Mahasiswa UB Ciptakan Alat Terapi Mastitis Sapi
Sabtu, 26 September 2015 10:43 WIB
ilustrasi - sapi perah bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) d(ANTARAFOTO/Idhad Zakaria)
Salah seorang pencipta Mastimedis Rifai di Malang, Jawa Timur, Sabtu mengatakan ide untuk menciptakan Mastimedis melalui sejumlah penelitian ini berawal dari keresahan peternak terhadap tingginya prevalensi mastitis pada sapi perah yang disebabkan oleh bakteri patogen staphylococsus aureus dan streptococcus agalactiae.
"Sapi yang terjangkit mastitis akan merugikan peternak dalam jumlah cukup besar, seperti penurunan produksi susu, kualitas susu, peyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang juga tinggi, serta pengafkiran ternak lebih awal," kata Rifai, mahasiswa Fakultas Peternakan UB angkatan 2013.
Selain Rifai, empat mahasiswa lainnya yang bergabung menciptakan alat terapi Mastimedis itu adalah Ahmad Azmi Khoirul (Fapet 2011), Bekti Sri Utami (FKH 2013), Handriawan Junianto (FT 2012), dan Mohammad Abdul Aziz (Fapet 2014). Penelitian kelima mahasiswa tersebut di bawah bimbingan dosen Dr Puguh Surjowardojo.
Lebih lanjut, Rifaai mengatakan jika penyakit mastitis ini dibiarkan pada kelenjar susu sapi, susu yang diproduksi akan ikut tercemar oleh bakteri. Dan, pengobatan yang selama ini dilakukan peternak adalah dengan menggunakan pengobatan antibiotik, seperti antibiotik dan antiinflam (mastitis klinis). Sayangnya, kedua bakteri penyebab mastitis tersebut mudah sekali resisten terhadap beberapa pengobatan antibiotik.
"Dengan menggunakan temuan kami (Mastimedis) dapat membunuh bakteri patogen penyebab mastitis dengan prinsip elekroporasi, yaitu bakteri akan mati pada frekuensi dan tegangan tertentu. Kami menginovasikan alat ini dengan prinsip elektroporasi, sehingga menghindari penggunaan antibiotik karena antibiotik dapat mengakibatkan residu pada susu yang tidak baik apabila terkonsumsi," ujarnya.
Sebelumnya, Mastimedis telah dilakukan pengujian secara elektronika, uji invitro dan uji invivo. Alat ini akan terus diteliti dan dikembangkan untuk benar-benar dapat digunakan di seluruh peternakan sapi perah di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan produksi susu dalam negeri.
"Kami terus melakukan inovasi untuk memperbaiki ciptaan kami ini agar lebih sempurna, sehingga memudahkan peternak dalam menggunakannya dan pada akhirnya bisa membantu peternak meningkatkan produksi susu yang dihasilkan sapi perah mereka, bahkan kualitasnya pun juga lebih bagus," ucapnya.
"Sapi yang terjangkit mastitis akan merugikan peternak dalam jumlah cukup besar, seperti penurunan produksi susu, kualitas susu, peyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang juga tinggi, serta pengafkiran ternak lebih awal," kata Rifai, mahasiswa Fakultas Peternakan UB angkatan 2013.
Selain Rifai, empat mahasiswa lainnya yang bergabung menciptakan alat terapi Mastimedis itu adalah Ahmad Azmi Khoirul (Fapet 2011), Bekti Sri Utami (FKH 2013), Handriawan Junianto (FT 2012), dan Mohammad Abdul Aziz (Fapet 2014). Penelitian kelima mahasiswa tersebut di bawah bimbingan dosen Dr Puguh Surjowardojo.
Lebih lanjut, Rifaai mengatakan jika penyakit mastitis ini dibiarkan pada kelenjar susu sapi, susu yang diproduksi akan ikut tercemar oleh bakteri. Dan, pengobatan yang selama ini dilakukan peternak adalah dengan menggunakan pengobatan antibiotik, seperti antibiotik dan antiinflam (mastitis klinis). Sayangnya, kedua bakteri penyebab mastitis tersebut mudah sekali resisten terhadap beberapa pengobatan antibiotik.
"Dengan menggunakan temuan kami (Mastimedis) dapat membunuh bakteri patogen penyebab mastitis dengan prinsip elekroporasi, yaitu bakteri akan mati pada frekuensi dan tegangan tertentu. Kami menginovasikan alat ini dengan prinsip elektroporasi, sehingga menghindari penggunaan antibiotik karena antibiotik dapat mengakibatkan residu pada susu yang tidak baik apabila terkonsumsi," ujarnya.
Sebelumnya, Mastimedis telah dilakukan pengujian secara elektronika, uji invitro dan uji invivo. Alat ini akan terus diteliti dan dikembangkan untuk benar-benar dapat digunakan di seluruh peternakan sapi perah di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan produksi susu dalam negeri.
"Kami terus melakukan inovasi untuk memperbaiki ciptaan kami ini agar lebih sempurna, sehingga memudahkan peternak dalam menggunakannya dan pada akhirnya bisa membantu peternak meningkatkan produksi susu yang dihasilkan sapi perah mereka, bahkan kualitasnya pun juga lebih bagus," ucapnya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Mahasiswa UB bikin pembalut dari limbah agar agar cegah kanker serviks
10 September 2021 16:09 WIB, 2021
Terpopuler - Sains dan Rekayasa
Lihat Juga
Mahasiswa SV Undip olah limbah jelantah dengan ekstrak kemangi jadi biocleaner
11 November 2025 8:32 WIB
Tahun depan Pemkot Semarang siapkan bus listrik koridor Mangkang - Penggaron
06 November 2025 21:32 WIB
Dosen UIN Walisongo paparkan metode melihat hilal yang lebih efisien dan tepat sasaran
30 October 2025 12:03 WIB
Wali Kota Tegal Paparkan Inovasi Rusunawa Rendah Karbon di Forum APEKSI 2025 Surabaya
29 October 2025 8:30 WIB
Cabdin Dinas ESDM Jateng tingkatkan kadar metana biogas di Blora gunakan alat lokal
24 October 2025 15:21 WIB