Pokphand Gandeng Undip Bekali Guru Pendidikan Karakter
Senin, 14 Agustus 2017 17:00 WIB
Semarang - Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Yos Johan Utama (tengah), didampingi Dekan Fakultas Psikologi Undip Hastaning Sakti (kanan), serta Sekretaris Umum Lembaga Karya Pokphand (LKP) PT Charoen Pokphand Indonesia Andi Magdalena, menun
Semarang, ANTARA JATENG - PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) melalui Lembaga Karya Pokphand (LKP) menggandeng Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang untuk membekali guru dengan pendidikan karakter.
"Pendidikan karakter bagi guru ini tercakup dalam program Bakti Pada Guru yang merupakan wujud kepedulian terhadap guru dan pendidikan Indonesia," kata Sekretaris Umum LKP Andi Magdalena Siadari di Semarang, Senin.
Hal itu diungkapkannya usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara LKP dan Fakultas Psikologi Undip terkait program Bakti Pada Guru yang menyasar kalangan guru sekolah menengah pertama (SMP) di berbagai daerah.
Andi menjelaskan program Bakti Pada Guru itu ditujukan membantu guru memahami berbagai perilaku sebagai pendidik maupun orang sekitar terkait tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya.
"Target kami ada 1.000 guru yang tercakup program ini. Kami bersama Undip akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat. Tahap awal, akan berlangsung di Jakarta, 11-13 September mendatang," katanya.
Dekan Fakultas Psikologi Undip Hastaning Sakti menjelaskan program Bakti Pada Guru ini dilakukan menggunakan model "psychoeducation" sebagai pendekatan untuk membentuk karakter guru sebagai pendidik yang ideal.
"Guru bisa menjadi sosok yang inspiratif, berdedikasi, berempati, berkualifikasi diri, berakhlak luhur, dan sebagainya. Supaya guru bisa lebih optimal menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar," katanya.
Ia mengatakan guru SMP dan sederajat dipilih sebagai sasaran program itu karena secara psikologis jenjang SMP merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, atau bisa dikatakan dewasa awal.
"Kalau dikatakan usia SMP sudah gede juga belum, tetapi disebut anak kecil juga sudah enggak kecil lagi. Ini masa peralihan jadi memang cenderung paling susah mendidik anak di usia-usia SMP," katanya.
Selain itu, kata dia, masih banyak di daerah pedesaan yang menerapkan program Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun, yakni hingga SMP dan sederajat, berbeda dengan perkotaan yang sudah sampai pendidikan SMA.
"Dengan pendekatan `psychoeducation`, guru akan diajak memahami berbagai model perilaku peserta didik di usia itu. Jadi, bagaimana mereka (guru) bisa senang dulu. Jadi, tidak kemudian merasa digurui," katanya.
Sementara itu, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama menyambut baik kerja sama LKP yang dijalin dengan Fakultas Psikologi Undip untuk program Bakti Pada Guru sebagai wujud komitmennya terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.
"Peran guru memang sentral. Saya jadi ingat ketika Jepang dibom atom sekutu, Kaisar Hirohito pertama kali tidak bertanya berapa jumlah korban, melainkan berapa guru yang tersisa?" kata Guru Besar Fakultas Hukum Undip itu.
Di Indonesia, kata dia, guru sekarang ini sudah lebih terjamin kesejahteraannya dengan adanya sertifikasi, tetapi di sisi lain juga kerap menghadapi persoalan hukum dalam kaitan tugasnya sebagai pendidik.
"Menghadapi murid bandel, guru kerap kebingungan karena salah sedikit bisa berurusan dengan polisi. Tingkat stresnya tinggi. Guru tidak bisa sekadar dianggap pekerjaan, melainkan panggilan hati," pungkasnya.
"Pendidikan karakter bagi guru ini tercakup dalam program Bakti Pada Guru yang merupakan wujud kepedulian terhadap guru dan pendidikan Indonesia," kata Sekretaris Umum LKP Andi Magdalena Siadari di Semarang, Senin.
Hal itu diungkapkannya usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara LKP dan Fakultas Psikologi Undip terkait program Bakti Pada Guru yang menyasar kalangan guru sekolah menengah pertama (SMP) di berbagai daerah.
Andi menjelaskan program Bakti Pada Guru itu ditujukan membantu guru memahami berbagai perilaku sebagai pendidik maupun orang sekitar terkait tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya.
"Target kami ada 1.000 guru yang tercakup program ini. Kami bersama Undip akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat. Tahap awal, akan berlangsung di Jakarta, 11-13 September mendatang," katanya.
Dekan Fakultas Psikologi Undip Hastaning Sakti menjelaskan program Bakti Pada Guru ini dilakukan menggunakan model "psychoeducation" sebagai pendekatan untuk membentuk karakter guru sebagai pendidik yang ideal.
"Guru bisa menjadi sosok yang inspiratif, berdedikasi, berempati, berkualifikasi diri, berakhlak luhur, dan sebagainya. Supaya guru bisa lebih optimal menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar," katanya.
Ia mengatakan guru SMP dan sederajat dipilih sebagai sasaran program itu karena secara psikologis jenjang SMP merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, atau bisa dikatakan dewasa awal.
"Kalau dikatakan usia SMP sudah gede juga belum, tetapi disebut anak kecil juga sudah enggak kecil lagi. Ini masa peralihan jadi memang cenderung paling susah mendidik anak di usia-usia SMP," katanya.
Selain itu, kata dia, masih banyak di daerah pedesaan yang menerapkan program Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun, yakni hingga SMP dan sederajat, berbeda dengan perkotaan yang sudah sampai pendidikan SMA.
"Dengan pendekatan `psychoeducation`, guru akan diajak memahami berbagai model perilaku peserta didik di usia itu. Jadi, bagaimana mereka (guru) bisa senang dulu. Jadi, tidak kemudian merasa digurui," katanya.
Sementara itu, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama menyambut baik kerja sama LKP yang dijalin dengan Fakultas Psikologi Undip untuk program Bakti Pada Guru sebagai wujud komitmennya terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.
"Peran guru memang sentral. Saya jadi ingat ketika Jepang dibom atom sekutu, Kaisar Hirohito pertama kali tidak bertanya berapa jumlah korban, melainkan berapa guru yang tersisa?" kata Guru Besar Fakultas Hukum Undip itu.
Di Indonesia, kata dia, guru sekarang ini sudah lebih terjamin kesejahteraannya dengan adanya sertifikasi, tetapi di sisi lain juga kerap menghadapi persoalan hukum dalam kaitan tugasnya sebagai pendidik.
"Menghadapi murid bandel, guru kerap kebingungan karena salah sedikit bisa berurusan dengan polisi. Tingkat stresnya tinggi. Guru tidak bisa sekadar dianggap pekerjaan, melainkan panggilan hati," pungkasnya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Pendidikan
Lihat Juga
Raih predikat "Unggul", UIN Walisongo bertekad wujudkan pendidikan bermutu
14 November 2024 14:15 WIB