Semarang (Antaranews Jateng) - Museum Kereta Api (KA) Ambarawa di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mencatat jumlah pengunjung rata-rata mencapai 1.000 orang dalam setiap harinya.
     
"Pengunjung rata-rata berkisar 500-1.000 orang/hari. Namun, kalau akhir pekan bisa lebih 2.000 wisatawan," kata Kepala Stasiun Ambarawa Semarang Djoko Utomo di Ambarawa, Jumat.
     
Hal tersebut diungkapkannya di sela kedatangan Andien, penyanyi jazz yang menjadi rangkaian "Argo Muria Festival with Andien Metamorfosa" yang kali itu menjajal naik kereta uap.
     
Djoko menjelaskan selama ini kalangan wisatawan juga bervariasi, baik dari domestik maupun mancanegara, tetapi selama ini kebanyakan masih dari kalangan wisatawan domestik.
     
Pengunjung pun bisa melihat beragam koleksi museum, mulai foto-foto bersejarah kereta api (KA) hingga lokomotif kuno yang dipajang atau merasakan sensasi menaiki kereta uap.
     
"Untuk reguler Sabtu-Minggu, kami mengoperasikan kereta diesel dari Stasiun atau Museum Ambarawa menuju Stasiun Tuntang sebanyak empat 'trip' dalam sehari. Tarifnya, Rp50 ribu/orang," katanya.
     
Namun, kata dia, pengunjung pun bisa merasakan naik kereta uap, baik menuju Stasiun Tuntang dengan kereta uap biasa maupun kereta uap bergerigi menuju Stasiun Bedono, Kabupaten Semarang.
     
Untuk merasakan sensasi kereta uap, ia menyebutkan pengunjung harus menyewa, seperti rute Museum Ambarawa-Stasiun Bedono dengan tarif sewa sebesar Rp15 juta untuk dua gerbong berkapasitas 80 penumpang.
     
"Mau menyewa kereta uap yang biasa (tidak bergerigi, red.) bisa juga. Kalau satu gerbong cukup Rp10 juta, dua gerbong Rp12,5 juta, sementara untuk tiga gerbong sebesar Rp15 juta," katanya.
     
Diakuinya, banyak juga pengunjung yang kemudian tertarik merasakan sensasi kereta uap, namun tak jarang wisatawan cukup melihat-lihat koleksi lokomotif yang dimiliki PT KAI.
     
"Kami punya koleksi sebanyak 26 lokomotif. Sebanyak 21 lokomotif dipajang, sementara lima lokomotif dioperasikan. Dari lima lokomotif yang dioperasikan, dua diesel dan tiga uap," katanya.
     
Kereta uap biasa, kata dia, hanya digunakan untuk jalur landai, tetapi untuk jalur menanjak, seperti trek menuju Stasiun Bedono yang terjal diperlukan lokomotif uap bergerigi.
     
"Kalau dari penumpang kenaikannya sangat signifikan, sekitar 30-40 persen, sementara untuk pengunjung kenaikannya 5-10 persen. Ya, mereka yang cukup melihat koleksi saja," katanya.
     
Sementara itu, Oka (17), siswa asal Bengkulu yang ditemui di Museum Ambarawa mengaku kagum dengan banyaknya koleksi lokomotif bersejarah milik PT KAI yang tidak ditemuinya di tempat lain.
     
"Bagus sekali, paling seneng, ya, lihat kereta uap tadi. Kebetulan, saya pas main, sekalian datang ke sini (Ambarawa, red.)," kata Oka yang saat itu mengajak dua saudaranya.