuk menuntaskan kasus ini kalau memeriksa kasus dia (Sjamsul) ya harus dipanggil kan? Cuma sekarang so far belum ada permohonan itu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Selasa.

Bambang menjawab pertanyaan wartawan mengenai kemungkinan KPK memanggil Sjamsul Nursalim, mantan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan perusahaan ban PT Gajah Tunggal yang mendapatkan jatah Rp52,72 triliun namun hingga kini Sjamsul belum memenuhi kewajiban pembayarannya dan sudah lari ke luar negeri.

Bambang enggan menjelaskan rencana pemanggilan tersebut lebih lanjut.

"Kita kan penyelidikan soal SKL, jadi masih terbuka peluang yang lain, tetapi kita fokus dengan apa yang sedang dikaji dan memang itu kan enggak boleh terlalu dibuka," tambah Bambang.

Sjamsul terakhir kali diketahui berada di Singapura dan terlihat di rumah duka Mount Vernon Parlour, Singapura, saat melayat pengusaha Liem Sioe Liong alias Sudono Salim pada 18 Juni 2012.

"Kasus ini kan kasus lama dan sudah ditangani lembaga penegak hukum lain. Apakah hanya menyangkut satu obligor saja ini juga dalam kajian karena yang namanya SKL itu kan bisa beberapa orang, jangan-jangan itu sudah ditangani yang lain, kita tidak boleh menangani case yang ditangani lembaga lain tanpa ada bukti yang baru, kajiannya harus lebih prudent," tambah Bambang.

Indikasi awal dugaan korupsi menurut Bambang adalah pemberian SKL terhadap obligor yang belum melunasi utang BLBI.

"SKL itu surat keterangan lunas. tapi kemudian kalau ada indikasi pidana belum lunas dikasih SKL. Kita tidak mengadili kebijakan, jadi kebijakan sebagai alat sarana dan prasarana melakukan kejahatan, jadi tidak mempersoalkan kebijakannya, tetapi tindakannya itu tindakan yang digunakan kebijakan sebagai sarana dan alat untuk melakukan kejahatan," ungkap Bambang.

Dalam penyelidikan BLBI, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat pada Kabinet Gotong ROyong 2001-2004 yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001-2004 Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie.

KPK juga sudah mencegah seorang swasta yaitu Lusiana Yanti Hanafiah terkait dengan dugaan pemberian sesuatu kepada pegawai negeri dan atau penyelengara negara terkait perizinan pemanfaatan lahan tanah sejak 4 Desember 2014.

Lusiana diduga mengelola tanah yang diberikan kepada penyelenggara negara yang memiliki kewenangan mengeluarkan SKL.

Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Laksamana Sukardi.

Dari Rp144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara karena tidak dikembalikan kepada negara, tapi baru 16 orang yang diproses ke pengadilan.

Sedangkan sisanya, yaitu para obligor yang tidak mengembalikan dana mendapatkan mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung karena mendapatkan SKL berdasarkan Inpres No 8 tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan PKPS.

Bank-bank yang mendapatkan SKL antara lain Bank Baja Internasional dengan tersangka Jean Rudy Ronald Pea, Bank Sewu Internasional (Lany Angkosubroto), Bank Papan Sejahtera (Njo Kok Kiong), Bank Istimarat dan Bank Pelita dengan tersangka Agus Anwar, Bank Hokindo (Hokiarto), Bank Dana Hutama (Hadi Purnama Chandra), dan Bank Umum Nasional (Bob Hasan).

Sedangkan Kejaksaan Agung baru memproses 16 orang ke pengadilan dengan tiga terdakwa dibebaskan pengadilan, 13 orang telah divonis, dan hanya satu koruptor yang dijebloskan ke penjara, dua terdakwa tidak langsung masuk penjara dan sembilanmelarikan diri ke luar negeri. Salah satunya mantan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan perusahaan ban PT Gajah Tunggal, Sjamsul Nursalim, yang mendapatkan jatah Rp52,72 triliun namun hingga kini Sjamsul belum memenuhi kewajiban pembayarannya dan sudah lari ke luar negeri.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.