Jelang puasa, pedagang dugderan masih menjamur di MAJT
Rabu, 16 Mei 2018 20:50 WIB
Semarang - Para pedagang Dugderan yang menjajakan beraneka gerabah dan permainan anak-anak berjejer di Jalan Soekarno-Hatta sekitar MAJT Semarang, Rabu (16/5). (Foto: Zuhdiar Laeis)
Semarang, Antaranews Jateng - Pedagang Dugderan masih menjamur di sekitar kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Rabu, meski sebentar lagi sudah memasuki bulan puasa.
Dugderan merupakan tradisi tahunan masyarakat Kota Semarang dalam menyambut Ramadan yang diramaikan dengan pasar malam atau pasar tiban, dipungkasi dengan karnaval budaya.
Biasanya, pasar malam Dugderan berlangsung di kawasan Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman. Akan tetapi, pada tahun ini sebagian besar ditempatkan di kawasan MAJT Semarang seiring dengan revitalisasi Pasar Johar.
Meski pemerintah sudah menetapkan 1 Ramadan 1439 Hijriah pada hari Kamis (17/5), para pedagang Dugderan masih terlihat di kawasan MAJT Semarang yang didominasi gerabah.
Herry (43), pedagang gerabah di kawasan MAJT Semarang, mengaku bahwa dirinya akan cukup lama berjualan di situ sampai masuk bulan puasa.
"Biasanya, saya jualannya di kawasan Pasar Johar dekat Masjid Kauman. Akan tetapi, sekarang dialihkan ke sini (MAJT, red.), ya, saya jualan di sini. Ternyata, lumayan sepi," katanya.
Segala macam gerabah, seperti celengan dengan berbagai bentuk dijualnya, mulai bentuk binatang hingga buah-buahan dengan cat warna-warni, berikut beberapa permainan tradisional anak-anak.
Dari berjualan beraneka gerabah dan mainan tradisional anak-anak itu, dia mengaku setiap harinya bisa mendapatkan omzet sekitar Rp500 ribu. Akan tetapi, jika dibandingkan tahun lalu, menurun.
"Pedagang maupun pengunjung kalau di sini (MAJT, red.) kurang antusias, beda sama di sekitar Pasar Johar seperti dahulu. Akan tetapi, lumayan sehari bisa dapat Rp500 ribu," katanya.
Ungkapan senada disampaikan Rahmadi (52) pedagang gerabah yang menempati sekitar Masjid Kauman Semarang, pengunjung event pasar rakyat tersebut tahun ini tidak seramai tahun lalu.
Pedagang Dugderan yang menempati sekitar Masjid Kauman Semarang tidak seramai di MAJT sebab berskala kecil dengan tujuan tetap mempertahankan tradisi Dugderan.
"Kalau sama tahun lalu, ya, lebih ramai tahun lalu. Namun, dibandingkan sama jualan di luar Dugderan, ya, jelas meningkat sekitar 30 persen," kata pedagang yang sudah 20 tahun ikut Dugderan itu.
Ia berharap kegiatan pasar rakyat Dugderan bisa ditata secara lebih baik agar calon pembeli bisa betah berlama-lama berbelanja sehingga pendapatan pedagang juga ikut meningkat.
"Semoga nanti ada penataan tempat berdagang yang lebih baik. Saya ingin tempat berdagang yang nyaman agar pengunjung juga nyaman," katanya tanpa mau menyebut omzetnya.
Dugderan merupakan tradisi tahunan masyarakat Kota Semarang dalam menyambut Ramadan yang diramaikan dengan pasar malam atau pasar tiban, dipungkasi dengan karnaval budaya.
Biasanya, pasar malam Dugderan berlangsung di kawasan Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman. Akan tetapi, pada tahun ini sebagian besar ditempatkan di kawasan MAJT Semarang seiring dengan revitalisasi Pasar Johar.
Meski pemerintah sudah menetapkan 1 Ramadan 1439 Hijriah pada hari Kamis (17/5), para pedagang Dugderan masih terlihat di kawasan MAJT Semarang yang didominasi gerabah.
Herry (43), pedagang gerabah di kawasan MAJT Semarang, mengaku bahwa dirinya akan cukup lama berjualan di situ sampai masuk bulan puasa.
"Biasanya, saya jualannya di kawasan Pasar Johar dekat Masjid Kauman. Akan tetapi, sekarang dialihkan ke sini (MAJT, red.), ya, saya jualan di sini. Ternyata, lumayan sepi," katanya.
Segala macam gerabah, seperti celengan dengan berbagai bentuk dijualnya, mulai bentuk binatang hingga buah-buahan dengan cat warna-warni, berikut beberapa permainan tradisional anak-anak.
Dari berjualan beraneka gerabah dan mainan tradisional anak-anak itu, dia mengaku setiap harinya bisa mendapatkan omzet sekitar Rp500 ribu. Akan tetapi, jika dibandingkan tahun lalu, menurun.
"Pedagang maupun pengunjung kalau di sini (MAJT, red.) kurang antusias, beda sama di sekitar Pasar Johar seperti dahulu. Akan tetapi, lumayan sehari bisa dapat Rp500 ribu," katanya.
Ungkapan senada disampaikan Rahmadi (52) pedagang gerabah yang menempati sekitar Masjid Kauman Semarang, pengunjung event pasar rakyat tersebut tahun ini tidak seramai tahun lalu.
Pedagang Dugderan yang menempati sekitar Masjid Kauman Semarang tidak seramai di MAJT sebab berskala kecil dengan tujuan tetap mempertahankan tradisi Dugderan.
"Kalau sama tahun lalu, ya, lebih ramai tahun lalu. Namun, dibandingkan sama jualan di luar Dugderan, ya, jelas meningkat sekitar 30 persen," kata pedagang yang sudah 20 tahun ikut Dugderan itu.
Ia berharap kegiatan pasar rakyat Dugderan bisa ditata secara lebih baik agar calon pembeli bisa betah berlama-lama berbelanja sehingga pendapatan pedagang juga ikut meningkat.
"Semoga nanti ada penataan tempat berdagang yang lebih baik. Saya ingin tempat berdagang yang nyaman agar pengunjung juga nyaman," katanya tanpa mau menyebut omzetnya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Wisnu Adhi Nugroho
Copyright © ANTARA 2024