Ketua Komisi I DPR Mahfudz Tolak BIN Diberikan Kewenangan Penahanan
Senin, 18 Januari 2016 14:03 WIB
Mahfudz Sidik ( kiri), Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia, Adie M. Massardi (kanan), dan Moderator Danik Eka, saat dialogi pergerakan di Jakarta. (ANTARA FOTO/Ujang Zaelani)
"Intelijen operasinya tertutup maka kalau diberikan kewenangan menahan dan menangkap maka akuntabilitasnya sulit diuji," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, penangkapan dan penahanan termasuk tindakan pro justisia sehingga kewenangan yang diberikan kepada Kepolisian yang sifat kinerjanya terbuka, akuntabilitasnya terjaga.
Menurut dia, dalam UU nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara telah diatur bahwa apabila intelijen perlu menahan dalam proses penggalian informasi maka tinggal berkoordinasi dengan Kepolisian.
"Dalam UU Intelijen diatur kalau perlu penahanan, maka intelijen perlu koordinasi dengan Kepolisian lalu bersama-sama melakukan penangkapan," ujarnya.
Dia menjelaskan, kewenangan BIN dalam menangkap dan menahan sementara dalam proses penggalian informasi, sudah permah didiskusikan.
Menurut dia pemberian kewenangan itu tidak perlu karena kebutuhan BIN untuk menahan seseorang bisa dilakukan bersama penegak hukum.
"Sudah diatur dalam pasal 14 UU no 17 tahun 2011, disebutkan bahwa penegak hukum wajib memberikan bantuan ke BIN. Saya tidak tahu apakah dalam pelaksanaannya ada kesulitan koordinasi, itu perlu digali," katanya.
Dia menilai kejadian pengeboman di Jalan MH Thamrin pada Kamis (14/1) pasti ada koordinasi antara BIN dan aparat Kepolisian, namun efektifitasnya seperti apa harus digali lebih dalam.
Politikus PKS itu menilai intelijen dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah memiliki peta lengkap terorisme seperti nama-nama terduga teroris namun mengapa peristiwa itu masih tetap terjadi.
"Bahrun Naim bukan nama baru dan sudah ada dalam radar namun mengapa bisa terjadi peristiwa itu," ujarnya.
Dia mengatakan peristiwa pengeboman itu terjadi apakah soal kewenangan yang diatur dalam regulasi mengantisipasi kurang atau efektifitas penggunaan kewenangannya.
Dia menjelaskan, penangkapan dan penahanan termasuk tindakan pro justisia sehingga kewenangan yang diberikan kepada Kepolisian yang sifat kinerjanya terbuka, akuntabilitasnya terjaga.
Menurut dia, dalam UU nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara telah diatur bahwa apabila intelijen perlu menahan dalam proses penggalian informasi maka tinggal berkoordinasi dengan Kepolisian.
"Dalam UU Intelijen diatur kalau perlu penahanan, maka intelijen perlu koordinasi dengan Kepolisian lalu bersama-sama melakukan penangkapan," ujarnya.
Dia menjelaskan, kewenangan BIN dalam menangkap dan menahan sementara dalam proses penggalian informasi, sudah permah didiskusikan.
Menurut dia pemberian kewenangan itu tidak perlu karena kebutuhan BIN untuk menahan seseorang bisa dilakukan bersama penegak hukum.
"Sudah diatur dalam pasal 14 UU no 17 tahun 2011, disebutkan bahwa penegak hukum wajib memberikan bantuan ke BIN. Saya tidak tahu apakah dalam pelaksanaannya ada kesulitan koordinasi, itu perlu digali," katanya.
Dia menilai kejadian pengeboman di Jalan MH Thamrin pada Kamis (14/1) pasti ada koordinasi antara BIN dan aparat Kepolisian, namun efektifitasnya seperti apa harus digali lebih dalam.
Politikus PKS itu menilai intelijen dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah memiliki peta lengkap terorisme seperti nama-nama terduga teroris namun mengapa peristiwa itu masih tetap terjadi.
"Bahrun Naim bukan nama baru dan sudah ada dalam radar namun mengapa bisa terjadi peristiwa itu," ujarnya.
Dia mengatakan peristiwa pengeboman itu terjadi apakah soal kewenangan yang diatur dalam regulasi mengantisipasi kurang atau efektifitas penggunaan kewenangannya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017