Pukat: KPU abaikan saja putusan Bawaslu
Rabu, 5 September 2018 19:46 WIB
Ditektur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar. (Foto: I.C.Senjaya)
Semarang, 5/8 (Antara) - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, menyarankan KPU agar tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu yang meloloskan sejumlah bakal calon legislator mantan napi kasus korupsi.
"Tidak perlu dilaksanakan, sudah kepalang basah," kata Zainal usai dimintai keterangan sebagai ahli dalam sidang dugaan suap Bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad, di Semarang, Rabu.
Menurut dia, KPU sudah kepalang basah dianggap melanggar peraturan perundang-undangan karena tidak menjalankan putusan Bawaslu.
"Kalau KPU melaksanakan putusan Bawaslu, sama saja dengan menjilat ludah sendiri soal PKPU Nomor 20 tahun 2018 itu," tambahnya.
Dalam persoalan ini, menurut dia, kunci penyelesaiannya ada di Mahkamah Agung.
Ia menilai MA harus segera memutuskan sengketa tentang PKPU Nomor 20 tersebut apakah bertentangan dengan undang-undang di atasnya.
Ia menjelaskan Bawaslu tidak bisa menganggap penafsirannya tentang PKPU Nomor 20 tersebut sebagai yang paling benar.
"Itu bukan kewenangannya. MA seharusnya bisa memutus cepat sehingga ada kepastian hukum," katanya.
Bawaslu telah meloloskan 12 caleg mantan koruptor sebagai agar bisa didaftarkan sebagai calon peserta Pemilu Legislatif 2019.
Putusan Bawaslu tersebut bertentangan dengan PKPU Nomor 20 yang menyatakan bakal caleg yang merupakan mantan terpidana yang terlibat tiga jenis tindak pidana (bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi) dinyatakan tidak memenuhi syarat.
"Tidak perlu dilaksanakan, sudah kepalang basah," kata Zainal usai dimintai keterangan sebagai ahli dalam sidang dugaan suap Bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad, di Semarang, Rabu.
Menurut dia, KPU sudah kepalang basah dianggap melanggar peraturan perundang-undangan karena tidak menjalankan putusan Bawaslu.
"Kalau KPU melaksanakan putusan Bawaslu, sama saja dengan menjilat ludah sendiri soal PKPU Nomor 20 tahun 2018 itu," tambahnya.
Dalam persoalan ini, menurut dia, kunci penyelesaiannya ada di Mahkamah Agung.
Ia menilai MA harus segera memutuskan sengketa tentang PKPU Nomor 20 tersebut apakah bertentangan dengan undang-undang di atasnya.
Ia menjelaskan Bawaslu tidak bisa menganggap penafsirannya tentang PKPU Nomor 20 tersebut sebagai yang paling benar.
"Itu bukan kewenangannya. MA seharusnya bisa memutus cepat sehingga ada kepastian hukum," katanya.
Bawaslu telah meloloskan 12 caleg mantan koruptor sebagai agar bisa didaftarkan sebagai calon peserta Pemilu Legislatif 2019.
Putusan Bawaslu tersebut bertentangan dengan PKPU Nomor 20 yang menyatakan bakal caleg yang merupakan mantan terpidana yang terlibat tiga jenis tindak pidana (bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi) dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Tiga dosen UGM Yogyakarta diadili atas dugaan kasus korupsi pembelian fiktif biji kakao
23 October 2025 16:31 WIB
Bank Jateng-BPJS Ketenagakerjaan tawarkan kredit kepada karyawan UGM
29 November 2024 9:47 WIB, 2024
HLN dan Sumpah Pemuda, PLN wujudkan green campus di Sekolah Vokasi UGM
29 October 2024 20:05 WIB, 2024