Spanyol Kemungkinan Akan Ambil Alih Kendali Catalonia
Minggu, 15 Oktober 2017 7:25 WIB
Demonstran mengibarkan bendera Spanyol dan berteriak di depan balai kota dalam demonstrasi mendukung persatuan Spanyol sehari sebelum referendum kemerdekaan 1 Oktober yang dilarang di Catalunya, di Madrid, Spanyol, Sabtu (30/9/2017). (REUTERS/Sergio
Madrid, ANTARA JATENG - Pemerintah Spanyol akan mengambil alih kendali
Catalonia jika pemimpin wilayah itu, Carles Puigdemont, memberikan
jawaban tidak jelas atas pertanyaan Madrid soal apakah ia telah
mendeklarasikan kemerdekaan dari Spanyol, kata Menteri Dalam Negeri
Spanyol, Juan Ignacio Zoido, Sabtu.
Puigdemont, Selasa malam, secara simbolis menyatakan kemerdekaan, namun beberapa saat kemudian menangguhkan pemberlakuan kemerdekaan dan meminta Madrid untuk berunding bagi masa depan wilayah itu.
Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy, telah memberi Puigdemont waktu hingga Senin untuk menjelaskan sikapnya. Pemimpin Catalonia itu juga diberi waktu hingga Kamis untuk mengubah pendiriannya jika ia bersikeras untuk memisahkan Catalonia dari Spanyol.
Dengan ultimatum itu, Rajoy mengancam untuk menangguhkan otonomi Catalonia jika Puigdemont memilih kemerdekaan.
"Jawabannya tidak boleh bermakna ganda. Dia (Puigdemont) harus mengatakan 'ya' atau 'tidak'," kata Zoido, kepada radio Cope.
"Kalau dia menjawab secara tidak jelas, itu berarti dia tidak mau berdialog dan karena itu pemerintah Spanyol harus mengambil tindakan," tegasnya.
Puigdemont, yang melakukan konsultasi dengan partai-partai di wilayahnya guna menyiapkan jawaban, menghadapi dilema yang berat.
Jika ia mengatakan, dia memang memproklamasikan kemerdekaan, pemerintah pusat akan turun tangan. Jika ia mengatakan dia tidak melakukannya, partai kiri-jauh Catalunya CUP kemungkinan akan menarik dukungan dari pemerintahan minoritasnya.
CUP pada Jumat mendesak Puigdemont untuk secara tegas menyatakan merdeka, yang berarti merupakan pembangkangan terhadap tenggat yang ditentukan pemerintah Madrid. Sikap keras seperti itu juga didukung kelompok sipil berpengaruh pro-kemerdekaan Majelis Nasional Catalunya.
Pemerintah Catalunya mengatakan 90 persen warga Catalunya telah memilih untuk berpisah dari Spanyol. Pilihan itu muncul setelah Catalunya menggelar referendum pada 1 Oktober, yang dianggap pihak-pihak berwenang di Madrid sebagai tindakan ilegal. Akan tetapi, angka 90 persen itu diperoleh hanya oleh 42 persen pemilih yang punya hak suara.
Berdasarkan Bab 155 Konstitusi Spanyol, pemerintah pusat di Madrid boleh menangguhkan otonomi politik suatu wilayah jika wilayah yang bersangkutan melanggar hukum.
Puigdemont, Selasa malam, secara simbolis menyatakan kemerdekaan, namun beberapa saat kemudian menangguhkan pemberlakuan kemerdekaan dan meminta Madrid untuk berunding bagi masa depan wilayah itu.
Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy, telah memberi Puigdemont waktu hingga Senin untuk menjelaskan sikapnya. Pemimpin Catalonia itu juga diberi waktu hingga Kamis untuk mengubah pendiriannya jika ia bersikeras untuk memisahkan Catalonia dari Spanyol.
Dengan ultimatum itu, Rajoy mengancam untuk menangguhkan otonomi Catalonia jika Puigdemont memilih kemerdekaan.
"Jawabannya tidak boleh bermakna ganda. Dia (Puigdemont) harus mengatakan 'ya' atau 'tidak'," kata Zoido, kepada radio Cope.
"Kalau dia menjawab secara tidak jelas, itu berarti dia tidak mau berdialog dan karena itu pemerintah Spanyol harus mengambil tindakan," tegasnya.
Puigdemont, yang melakukan konsultasi dengan partai-partai di wilayahnya guna menyiapkan jawaban, menghadapi dilema yang berat.
Jika ia mengatakan, dia memang memproklamasikan kemerdekaan, pemerintah pusat akan turun tangan. Jika ia mengatakan dia tidak melakukannya, partai kiri-jauh Catalunya CUP kemungkinan akan menarik dukungan dari pemerintahan minoritasnya.
CUP pada Jumat mendesak Puigdemont untuk secara tegas menyatakan merdeka, yang berarti merupakan pembangkangan terhadap tenggat yang ditentukan pemerintah Madrid. Sikap keras seperti itu juga didukung kelompok sipil berpengaruh pro-kemerdekaan Majelis Nasional Catalunya.
Pemerintah Catalunya mengatakan 90 persen warga Catalunya telah memilih untuk berpisah dari Spanyol. Pilihan itu muncul setelah Catalunya menggelar referendum pada 1 Oktober, yang dianggap pihak-pihak berwenang di Madrid sebagai tindakan ilegal. Akan tetapi, angka 90 persen itu diperoleh hanya oleh 42 persen pemilih yang punya hak suara.
Berdasarkan Bab 155 Konstitusi Spanyol, pemerintah pusat di Madrid boleh menangguhkan otonomi politik suatu wilayah jika wilayah yang bersangkutan melanggar hukum.
Pewarta : Antaranews
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Truk tangki BBM hilang kendali di Jalan Dr Wahidin Semarang, satu tewas
02 August 2022 22:13 WIB, 2022