Walhi: Mestinya Gubernur Cabut Amdal Pabrik Semen
Sabtu, 7 Mei 2016 21:54 WIB
Ilustrasi (ANTARA Foto/Budiyanto)
Semarang, Antara Jateng - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan sejumlah warga Kabupaten Rembang, penggugat izin lingkungan pembangunan pabrik Semen Indonesia di wilayah tersebut menilai Gubernur Jawa Tengah seharusnya mencabut analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) atas keberadaan pabrik tersebut sejak dahulu.
"Masalahnya mau atau tidak, kewenangan itu sudah diatur di undang-undang tentang lingkungan hidup," kata Kuasa hukum Walhi dan warga Rembang Siti Rahma Herawati di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, meski bukan sebagai orang yang meneken penerbitan amdal tersebut, Gubernur Ganjar Pranowo sebagai institusi pemerntahan harus ikut bertanggung jawab.
"Seharusnya amdal dicabut sejak dulu, bukan justru saat ini malah mengajak masyarakat membaca amdal," katanya.
Ia menuturkan permasalah pembangunan pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng tersebut bukan sekadar soal kekhawatiran atas krisis air.
Ia menegaskan permasalahan yang dihadapi dalam hal ini berkaitan dengan keberadaan kawasan Karst.
Menurut dia, kerusakan Karst dikhawatirkan akan menyebabkan permasalahan, misalnya krisis air yang akan berdampak tidak hanya di kawasan sekitar pabrik semen, namun juga wilayah lain.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Walhi dan sejumlah warga Kabupaten Rembang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas gugatan penerbitan izin lingkungan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di wilayah kabupaten tersebut.
Siti Rahma Herawati mengatakan kliennya memilih untuk langsung mengajukan PK dibanding melakukan hukum berupa kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya.
"Kami menilai ada kekhilafan hakim PTUN Semarang dalam memutus perkara ini serta adanya bukti baru," katanya.
Ia menjelaskan kekhilafan hakim dilakukan ketika menyimpulkan sosialisasi tentang rencana pendirian pabrik dan penerbitan izin lingkungan pembangunan pabrik semen sebagai suatu hal yang sama.
Sebelumnya diberitakan, PTUN Semarang menolak gugatan Walhi dan sejumlah warga Rembang atas izin lingkungan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di wilayah tersebut.
Pengadilan menilai gugatan yang diajukan para pengugat tersebut telah kedaluarsa.
Putusan tingkat pertama tersebut selanjutnya dikuatkan oleh PTTUN Surabaya.
"Masalahnya mau atau tidak, kewenangan itu sudah diatur di undang-undang tentang lingkungan hidup," kata Kuasa hukum Walhi dan warga Rembang Siti Rahma Herawati di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, meski bukan sebagai orang yang meneken penerbitan amdal tersebut, Gubernur Ganjar Pranowo sebagai institusi pemerntahan harus ikut bertanggung jawab.
"Seharusnya amdal dicabut sejak dulu, bukan justru saat ini malah mengajak masyarakat membaca amdal," katanya.
Ia menuturkan permasalah pembangunan pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng tersebut bukan sekadar soal kekhawatiran atas krisis air.
Ia menegaskan permasalahan yang dihadapi dalam hal ini berkaitan dengan keberadaan kawasan Karst.
Menurut dia, kerusakan Karst dikhawatirkan akan menyebabkan permasalahan, misalnya krisis air yang akan berdampak tidak hanya di kawasan sekitar pabrik semen, namun juga wilayah lain.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Walhi dan sejumlah warga Kabupaten Rembang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas gugatan penerbitan izin lingkungan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di wilayah kabupaten tersebut.
Siti Rahma Herawati mengatakan kliennya memilih untuk langsung mengajukan PK dibanding melakukan hukum berupa kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya.
"Kami menilai ada kekhilafan hakim PTUN Semarang dalam memutus perkara ini serta adanya bukti baru," katanya.
Ia menjelaskan kekhilafan hakim dilakukan ketika menyimpulkan sosialisasi tentang rencana pendirian pabrik dan penerbitan izin lingkungan pembangunan pabrik semen sebagai suatu hal yang sama.
Sebelumnya diberitakan, PTUN Semarang menolak gugatan Walhi dan sejumlah warga Rembang atas izin lingkungan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di wilayah tersebut.
Pengadilan menilai gugatan yang diajukan para pengugat tersebut telah kedaluarsa.
Putusan tingkat pertama tersebut selanjutnya dikuatkan oleh PTTUN Surabaya.
Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Editor : Zuhdiar Laeis
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Pakar: KPU Kendal mestinya terima berkas Dico sebelum ada penetapan calon
01 September 2024 21:13 WIB
Catatan Akhir Tahun 2022 HKTI: Kebijakan pangan kita mestinya utamakan kesejahteraan petani
31 December 2022 19:53 WIB, 2022
Sekutu Utama Merkel Nyatakan London Mestinya Dibolehkan Pikir Ulang Brexit
27 June 2016 8:59 WIB, 2016
Fahri: Mestinya Sorotan Publik kepada Eksekutif Bukan Menyoroti Tunjangan DPR
16 September 2015 11:46 WIB, 2015