Pemkot Batasi Proyek Penunjukkan Langsung
Kamis, 11 Februari 2016 20:01 WIB
ilustrasi
"Kami sudah membatasi setiap calon kontraktor dibatasi maksimal menggarap lima pekerjaan PL. Ini sebagai perbaikan sistem," kata Penjabat (Pj) Wali Kota Semarang Tavip Supriyanto di Semarang, Kamis.
Selama ini, setiap perusahaan kontraktor dengan satu bendera bisa mengerjakan lebih dari lima pekerjaan proyek, terutama yang bersifat PL. Bahkan, ada satu perusahaan mengerjakan sampai 16 proyek kegiatan.
Untuk proyek bersifat PL yang nilai anggarannya dibatasi maksimal Rp200 juta, dalam setiap tahun anggaran setidaknya ada lebih dari 2.000 proyek yang ditangani berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
"Kami sudah memperbaikinya dengan pembatasan maksimal lima pekerjaan PL yang boleh ditangani setiap kontraktor. Untuk mendukung perbaikan sistem in, kami akan menerapkan pula sistem 'online'," kata Tavip.
Mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Bapermades) Jawa Tengah itu mengatakan "server" yang ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) akan dibuat jaringan ke seluruh SKPD.
Jadi, kata dia, nantinya bisa dilakukan kroscek masing-masing kontraktor yang menangani proyek, termasuk jika sudah melebihi batas ketentuan, yakni lima proyek bisa diketahui dan akan langsung ditolak.
Pembatasan proyek dan penerapan sistem online, lanjut dia, merupakan salah satu upaya meningkatkan manajemen pengelolaan pengadaan barang dan jasa agar hasil dan kualitas pekerjaan maksimal.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Agung Budi Margono menyambut baik pembatasan jumlah proyek PL yang ditangani kontraktor, apalagi ketentuan itu direkomendasikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia menjelaskan pembatasan maksimal lima proyek untuk setiap kontraktor merupakan rekomendasi yang didapatkan dari hasil konsultasi Pemkot Semarang kepada BPK untuk memaksimalkan pengelolaan proyek pembangunan.
Apalagi, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sudah diatur sehingga Pemkot harus mematuhi aturan.
Batasan sebanyak lima proyek PL untuk setiap kontraktor, lanjut dia, didasarkan atas rumus kemampuan, sebab jika kontraktor melaksanakan proyek melebihi kemampuan berakibat pada hasil dan kualitas.
"Intinya, agar penyedia barang dan jasa itu fokus dalam bekerja. Sebab, persoalannya bukan hanya di penyediaan, melainkan pengurusan administrasi, dan sebagainya. Makanya, perlu dibatasi," tegasnya.
Selama ini, setiap perusahaan kontraktor dengan satu bendera bisa mengerjakan lebih dari lima pekerjaan proyek, terutama yang bersifat PL. Bahkan, ada satu perusahaan mengerjakan sampai 16 proyek kegiatan.
Untuk proyek bersifat PL yang nilai anggarannya dibatasi maksimal Rp200 juta, dalam setiap tahun anggaran setidaknya ada lebih dari 2.000 proyek yang ditangani berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
"Kami sudah memperbaikinya dengan pembatasan maksimal lima pekerjaan PL yang boleh ditangani setiap kontraktor. Untuk mendukung perbaikan sistem in, kami akan menerapkan pula sistem 'online'," kata Tavip.
Mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Bapermades) Jawa Tengah itu mengatakan "server" yang ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) akan dibuat jaringan ke seluruh SKPD.
Jadi, kata dia, nantinya bisa dilakukan kroscek masing-masing kontraktor yang menangani proyek, termasuk jika sudah melebihi batas ketentuan, yakni lima proyek bisa diketahui dan akan langsung ditolak.
Pembatasan proyek dan penerapan sistem online, lanjut dia, merupakan salah satu upaya meningkatkan manajemen pengelolaan pengadaan barang dan jasa agar hasil dan kualitas pekerjaan maksimal.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Agung Budi Margono menyambut baik pembatasan jumlah proyek PL yang ditangani kontraktor, apalagi ketentuan itu direkomendasikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia menjelaskan pembatasan maksimal lima proyek untuk setiap kontraktor merupakan rekomendasi yang didapatkan dari hasil konsultasi Pemkot Semarang kepada BPK untuk memaksimalkan pengelolaan proyek pembangunan.
Apalagi, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sudah diatur sehingga Pemkot harus mematuhi aturan.
Batasan sebanyak lima proyek PL untuk setiap kontraktor, lanjut dia, didasarkan atas rumus kemampuan, sebab jika kontraktor melaksanakan proyek melebihi kemampuan berakibat pada hasil dan kualitas.
"Intinya, agar penyedia barang dan jasa itu fokus dalam bekerja. Sebab, persoalannya bukan hanya di penyediaan, melainkan pengurusan administrasi, dan sebagainya. Makanya, perlu dibatasi," tegasnya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : hernawan
Copyright © ANTARA 2024