"Saya ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pak Edy Rahmayadi atas kerja keras dan dedikasinya selama menjabat sebagai Ketua Umum PSSI," kata Menpora dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin.
Menpora mengatakan keputusan Gubernur Sumatera Utara itu untuk mundur sebagai Ketua Umum PSSI periode 2016-2020 selayaknya tidak menghentikan perang terhadap mafia pengaturan skor dan PSSI semakin serius membenahi persoalan sepak bola nasional.
"PSSI harus segera melakukan identifikasi permasalahan-permasalahan sepak bola Indonesia agar tidak berlarut-larut dan menjadi masalah sistemik yang menghambat perkembangan sepak bola di Indonesia," kata Menpora.
Menpora meminta PSSI tidak membuang-buang waktu dalam masa transisi kepemimpinan organisasi menyusul Joko Driyono yang akan menjabat pelaksana tugas ketua umum PSSI hingga penyelenggaraan Kongres Luar Biasa PSSI.
"Kunci persoalan di dalam PSSI adalah keterbukaan. Sudah ada beberapa anggota PSSI yang ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor. Pembenahan internal harus semakin keras dan tidak perlu malu untuk mengajak pihak lain untuk bekerja sama jika benar-benar serius berbenah," kata Menpora.
Menpora menilai prestasi tim sepak bola Indonesia sangat terkait dengan sistem kompetisi nasional dan didukung atmosfer induk organisasi cabang olahraga yang positif.
"Jika seluruh pemilik suara (voters) di dalam PSSI mampu bersinergi dan mengenyampingkan kepentingan klub masing-masing, mereka akan menemukan sebuah visi terkait sepak bola Indonesia yang berlandaskan prestasi pada masa mendatang," ujar Menpora.
Edy Rahmayadi memutuskan mudur sebagai Ketua Umum PSSI dalam Kongres Tahunan PSSI di Nusa Dua, Bali, pada Minggu (20/1) setelah memimpin sejak 2016. Edy, yang juga gubernur Sumatera Utara, menganggap dirinya gagal menjalankan organisasi dan berharap seluruh elemen PSSI tetap akur.
"Tidak ada yang menekan saya untuk mundur. Ini adalah keputusan yang terbaik untuk bangsa," ujar Edy usai menyampaikan pidato pengunduran dirinya dalam kongres tahunan PSSI di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Minggu.
Menurut mantan Pangkostrad itu, memimpin PSSI menjadi tantangan paling sulit yang dihadapi dalam hidupnya.
"Sudah dilarang mengatur skor, terjadi pengaturan skor. Ada perkelahian juga. Itu kan berarti saya gagal. Jangan sampai karena satu atau dua orang PSSI terganggu. Mari kita doakan pemimpin berikutnya lebih jaya," tutur Edy.