Kurangi pemanasan global melalui sektor peternakan
Prof. Caribu Hadi Prayitno membacakan orasi ilmiah saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Bahan Makanan Ternak dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto di Gedung Soemardjito Unsoed, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa (30/1/2018). (Foto: Sumarwoto)
"Pemanasan global pada saat ini sudah menjadi permasalahan bagi penghuni bumi. Adanya penipisan lapisan ozon mempunyai dampak yang luas baik bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya, dampak yang luas sebagian besar lebih ke arah dampak negatif terutama bagi kesehatan manusia," katanya saat Sidang Terbuka Senat Universitas Jenderal Soedirman di Gedung Soemardjito, Unsoed Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Caribu mengatakan hal itu dalam orasi ilmiah yang dibacakan saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Bahan Makanan Ternak.
Lebih lanjut, dia mengatakan pada sektor peternakan, ternak ruminansia yang terdiri atas sapi, kerbau, kambing, dan domba menyumbang pemanasan global paling dominan dibandingkan ternak lainnya.
Menurut dia, faktor yang mengakibatkan ternak ruminansia menyumbang pemanasan global karena ternak tersebut menghasilkan gas methan.
"Dampak kerusakan yang ditimbulkan gas methan (CH4) pada lapisan ozon lebih dahsyat 21 kali lipat dibandingkan gas CO2," kata profesor ke-64 Unsoed dan ke-19 Fapet Unsoed itu.
Ia mengatakan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2017 menunjukkan bahwa populasi sapi potong mencapai 16.004.000 ekor, sapi perah 534.000 ekor, kerbau 1.356.000 ekor, kambing 17.847.000 ekor, dan domba 15.717 ekor.
Dengan jumlah populasi tersebut, gas methan yang disumbangkan diperkirakan sebesar 1.421.000, 74 ton gas CH4.
"Padahal energi yang dibutuhkan untuk membuat 1 mol CH4 sebesar 130 Kilo Joule. Artinya, ada panas yang terbuang percuma oleh ternak begitu besar," katanya.
Ia mengatakan upaya untuk mengurangi emisi gas methan ternak ruminansia sudah banyak dilakukan oleh para ahli, baik melalui penambahan bahan kimia, antibiotik, atau lainnya untuk menekan bakteri pembuat gas methan (methanogen).
Oleh karena adanya larangan dari Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat? maupun komisi kesehatan Eropa tentang penggunaan bahan kimia ataupun antibiotik pada ternak maka mulai bergeser penggunaan suplemen penekan methanogen ke bahan-bahan alam.
"Larangan penggunaan bahan kimia dan antibiotik ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk-produk peternakan yang bebas dari residu bahan kimia dan antibiotik," jelasnya.
Caribu mengatakan beberapa peneliti telah menggunakan ekstrak tanaman untuk menekan methanogen ataupun menekan protozoa karena sekitar 25--37 persen methanogen bersimbiosis dengan protozoa.
Namun demikian, kata dia, hasilnya baru dapat menekan emisi gas methan sekitar 45 persen sehingga masih ada sekitar 55 persen gas methan yang menguap ke udara.
"Langkah parsial ini kurang efektif. Kami pada tahun 2015-2017 melakukan upaya untuk menekan emisi gas methan dengan menggabungkan antara penekan methanogen (methan inhibitor) dan pengurangan jumlah protozoa (defaunasi) serta ditambah mineral," katanya.
Hasilnya, kata dia, gas methan turun mendekati 90 persen dan produksi susu naik hampir 40 persen.
Selain itu, pertambahan bobot badan sapi menjadi 1,51 kilogram per hari atau naik hampir 60 persen.
"Dengan kata lain pendekatan gabungan antara agen methan inhibitor, agen defaunasi, serta mineral seperti selenium, chromium, dan seng, jauh lebih efektif dalam menekan emisi gas methan dibandingkan suplemen mandiri seperti agen methan inhibitor atau agen defaunasi pada pengendalian methanogenesis ternak ruminansia. Langkah ini dapat menekan pemanasan global sekaligus meningkatkan produktifitas ternak," katanya.
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
UMS hadirkan Guru Besar TU Dresden bahas transformasi peran guru di era AI
17 December 2025 16:14 WIB
Sulit cari jas yang pas untuk badan besar atau kurus? Ini solusi praktisnya
08 December 2025 14:54 WIB
UMS masuk 3 besar nasional Prodi Teknik Industri terakreditasi Unggul 2025
04 December 2025 17:55 WIB
Sumanto sebut Jateng punya potensi besar pengembangan produk hortikultura organik
23 November 2025 15:12 WIB
Rapat keluarga besar Keraton Surakarta hasilkan putra tertua PB XIII jadi raja berikutnya
13 November 2025 17:31 WIB
Guru Besar Teknik Kimia UMS soroti lemahnya pengawasan impor pada radiasi Cikande
07 November 2025 13:52 WIB
Peringkat tiga besar kempo PON Bela Diri Kudus diprioritaskan masuk pelatnas
19 October 2025 21:32 WIB
Terpopuler - Sains dan Rekayasa
Lihat Juga
Mahasiswa SV Undip olah limbah jelantah dengan ekstrak kemangi jadi biocleaner
11 November 2025 8:32 WIB
Tahun depan Pemkot Semarang siapkan bus listrik koridor Mangkang - Penggaron
06 November 2025 21:32 WIB
Dosen UIN Walisongo paparkan metode melihat hilal yang lebih efisien dan tepat sasaran
30 October 2025 12:03 WIB
Wali Kota Tegal Paparkan Inovasi Rusunawa Rendah Karbon di Forum APEKSI 2025 Surabaya
29 October 2025 8:30 WIB
Cabdin Dinas ESDM Jateng tingkatkan kadar metana biogas di Blora gunakan alat lokal
24 October 2025 15:21 WIB