Diperiksa KPK soal e-KTP, Setnov Mengaku hanya Diklarifikasi
Selasa, 10 Januari 2017 16:48 WIB
Ketua DPR Setya Novanto meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa KPK. (ANTARA /Sigid Kurniawan)
Jakarta Antara Jateng - Ketua DPR Setya Novanto menjelaskan sejumlah pertemuan antara Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri terkait pembahasan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E).
"(Tadi) itu hanya diklarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi, itu ada pimpinan Komisi II untuk menyampaikan, tetapi semua yang disampaikan normatif saja," kata Setya Novanto usai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK selama sekitar 4 jam, Selasa.
Setya Novanto yang biasa dipanggil Setnov menjalani pemeriksaan kedua sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.
Pada 2011-2012 saat proyek e-KTP berlangsung, Setnov menjabat Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Saat ini Setnov adalah Ketua Umum Partai Golkar.
"Ya karena Komisi II dan departemen (Dalam Negeri) itu semua yang saya tahu normatif saja," tambah Setnov.
Selain Setnov, KPK juga memeriksa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam penyidikan perkara yang sama, tapi keduanya belum hadir di gedung KPK.
Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah menyebut royek KTP-E dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, adalah Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500 ribu dolar AS.
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500 ribu dolar AS, dan (3) Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.
Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
"(Tadi) itu hanya diklarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi, itu ada pimpinan Komisi II untuk menyampaikan, tetapi semua yang disampaikan normatif saja," kata Setya Novanto usai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK selama sekitar 4 jam, Selasa.
Setya Novanto yang biasa dipanggil Setnov menjalani pemeriksaan kedua sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.
Pada 2011-2012 saat proyek e-KTP berlangsung, Setnov menjabat Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Saat ini Setnov adalah Ketua Umum Partai Golkar.
"Ya karena Komisi II dan departemen (Dalam Negeri) itu semua yang saya tahu normatif saja," tambah Setnov.
Selain Setnov, KPK juga memeriksa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam penyidikan perkara yang sama, tapi keduanya belum hadir di gedung KPK.
Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah menyebut royek KTP-E dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, adalah Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500 ribu dolar AS.
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500 ribu dolar AS, dan (3) Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.
Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Gelar Pengawasan Daerah Provinsi Jateng, KPK- Sekda Tekankan Integritas ASN
08 November 2024 13:43 WIB
KPK tegaskan tidak ada kewajiban Kaesang melaporkan penerimaan gratifikasi
05 September 2024 17:00 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017