Otot Tulang Belakang Astronaut Susut setelah berbulan-bulan di Antariksa
Rabu, 26 Oktober 2016 13:11 WIB
(dari kiri) Astronot Inggris Tim Peake, kosmonot Rusia Yuri Malenchenko dan astronot Amerika Serikat Tim Kopra, kru ekspedisi Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) berjalan untuk melapor ke Komite Negara menjelang peluncuran pesawat ulang alik Soy
Washington Antara Jateng - Para astronaut yang melakukan misi antariksa panjang mengalami pelemahan otot yang mendukung tulang belakang, dan pelemahan otot itu tidak kembali normal setelah beberapa pekan di Bumi menurut para peneliti Amerika Serikat.
Studi yang didanai Badan Aeronautika dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan dipublikasikan di jurnal Spine membawa wawasan baru mengenai peningkatan sakit punggung dan penyakit cakram tulang belakang yang berkaitan dengan penerbangan ruang angkasa jangka panjang.
Sakit punggung umum dalam misi jangka panjang, dengan lebih dari separuh anggota kru melaporkan sakit tulang belakang.
Para astronaut juga mengalami peningkatan risiko kelainan tulang belakang yang disebut spinal disc herniation berbulan-bulan setelah kembali dari penerbangan luar angkasa, sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Masalah tulang belakang di antara para astronaut disertai dengan sekitar empat sentimeter tinggi badan diperkirakan terjadi karena perubahan tulang belakang dan bagian tubuh lain akibat mikrogravitasi.
Dalam studi yang baru, enam astronaut NASA diperiksa sebelum dan sesudah menghabiskan empat sampai tujuh bulan dalam kondisi gravitasi mikro di Stasiun Antariksa Internasional.
Masing-masing astronot menjalani pemeriksaan tulang belakang menggunakan pencitraan resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging/MRI) sebelum misi, segera setelah mereka kembali ke Bumi dan dua bulan kemudian.
Pemindaian MRI mengindikasikan otot-otot tulang belakang para astronaut selama berada di antariksa menyusut sekitar 19 persen. Sebulan atau dua bulan kemudian, hanya sekitar dua per tiga penyusutan yang pulih.
Sebaliknya, tidak ada perubahan konsisten dalam tinggi cakram intervertebral tulang belakang.
"Temuan ini bertentangan dengan pemikiran ilmiah saat ini tentang efek gravitasi mikro pada pembengkakan cakram," kata Douglas Chang, penulis utama hasil studi dari University of California San Diego, dalam satu pernyataan.
"Studi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan efeknya pada tinggi cakram, menentukan apakah mereka berkontribusi pada peningkatan tinggi badan selama misi antariksa, dan pada peningkatan risiko herniated disc," katanya.
"Namun demikian, informasi seperti inilah yang bisa membantu kebutuhan informasi untuk menopang misi luar angkasa yang lebih panjang, seperti misi berawak ke Mars," katanya.
Chang mengatakan temuan-temuan ini menunjukkan cara-cara yang mungkin untuk mengurangi efek penerbangan luar angkasa pada tulang belakang.
Contohnya, latihan penguatan inti seperti yang direkomendasikan bagi pasien dengan sakit punggung di Bumi, mungkin perlu ditambahkan dalam program latihan olahraga astronaut.
Yoga bisa menjadi pendekatan lain yang menjanjikan, khususnya untuk mengatasi kekakuan tulang belakang dan penurunan mobilitas, tambah Chang sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
Studi yang didanai Badan Aeronautika dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan dipublikasikan di jurnal Spine membawa wawasan baru mengenai peningkatan sakit punggung dan penyakit cakram tulang belakang yang berkaitan dengan penerbangan ruang angkasa jangka panjang.
Sakit punggung umum dalam misi jangka panjang, dengan lebih dari separuh anggota kru melaporkan sakit tulang belakang.
Para astronaut juga mengalami peningkatan risiko kelainan tulang belakang yang disebut spinal disc herniation berbulan-bulan setelah kembali dari penerbangan luar angkasa, sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Masalah tulang belakang di antara para astronaut disertai dengan sekitar empat sentimeter tinggi badan diperkirakan terjadi karena perubahan tulang belakang dan bagian tubuh lain akibat mikrogravitasi.
Dalam studi yang baru, enam astronaut NASA diperiksa sebelum dan sesudah menghabiskan empat sampai tujuh bulan dalam kondisi gravitasi mikro di Stasiun Antariksa Internasional.
Masing-masing astronot menjalani pemeriksaan tulang belakang menggunakan pencitraan resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging/MRI) sebelum misi, segera setelah mereka kembali ke Bumi dan dua bulan kemudian.
Pemindaian MRI mengindikasikan otot-otot tulang belakang para astronaut selama berada di antariksa menyusut sekitar 19 persen. Sebulan atau dua bulan kemudian, hanya sekitar dua per tiga penyusutan yang pulih.
Sebaliknya, tidak ada perubahan konsisten dalam tinggi cakram intervertebral tulang belakang.
"Temuan ini bertentangan dengan pemikiran ilmiah saat ini tentang efek gravitasi mikro pada pembengkakan cakram," kata Douglas Chang, penulis utama hasil studi dari University of California San Diego, dalam satu pernyataan.
"Studi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan efeknya pada tinggi cakram, menentukan apakah mereka berkontribusi pada peningkatan tinggi badan selama misi antariksa, dan pada peningkatan risiko herniated disc," katanya.
"Namun demikian, informasi seperti inilah yang bisa membantu kebutuhan informasi untuk menopang misi luar angkasa yang lebih panjang, seperti misi berawak ke Mars," katanya.
Chang mengatakan temuan-temuan ini menunjukkan cara-cara yang mungkin untuk mengurangi efek penerbangan luar angkasa pada tulang belakang.
Contohnya, latihan penguatan inti seperti yang direkomendasikan bagi pasien dengan sakit punggung di Bumi, mungkin perlu ditambahkan dalam program latihan olahraga astronaut.
Yoga bisa menjadi pendekatan lain yang menjanjikan, khususnya untuk mengatasi kekakuan tulang belakang dan penurunan mobilitas, tambah Chang sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Petani panen padi, sektor pertanian jadi tulang punggung ekonomi Jateng triwulan I 2025
02 July 2025 15:23 WIB
RS Kariadi Semarang layani cangkok sumsum tulang belakang, pertama di Indonesia
15 April 2025 10:37 WIB
Kelompok Mamaku Cilacap berdayakan mantan buruh migran-anak buah kapal
10 October 2024 8:50 WIB, 2024
Terpopuler - Sains dan Rekayasa
Lihat Juga
Mahasiswa SV Undip olah limbah jelantah dengan ekstrak kemangi jadi biocleaner
11 November 2025 8:32 WIB
Tahun depan Pemkot Semarang siapkan bus listrik koridor Mangkang - Penggaron
06 November 2025 21:32 WIB
Dosen UIN Walisongo paparkan metode melihat hilal yang lebih efisien dan tepat sasaran
30 October 2025 12:03 WIB
Wali Kota Tegal Paparkan Inovasi Rusunawa Rendah Karbon di Forum APEKSI 2025 Surabaya
29 October 2025 8:30 WIB
Cabdin Dinas ESDM Jateng tingkatkan kadar metana biogas di Blora gunakan alat lokal
24 October 2025 15:21 WIB