Ganjar Dukung Revisi Peraturan Pengelolaan Tanah Bengkok
Selasa, 24 Maret 2015 19:11 WIB
Gubernur Ganjar Pranowo
"Saya memahami keresahan kepala desa dan perangkatnya terkait dengan PP No.43/2014 dan saya telah menelepon langsung Sekjen Kemendagri," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut Ganjar, dalam pembicaraan melalui telepon tersebut, Sekjen Kemendagri Yuswandi A. Tumenggung mengaku memahami persoalan yang dikeluhkan oleh para kades.
Ia mengungkapkan bahwa PP yang meresahkan kades di Pulau Jawa itu dapat diterima oleh kades di luar Jawa karena yang bersangkutan tidak melakukan pengelolaan tanah bengkok.
"Saya sampaikan bahwa PP 43 menyebabkan pendapatan kades berkurang dan ini tidak boleh terjadi sehingga perlu direvisi," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Ia menjelaskan bahwa selain pendapatan, PP 43 juga mengatur jaminan kesehatan bagi kades dan perangkatnya, namun yang terjadi saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) menganggap kades serta perangkat adalah peserta mandiri yang preminya tidak ditanggung negara.
"Ini kan tidak sinkron aturannya sebab di sini dijamin sehingga preminya dibayar negara, tapi BPJS menolak," katanya.
Ganjar mengaku telah meminta para kades agar tidak perlu melakukan unjuj rasa ke Jakarta karena keluhan dan aspirasinya sudah tersampaikan secara langsung melalui Sekjen Kemendagri.
"Para kades juga sudah saya minta membuat matriks analisis PP 43/2014 sehingga diketahui pasal mana yang harus direvisi dan usulan revisinya bagaimana berdasarkan kondisi lapangan," ujarnya.
Jika sudah tersusun, aspirasi para kades tersebut akan disampaikan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ke pemerintah pusat di Jakarta.
Sebelumnya, puluhan kepala desa dan perangkat desa dari 29 kabupaten/kota di Jateng mendatangi rumah dinas Gubernur Jateng pada Senin (23/3) malam untuk mengadukan nasib mereka terkait dengan penghapusan pengelolaan tanah bengkok.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Ahmadi yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa kebijakan tersebut mengharuskan para kades menyerahkan semua hasil dari tanah bengkok untuk kepentingan desa dan tanah bengkok bukan lagi merupakan fasilitas desa, melainkan menjadi pendapatan desa.
Ia berpendapat bahwa keluhan sejumlah kades itu cukup beralasan karena potensi hasil dari tanah bengkok yang dikelola perangkat desa cukup besar dalam mendatangkan keuntungan.
"Pemberian intensif bulanan sebesar Rp2 juta dari pemerintah sebagai kompensasi dari penghapusan pengelolaan tanah bengkok untuk para kades itu terlalu kecil jika dilihat dilihat dari kesibukan kades," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Menurut Ganjar, dalam pembicaraan melalui telepon tersebut, Sekjen Kemendagri Yuswandi A. Tumenggung mengaku memahami persoalan yang dikeluhkan oleh para kades.
Ia mengungkapkan bahwa PP yang meresahkan kades di Pulau Jawa itu dapat diterima oleh kades di luar Jawa karena yang bersangkutan tidak melakukan pengelolaan tanah bengkok.
"Saya sampaikan bahwa PP 43 menyebabkan pendapatan kades berkurang dan ini tidak boleh terjadi sehingga perlu direvisi," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Ia menjelaskan bahwa selain pendapatan, PP 43 juga mengatur jaminan kesehatan bagi kades dan perangkatnya, namun yang terjadi saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) menganggap kades serta perangkat adalah peserta mandiri yang preminya tidak ditanggung negara.
"Ini kan tidak sinkron aturannya sebab di sini dijamin sehingga preminya dibayar negara, tapi BPJS menolak," katanya.
Ganjar mengaku telah meminta para kades agar tidak perlu melakukan unjuj rasa ke Jakarta karena keluhan dan aspirasinya sudah tersampaikan secara langsung melalui Sekjen Kemendagri.
"Para kades juga sudah saya minta membuat matriks analisis PP 43/2014 sehingga diketahui pasal mana yang harus direvisi dan usulan revisinya bagaimana berdasarkan kondisi lapangan," ujarnya.
Jika sudah tersusun, aspirasi para kades tersebut akan disampaikan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ke pemerintah pusat di Jakarta.
Sebelumnya, puluhan kepala desa dan perangkat desa dari 29 kabupaten/kota di Jateng mendatangi rumah dinas Gubernur Jateng pada Senin (23/3) malam untuk mengadukan nasib mereka terkait dengan penghapusan pengelolaan tanah bengkok.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Ahmadi yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa kebijakan tersebut mengharuskan para kades menyerahkan semua hasil dari tanah bengkok untuk kepentingan desa dan tanah bengkok bukan lagi merupakan fasilitas desa, melainkan menjadi pendapatan desa.
Ia berpendapat bahwa keluhan sejumlah kades itu cukup beralasan karena potensi hasil dari tanah bengkok yang dikelola perangkat desa cukup besar dalam mendatangkan keuntungan.
"Pemberian intensif bulanan sebesar Rp2 juta dari pemerintah sebagai kompensasi dari penghapusan pengelolaan tanah bengkok untuk para kades itu terlalu kecil jika dilihat dilihat dari kesibukan kades," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : hernawan
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
BRI dukung pembiayaan sindikasi Rp2,2 Triliun untuk flyover Sitinjau Lauik
13 December 2025 15:16 WIB
Bank Jateng apresiasi prestasi siswa Kebumen, dukung semangat berolahraga
12 December 2025 17:45 WIB
Bank Jateng investasi pada SDM birokrasi: dukung penuh peningkatan profesionalisme aparatur Pemkab Brebes
12 December 2025 16:02 WIB
Pemkab Pekalongan salurkan bantuan alat pertanian dukung swasembada pangan
11 December 2025 8:37 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Samuel Wattimena dukung objek wisata Bukit Cinta jadi "creative hub"
07 December 2025 6:40 WIB
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Menteri Hukum Buka Rakor Pengendalian Kinerja dan Refleksi Akhir Tahun 2025
16 December 2025 8:20 WIB