Mahasiswa UGM Kembangkan Biogasoline dari Minyak Jelantah
Jumat, 25 Maret 2016 8:01 WIB
ilustrasi Biogas Kotoran Sapi Seorang warga memeriksa selang gas dari reaktor biogas kotoran sapi di Desa Mekargading, Sliyeg, Indramayu, Jawa Barat, Senin (20/4/15). Kolompok tani Megargading memanfaatkan kotoran sapi yang dijadikan biogas untuk kep
Berkat penelitian itu, Abdul Latif Almuflih dan Koir Eko Pambudi dari Departemen Kimia FMIPA serta Endri Geovani dari Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM berhasil mendapatkan berbagai penghargaan baik skala nasional maupun internasional.
"Penelitian kami memanfaatkan minyak jelantah karena selama ini jarang yang mendaur ulang," kata Abdul Latif di Laboratorium Panas dan Massa PAU UGM, Yogyakarta, Kamis.
Menurut Abdul Latif Indonesia merupakan negara dengan konsumsi minyak goreng paling tinggi. Selain itu juga memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia peluang menghasilkan minyak jelantah (jeco gasoline) cukup besar.
Proses penelitiannya itu, menurut dia, berawal dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan fokus pengembangan energi baru terbarukan. Selanjutnya biogasoline dipilih sebagai salah satu energi alternatif yang juga ramah lingkungan. "Selama satu tahun kami lakukan uji coba dan baru sekarang mendapatkan hasil yang maksimal," kata dia.
Menurut dia minyak jelantah untuk penelitian selama ini diperoleh dari para pedagang gorengan di Yogyakarta, dengan menukar minyak goreng yang baru.
Untuk mengonversi minyak jelantah menjadi biogasoline, menurut Latif, dirinya bersama dua rekannya memilih memanfaatkan reaksi hydrocracking dengan menggunakan tanah liat (bentoit) yang telah diaktifkan dengan logam kadium (Cd) sebagai katalisatornya.
Koir Eko Pambudi mengatakan dengan mengolah 1 liter minyak jelantah melalui reaksi hydrocracking tersebut berhasil diproduksi 410 mililiter produk mentah atau campuran. Produk itu terdiri atas 240 mililiter biogasoline dan 180 mililiter biodiesel.
"Untuk memastikan produk itu biogasoline dan biodiesel sebelumnya telah kami lakukan uji coba berulang-ulang," kata dia.
Menurut Koir, produk biogasoline tersebut diperkirakan memiliki kadar oktan 90-93 sehingga cukup bagus untuk mesin kendaraan bermotor. Namun demikian kadar oktan tersebut masih akan diuji kembali di Fakultas Teknik UGM.
"Jika yang digunakan minyak sawit maka maka biogasoline yang dihasilkan tentu akan lebih baik lagi, sebab minyak jelantah memiliki banyak endapan berupa sisa-sisa makanan," kata dia.
Dari penelitian itu, penghargaan yang berhasil didapatkan oleh tiga mahasiswa UGM tersebut di antaranya Special Award dari Toronto International Society of Innovation and Advanced Skills (TISIAS), Bronze Medal dari Malaysian Technology Expo 2016, dan honorable invention dari World Invention Intellectual Property Association (INNOPA) dan juara dua dalam lomba karya tulis ilmiah nasional dalam Pekan Raya Fisika 2015 di Universitas Tudalako.
"Penelitian kami memanfaatkan minyak jelantah karena selama ini jarang yang mendaur ulang," kata Abdul Latif di Laboratorium Panas dan Massa PAU UGM, Yogyakarta, Kamis.
Menurut Abdul Latif Indonesia merupakan negara dengan konsumsi minyak goreng paling tinggi. Selain itu juga memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia peluang menghasilkan minyak jelantah (jeco gasoline) cukup besar.
Proses penelitiannya itu, menurut dia, berawal dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan fokus pengembangan energi baru terbarukan. Selanjutnya biogasoline dipilih sebagai salah satu energi alternatif yang juga ramah lingkungan. "Selama satu tahun kami lakukan uji coba dan baru sekarang mendapatkan hasil yang maksimal," kata dia.
Menurut dia minyak jelantah untuk penelitian selama ini diperoleh dari para pedagang gorengan di Yogyakarta, dengan menukar minyak goreng yang baru.
Untuk mengonversi minyak jelantah menjadi biogasoline, menurut Latif, dirinya bersama dua rekannya memilih memanfaatkan reaksi hydrocracking dengan menggunakan tanah liat (bentoit) yang telah diaktifkan dengan logam kadium (Cd) sebagai katalisatornya.
Koir Eko Pambudi mengatakan dengan mengolah 1 liter minyak jelantah melalui reaksi hydrocracking tersebut berhasil diproduksi 410 mililiter produk mentah atau campuran. Produk itu terdiri atas 240 mililiter biogasoline dan 180 mililiter biodiesel.
"Untuk memastikan produk itu biogasoline dan biodiesel sebelumnya telah kami lakukan uji coba berulang-ulang," kata dia.
Menurut Koir, produk biogasoline tersebut diperkirakan memiliki kadar oktan 90-93 sehingga cukup bagus untuk mesin kendaraan bermotor. Namun demikian kadar oktan tersebut masih akan diuji kembali di Fakultas Teknik UGM.
"Jika yang digunakan minyak sawit maka maka biogasoline yang dihasilkan tentu akan lebih baik lagi, sebab minyak jelantah memiliki banyak endapan berupa sisa-sisa makanan," kata dia.
Dari penelitian itu, penghargaan yang berhasil didapatkan oleh tiga mahasiswa UGM tersebut di antaranya Special Award dari Toronto International Society of Innovation and Advanced Skills (TISIAS), Bronze Medal dari Malaysian Technology Expo 2016, dan honorable invention dari World Invention Intellectual Property Association (INNOPA) dan juara dua dalam lomba karya tulis ilmiah nasional dalam Pekan Raya Fisika 2015 di Universitas Tudalako.
Pewarta : Antaranews
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Kolaborasi dengan perguruan tinggi, Pos Indonesia luncurkan PosAja UMKM Centre di UGM
20 August 2024 19:27 WIB
Sekolah Vokasi UGM jalin kemitraan dengan usaha kuliner di Purwokerto
29 November 2023 14:11 WIB, 2023
Terpopuler - Umum
Lihat Juga
Kak Seto Minta Dinsos Awasi Panti agar tidak Terjadi Tindak Kekerasan
31 January 2017 15:39 WIB, 2017
Ketinggian Air Bengawan Solo di Lamongan Siaga I , Daerah Hilir diminta Waspada
31 January 2017 11:31 WIB, 2017
Khofifah Bangga Lahir dari "Rahim" NU Dibesarkan dalam Tradisi Organisasi Islam
31 January 2017 11:22 WIB, 2017
Menlu: 24 Jenazah Korban Kapal sudah Ditemukan, Delapan Siap Dipulangkan
27 January 2017 18:48 WIB, 2017
Menlu Pastikan Endah Cakrawati menjadi Korban Pesawat Jatuh di Australia
27 January 2017 17:38 WIB, 2017