"Harus ada kemauan dan keberanian dari Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu hingga tuntas," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri Kusuma dalam diskusi "Catatan Kinerja Kejaksaan Paska Satu Tahun H M Prasetyo" di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Prasetyo belum juga menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Jaksa Agung selalu mengembalikan berkas penyelidikan Komnas HAM dengan berbagai macam alasan seperti kurang barang bukti.

"Alasannya selalu berubah-ubah seperti sulit mencari data dan lain-lain. Padahal dia ini (Prasetyo) Jaksa Agung yang mempunyai kewenangan luar biasa," tuturnya.

Ia mengatakan, Jaksa Agung belum melakukan penyidikan atas tujuh berkas perkara pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komisi Nasional HAM.

Hingga saat ini, ia mengatakan Prasetyo belum memberikan informasi terkait perkembangan penyelesaian pelanggaran HAM kepada masyarakat.

Padahal Presiden Joko Widodo mempunyai komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu itu.

Sebelumnya dalam kampanyenya, Presiden Joko Widodo berkomitmen akan menyelesaikan tujuh kasus pelanggaran HAM yakni Peristiwa 1965-1966; Penembakan Misterius 1982-1985; Kasus Talangsari-Lampung 1989.

Selain itu, kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998; Kerusuhan Mei 1998; Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999; serta Wasior-Wamena 2001/2003.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin (25/5), menjelaskan bahwa komitmen itu disampaikan Presiden menjawab permintaan mahasiswa yang diwakili oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).

"Soal pengadilan ad hoc HAM, Presiden Jokowi berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan tuntas sehingga tidak lagi menjadi utang negara," katanya.

Pratikno menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo telah meminta Menko Polhukam, Jaksa Agung, Kapolri, Menkum dan HAM bersama Komnas HAM mencari alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dengan dua cara jalur yudisial atau pengadilan HAM dan jalur nonyudisial dengan rekonsiliasi.

Diberitakan, Jaksa Agung Prasetyo menyebutkan yang ada sekarang justru sejak 2008 hasil penyelidikan oleh Komnas HAM masih dinilai belum memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan.

"Semua harus memahami itu. Saya pikir semua pihak harus memahami juga," kata Prasetyo.

Prasetyo menyebutkan peristiwa itu sudah lama terjadi sekitar 50 tahun lalu di mana para pelaku juga mungkin sudah tidak ada.