Anton Medan Setuju Terpidana Narkoba Dihukum Mati
Kamis, 5 Maret 2015 11:51 WIB
Anton Medan
"Saya pribadi, Anton Medan, warga negara Indonesia, melihat korban 40-50 per hari, saya malah sangat setuju hukuman mati. Tetapi selaku ustaz, saya enggak bisa jawab karena hak prerogatif Allah masalah mati, bukan kita," katanya di Dermaga Wijayapura (tempat penyeberangan menuju Pulau Nusakambangan, red.), Cilacap, Jawa Tengah, Kamis.
Selaku ustaz, dia mengaku hanya bisa membina, karena manusia memang tempat salah.
"Saya berharap, berikan kesempatan orang untuk bertobat," kata dia yang juga dikenal dengan nama K.H. Ramdhan Effendi itu.
Menurut dia, para terpidana berharap bertobat dan diberi keterampilan yang berkesinambungan.
"Kalau saya datang untuk memotivasi. Bukan datang, bilang 'hai kalian narapidana kalau enggak tobat, neraka', enggak boleh. Saya motivasi mereka," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa tidak ada manusia yang ingin menjadi penjahat.
Menurut dia, penjahat maupun narapidana mau bertobat apabila masyarakat mau menerima mantan narapidana dengan baik.
Ia mengharapkan seluruh narapidana untuk tidak berputus asa.
"Nelson Mandela, 27 tahun dipenjara, setelah keluar (jadi) presiden. Buya Hamka, berapa banyak kitab yang disusun di dalam (penjara)," tuturnya.
Menurut dia, penjara hanya mampu membatasi langkah dan picik manusia, tetapi tidak mampu membatasi akal dan pikiran manusia.
Terkait kedatangannya ke Nusakambangan, Anton Medan mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena banyak warga binaan pemasyarakatan di Nusakambangan yang berkirim surat.
Akan tetapi, dia mengaku belum sempat datang dan secara kebetulan diundang oleh salah satu televisi swasta nasional untuk siaran langsung di Cilacap pada hari Kamis (5/3) pagi.
"Jadi sekalian, mau beli batu akik di dalam (Nusakambangan, red.). Bagus-bagus kok batunya, ada 1.400 biji, jenisnya banyak," ujarnya, sambil tersenyum.
Dia mengaku akan memborong batu-batu akik itu yang selanjutnya dijual kembali.
Menurut dia, hal itu merupakan ibadah karena membantu menjualkan batu akik Nusakambangan.
"Saya beli, lalu saya jual lagi, mereka kan kebantu. Kebanyakan anak-anak (warga binaan, red.) yang enggak dibesuk, orang Palembang, Medan, Lampung, dari mana-mana. Hasil karya mereka kalau saya bayar kan, mereka merasa dihargai karena saya bekas warga binaan, tahun 1976 dan 1983, saya di sini, di Permisan dan di Kembang Kuning," tukasnya.
Selaku ustaz, dia mengaku hanya bisa membina, karena manusia memang tempat salah.
"Saya berharap, berikan kesempatan orang untuk bertobat," kata dia yang juga dikenal dengan nama K.H. Ramdhan Effendi itu.
Menurut dia, para terpidana berharap bertobat dan diberi keterampilan yang berkesinambungan.
"Kalau saya datang untuk memotivasi. Bukan datang, bilang 'hai kalian narapidana kalau enggak tobat, neraka', enggak boleh. Saya motivasi mereka," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa tidak ada manusia yang ingin menjadi penjahat.
Menurut dia, penjahat maupun narapidana mau bertobat apabila masyarakat mau menerima mantan narapidana dengan baik.
Ia mengharapkan seluruh narapidana untuk tidak berputus asa.
"Nelson Mandela, 27 tahun dipenjara, setelah keluar (jadi) presiden. Buya Hamka, berapa banyak kitab yang disusun di dalam (penjara)," tuturnya.
Menurut dia, penjara hanya mampu membatasi langkah dan picik manusia, tetapi tidak mampu membatasi akal dan pikiran manusia.
Terkait kedatangannya ke Nusakambangan, Anton Medan mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena banyak warga binaan pemasyarakatan di Nusakambangan yang berkirim surat.
Akan tetapi, dia mengaku belum sempat datang dan secara kebetulan diundang oleh salah satu televisi swasta nasional untuk siaran langsung di Cilacap pada hari Kamis (5/3) pagi.
"Jadi sekalian, mau beli batu akik di dalam (Nusakambangan, red.). Bagus-bagus kok batunya, ada 1.400 biji, jenisnya banyak," ujarnya, sambil tersenyum.
Dia mengaku akan memborong batu-batu akik itu yang selanjutnya dijual kembali.
Menurut dia, hal itu merupakan ibadah karena membantu menjualkan batu akik Nusakambangan.
"Saya beli, lalu saya jual lagi, mereka kan kebantu. Kebanyakan anak-anak (warga binaan, red.) yang enggak dibesuk, orang Palembang, Medan, Lampung, dari mana-mana. Hasil karya mereka kalau saya bayar kan, mereka merasa dihargai karena saya bekas warga binaan, tahun 1976 dan 1983, saya di sini, di Permisan dan di Kembang Kuning," tukasnya.
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
KPK panggil lima saksi kasus dugaan suap DJKA Kemenhub klaster Medan di Semarang
03 November 2025 13:18 WIB
Mahasiswa unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Selatan soroti setahun pemerintahan Prabowo
20 October 2025 15:34 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Mantan Bupati Karanganyar dua kali mangkir sidang sebagai saksi korupsi Masjid Agung
16 December 2025 18:35 WIB
Propam Polres Wonosobo perketat Gaktibplin jelang Operasi Lilin Candi 2025
15 December 2025 14:45 WIB