KPK Panggil ulang RJ Lino pada Jumat
Selasa, 2 Februari 2016 12:57 WIB
Pengacara Maqdir Ismail (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan saat menunjukkan bukti penerimaan surat keterangan sakit tersangka mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino di KPK, Jakarta, Jumat (29/1). Menurut keterangan pengacara
"Untuk RJL (Richard Joost Lino) dalam lanjutan penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan QCC di Pelindo II kemarin telah dilayangkan surat panggilan ulang untuk diperiksa sebagai tersangka Jumat (5/2) pukul 10.00 WIB," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa.
Lino seharusnya diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya di KPK pada Jumat (29/1) lalu, namun Lino tidak memenuhi panggilan itu karena terkena serangan jantung dan dirawat di RS Jakarta Medical Center.
KPK pun belum meminta pendapat lain (second opinion) mengenai kondisi RJ Lino.
"Jadi yang dilayangkan kan panggilan ulang karena sebelumnya yang bersangkutan melalui kuasa hukumnya tidak hadir disertai surat dokter yang menyatakan sakit. Ini kita belum melakukan second opinion, panggil ulang dulu," tambah Priharsa.
Mengenai penahanan Lino, Priharsa mengatakan hal itu tergantung kepada penyidik.
"Kalau ditahan atau tidak, nanti tergantung pertimbangan penyidik," ungkap Priharsa.
KPK menyangkakan RJ Lino melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu diduga melakukan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan dan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pada 15 Desember 2015 lalu, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 Quay Container Crane" (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Lino seharusnya diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya di KPK pada Jumat (29/1) lalu, namun Lino tidak memenuhi panggilan itu karena terkena serangan jantung dan dirawat di RS Jakarta Medical Center.
KPK pun belum meminta pendapat lain (second opinion) mengenai kondisi RJ Lino.
"Jadi yang dilayangkan kan panggilan ulang karena sebelumnya yang bersangkutan melalui kuasa hukumnya tidak hadir disertai surat dokter yang menyatakan sakit. Ini kita belum melakukan second opinion, panggil ulang dulu," tambah Priharsa.
Mengenai penahanan Lino, Priharsa mengatakan hal itu tergantung kepada penyidik.
"Kalau ditahan atau tidak, nanti tergantung pertimbangan penyidik," ungkap Priharsa.
KPK menyangkakan RJ Lino melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu diduga melakukan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan dan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pada 15 Desember 2015 lalu, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 Quay Container Crane" (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
BPJS Ketenagakerjaan Purwokerto gandeng kejaksaan panggil perusahaan belum mendaftar
15 February 2024 11:05 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017