AICHR Kampanyekan Antikekerasan Kepada Napi dan Tersangka
Rabu, 15 Agustus 2018 19:38 WIB
Suasana lokakarya penegakan hak asasi manusia yang diselenggarakan Komisi Hak Asasi Manusia Antarpemerintah ASEAN (the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights atau AICHR). (Foto:Wisnu Adhi)
Semarang (Antaranews Jateng) - Komisi Hak Asasi Manusia Antarpemerintah ASEAN (the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights atau AICHR) mengkampanyekan antikekerasan terhadap tersangka kasus pelanggaran hukum dan narapidana yang mendekam di lembaga pemasyarakatan.
"Dari lokakarya penegakan hak asasi manusia yang kami selenggarakan ini diketahui bahwa proses penegakan hukum di Indonesia terbilang cukup bagus dibandingkan negara ASEAN lainnya," kata Dr. Dinna Wisnu selaku Wakil Indonesia untuk AICHR di Semarang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Dinna di sela penyelenggaraan lokakarya tentang upaya penegakan hak asasi manusia di Hotel Aston, Kota Semarang, yang dihadiri perwakilan dari negara Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Menurut dia, dalam lokakarya pada 14-15 Agustus 2018, para peserta berbagi teknik-teknik penyidikan dan pelayanan di lembaga pemasyarakatan dengan tanpa kekerasan, meskipun proses hukum terkadang tidak sesuai, dan seringkali kekerasan, serta penyiksaan dilakukan.
Ia menjelaskan, dalam pertemuan tersebut terbangun komunikasi yang positif antarpeserta terutama masing-masing negara dalam memperbaiki peraturan perundang-undangan dan standar operasional prosedur dalam penegakan hukum.
"Isu mengenai hak asasi manusia saat penangkapan, investigasi, dan pemasyarakatan dibahas secara khusus, belum ada standar perlakuan narapidana karena kondisi lapas yang berbeda-beda di setiap negara," ujarnya.
Perlu diketahui, kata dia, AICHR berkomitmen untuk mempromosikan pencegahan dan pemberantasan tindak penyiksaan dan segala bentuk tindakan kejam dan merendahkan martabat manusia atau melanggar hak asasi manusia seperti yang tertuang di dalam pasal 14 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN.
Kepala Sub Bagian Operasi Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, AKBP Muslimin Ahmad berpendapat bahwa lokakarya yang digagas AICHR ini memberikan manfaat bagi jajaran penegak hukum terkait dengan hak asasi manusia.
Ia mengklaim bahwa jajaran Polri saat ini sudah sesuai prosedur yang berlaku dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka maupun saksi dalam penanganan sebuah kasus.
"Pada proses pelayanan kepolisian sudah di atur di Peraturan Kepolisian yang mengatur beberapa level untuk menyelidiki teroris, mulai dari perkataan, tindakan tangan kosong, dan peralatan, meskipun dilakukan upaya melindungi diri sendiri jika tersangka dinilai membahayakan," katanya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Lilik Sujandi mengatakan bahwa pihaknya berkonsentrasi bagaimana memperlakukan para tahanan atau narapidana secara manusiawi sesuai Undang-Undang HAM Internasional.
"Kami pastikan direktorat lapas dapat menerima pengaduan secara online, jika terjadi kekerasan kepada narapidana, jika terjadi oknum lapas akan diserahkan kepada penegak hukum, dan penjaga lapas juga bisa menjadi narapidana," ujarnya.
"Dari lokakarya penegakan hak asasi manusia yang kami selenggarakan ini diketahui bahwa proses penegakan hukum di Indonesia terbilang cukup bagus dibandingkan negara ASEAN lainnya," kata Dr. Dinna Wisnu selaku Wakil Indonesia untuk AICHR di Semarang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Dinna di sela penyelenggaraan lokakarya tentang upaya penegakan hak asasi manusia di Hotel Aston, Kota Semarang, yang dihadiri perwakilan dari negara Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Menurut dia, dalam lokakarya pada 14-15 Agustus 2018, para peserta berbagi teknik-teknik penyidikan dan pelayanan di lembaga pemasyarakatan dengan tanpa kekerasan, meskipun proses hukum terkadang tidak sesuai, dan seringkali kekerasan, serta penyiksaan dilakukan.
Ia menjelaskan, dalam pertemuan tersebut terbangun komunikasi yang positif antarpeserta terutama masing-masing negara dalam memperbaiki peraturan perundang-undangan dan standar operasional prosedur dalam penegakan hukum.
"Isu mengenai hak asasi manusia saat penangkapan, investigasi, dan pemasyarakatan dibahas secara khusus, belum ada standar perlakuan narapidana karena kondisi lapas yang berbeda-beda di setiap negara," ujarnya.
Perlu diketahui, kata dia, AICHR berkomitmen untuk mempromosikan pencegahan dan pemberantasan tindak penyiksaan dan segala bentuk tindakan kejam dan merendahkan martabat manusia atau melanggar hak asasi manusia seperti yang tertuang di dalam pasal 14 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN.
Kepala Sub Bagian Operasi Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, AKBP Muslimin Ahmad berpendapat bahwa lokakarya yang digagas AICHR ini memberikan manfaat bagi jajaran penegak hukum terkait dengan hak asasi manusia.
Ia mengklaim bahwa jajaran Polri saat ini sudah sesuai prosedur yang berlaku dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka maupun saksi dalam penanganan sebuah kasus.
"Pada proses pelayanan kepolisian sudah di atur di Peraturan Kepolisian yang mengatur beberapa level untuk menyelidiki teroris, mulai dari perkataan, tindakan tangan kosong, dan peralatan, meskipun dilakukan upaya melindungi diri sendiri jika tersangka dinilai membahayakan," katanya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Lilik Sujandi mengatakan bahwa pihaknya berkonsentrasi bagaimana memperlakukan para tahanan atau narapidana secara manusiawi sesuai Undang-Undang HAM Internasional.
"Kami pastikan direktorat lapas dapat menerima pengaduan secara online, jika terjadi kekerasan kepada narapidana, jika terjadi oknum lapas akan diserahkan kepada penegak hukum, dan penjaga lapas juga bisa menjadi narapidana," ujarnya.
Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Immanuel Citra Senjaya
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kos-kosan di Kelurahan Mewek Purbalingga jadi lokasi prostitusi daring, polisi tangkap dua orang
13 November 2024 15:16 WIB