Kadiv Humas: SE Kapolri Bukan untuk Bungkam Kebebasan Berpendapat
Senin, 2 November 2015 15:15 WIB
"Ini (penerbitan SE) bukan untuk membungkam kebebasan berpendapat," kata dia, di Jakarta, Senin.
Penerbitan SE ini, kata dia, dilatarbelakangi beberapa kasus di Tanah Air beberapa waktu lalu yang terjadi karena ujaran kebencian berbau SARA yang dihembuskan pihak yang menginginkan perpecahan bangsa.
"Dua kasus paling baru, kasus Tolikara, mereka (masyarakat) berkumpul via dunia maya. Kasus Singkil, ada provokasi bakar gereja lewat dunia maya. Jangan sampai (kecanggihan) elektronik dijadikan alat," katanya.
Adanya SE, kata dia, hanya mengingatkan semua pihak agar berbicara, mengeluarkan pendapat di muka umum atau di dunia maya dan berorasi dengan lebih hati-hati.
"Mulutmu harimaumu. Jangan sembarangan berbicara. Sebagai bangsa yang santun, cerminkan budaya kata dan bahasa yang baik," ujarnya.
Surat Edaran Kepala Kepolisian Indonesia Nomor SE/6/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian diberlakukan.
Dalam SE itu disebutkan ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan dan menyebarkan berita bohong dengan tujuan terjadi tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan konflik sosial.
Selain itu SE ini juga menjelaskan ujaran kebencian bertujuan menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas suku, agama, aliran kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel dan orientasi seksual.
SE juga mengatur prosedur polisi dalam menangani kasus yang didasari oleh ujaran kebencian.
Penerbitan SE ini, kata dia, dilatarbelakangi beberapa kasus di Tanah Air beberapa waktu lalu yang terjadi karena ujaran kebencian berbau SARA yang dihembuskan pihak yang menginginkan perpecahan bangsa.
"Dua kasus paling baru, kasus Tolikara, mereka (masyarakat) berkumpul via dunia maya. Kasus Singkil, ada provokasi bakar gereja lewat dunia maya. Jangan sampai (kecanggihan) elektronik dijadikan alat," katanya.
Adanya SE, kata dia, hanya mengingatkan semua pihak agar berbicara, mengeluarkan pendapat di muka umum atau di dunia maya dan berorasi dengan lebih hati-hati.
"Mulutmu harimaumu. Jangan sembarangan berbicara. Sebagai bangsa yang santun, cerminkan budaya kata dan bahasa yang baik," ujarnya.
Surat Edaran Kepala Kepolisian Indonesia Nomor SE/6/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian diberlakukan.
Dalam SE itu disebutkan ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan dan menyebarkan berita bohong dengan tujuan terjadi tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan konflik sosial.
Selain itu SE ini juga menjelaskan ujaran kebencian bertujuan menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas suku, agama, aliran kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel dan orientasi seksual.
SE juga mengatur prosedur polisi dalam menangani kasus yang didasari oleh ujaran kebencian.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Menkomdigi akan jadi pembicara di World Public Relations Forum 2024 di Bali
18 November 2024 19:52 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017