“Jangan sampai harga diri kita terendahkan gara-gara investasi,” kata Gus Nuril ketika menjawab pertanyaan Antara Jateng via WA, Kamis, terkait dengan penghapusan kewajiban pekerja asing berbahasa Indonesia menyusul komplain dari investor. Padahal, sebelumnya hal itu diatur di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Dalam Permenakertrans No.12/2013 Pasal 26 Ayat (1) Huruf d, disebutkan bahwa tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan, antara lain dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 44 Ayat (1): “Pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.”

Oleh karena itu, Gus Nuril menegaskan bahwa pekerja asing wajib mematuhi aturan main di Indonesia. “Apalagi, makan, minum, hingga buang air besar di sini. 'Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’,” kata Gus Nuril yang juga alumnus Akademi Publisistik Pembangunan Dipanegara (APPD)—kini Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKom) Semarang.

Sebenarnya, menurut Gus Nuril, ketika bangsa ini memasuki pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, peluang meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sangat besar. Oleh karena itu, salah satu persyaratan orang asing yang bekerja di sini harus bisa berbahasa Indonesia.

“Kendati demikian, pejabat hendaklah meneladani rakyatnya dengan selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam forum nasional maupun internasional,” kata Gus Nuril.