Dengan kartu tani, petani Tambaksari Cilacap banyak terbantu
Jumat, 9 Maret 2018 13:38 WIB
Ketua Gapoktan Sri Martani, Desa Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, Cilacap, Wasimun. (Foto: Sumarwoto)
Cilacap (Antaranews Jateng) - Petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani "Sri Martani", Desa Tambaksari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, merasa terbantu dengan adanya Kartu Tani, kata Ketua Gapoktan "Sri Martani" Wasimun.
"Dengan adanya Kartu Tani, kami ada kepastian mengenai ketersediaan pupuk dan harganya pun lebih murah karena sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi)," katanya di Cilacap, Jumat.
Bahkan, kata dia, dengan adanya Kartu Tani tidak ada lagi penyimpangan atau penyalahgunaan pupuk bersubsidi karena penyalurannya harus mengacu pada rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Dia mengakui sebelum adanya Kartu Tani, petani sering kali kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi dan harganya kadang kala jauh di atas HET.
"Sebenarnya enggak berbeda jauh dengan sebelumnya, cuma kalau sekarang kami dari kelompok mengajukan RDKK meskipun kadang tidak ditebus semua karena dari beberapa jenis pupuk bersubsidi yang dialokasikan pemerintah, tidak digunakan oleh petani," katanya.
Dia mencontohkan beberapa petani lebih memilih untuk menggunakan urea dan SP 36 saja sehingga pupuk bersubsidi lainnya tidak dibeli meskipun telah dialokasikan oleh pemerintah.
Selain itu, kata dia, banyak pula petani yang beralih menggunakan pupuk phonska dengan mengurangi penggunaan urea.
"Jadi, tidak semuanya ditebus," tegasnya.
Kendati demikian, Wasimun mengatakan penggunaan Kartu Tani sedikit menyulitkan kios yang melayani penjualan pupuk bersubsidi karena harus menjual sesuai dengan besaran yang tercantum pada kartu tersebut.
"Misalnya, seorang petani hanya mendapat jatah urea 24 kilogram sehingga harus dilayani sesuai dengan jumlah tersebut. Kalau mendapat jatah satu karung akan lebih mudah. Mungkin karena masih masa transisi jadi agak kesulitan," katanya.
"Dengan adanya Kartu Tani, kami ada kepastian mengenai ketersediaan pupuk dan harganya pun lebih murah karena sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi)," katanya di Cilacap, Jumat.
Bahkan, kata dia, dengan adanya Kartu Tani tidak ada lagi penyimpangan atau penyalahgunaan pupuk bersubsidi karena penyalurannya harus mengacu pada rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Dia mengakui sebelum adanya Kartu Tani, petani sering kali kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi dan harganya kadang kala jauh di atas HET.
"Sebenarnya enggak berbeda jauh dengan sebelumnya, cuma kalau sekarang kami dari kelompok mengajukan RDKK meskipun kadang tidak ditebus semua karena dari beberapa jenis pupuk bersubsidi yang dialokasikan pemerintah, tidak digunakan oleh petani," katanya.
Dia mencontohkan beberapa petani lebih memilih untuk menggunakan urea dan SP 36 saja sehingga pupuk bersubsidi lainnya tidak dibeli meskipun telah dialokasikan oleh pemerintah.
Selain itu, kata dia, banyak pula petani yang beralih menggunakan pupuk phonska dengan mengurangi penggunaan urea.
"Jadi, tidak semuanya ditebus," tegasnya.
Kendati demikian, Wasimun mengatakan penggunaan Kartu Tani sedikit menyulitkan kios yang melayani penjualan pupuk bersubsidi karena harus menjual sesuai dengan besaran yang tercantum pada kartu tersebut.
"Misalnya, seorang petani hanya mendapat jatah urea 24 kilogram sehingga harus dilayani sesuai dengan jumlah tersebut. Kalau mendapat jatah satu karung akan lebih mudah. Mungkin karena masih masa transisi jadi agak kesulitan," katanya.
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Bupati Sri Sumarni apresiasi kolaborasi Bank Jateng dengan Pemkab Grobogan
02 December 2024 16:55 WIB
Kejari Semarang melelang aset tanah terpidana istri mantan pejabat Kantor Pajak
07 May 2024 20:46 WIB
Sri raih mobil listrik, Bupati Blora serahkan hadiah undian Bank Jateng
23 January 2024 8:52 WIB, 2024
Terpopuler - Makro
Lihat Juga
Aerotrans dan Geotab kolaborasi tingkatkan keamanan, efisiensi, dan keberlanjutan sektor logistik
07 January 2025 14:54 WIB