"E-commerce" tidak akan menggerus toko offline
Rabu, 20 Februari 2019 9:29 WIB
(Kiri-kanan) Pengamat ekonomi Yustinus Prastowo, Ketua Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, CEO Blibli.com Kusumo Martanto dan Managing Director Ipsos Indonesia, Soeprapto Tan saat diskusi hasil riset "E-commerce 4.0 What's Next" di Jakarta, Selasa (19/2/2019). (ANTARA News/Natisha Andarningtyas)
Jakarta (Antaranews Jateng) - Pengamat ekonomi Yustinus Prastowo menilai revolusi e-commerce 4.0 tidak akan mematikan toko-toko offline seperti yang diperkirakan selama ini.
"TIdak benar e-commerce 4.0 akan meniadakan offline, tapi integrasi," kata Yustinus saat diskusi bersama Ipsos Indonesia mengenai riset "E-commerce 4.0 What's Next" di Jakarta, Selasa.
E-commerce terus berkembang sejak pertama kemunculannya, lembaga riset Ipsos Indonesia mencatat platform e-commerce di Indonesia sudah ada pada era 1990-an. Menurut catatan mereka, salah satu pelopor pada E-commerce 1.0 tersebut adalah Indonet, namun platform mereka berbeda dengan e-commerce yang sekarang ada.
E-commerce pada waktu itu berupa katalog elektronik berupa harga dan deskripsi produk.
Pemain lainnya, Bhinneka muncul pada era berikutnya E-commerce 2.0. Karakteristik e-commerce pada zaman ini berbeda dengan generasi sebelumnya, e-commerce menjadi kanal resmi untuk mendatangkan pendapatan bagi perusahaan.
Perkembangan pesat e-commerce selama lima tahun terakhir akhirnya menghadirkan E-commerce 3.0, berupa platform marketplace dan terpisah dari perusahaan induk. E-commerce menggandeng banyak pihak untuk masuk ke platform mereka.
Memasuki era E-commerce 4.0, banyak kekhawatiran e-commerce akan menggantikan toko fisik melihat situasi saat ini, padahal menurut Yustinus anggapan tersebut merupakan persepsi salah paham.
"E-commerce 4.0 itu kolaborasi," kata dia.
Kolaborasi antara toko online dengan toko offline dikenal dengan istilah "online to offline" atau O2O, misalnya berbelanja melalui platform online kemudian mengambil barang langsung di toko fisik terdekat.
Kolaborasi O2O menurut Yustinus akan menciptakan lapangan pekerjaan baru karena sistem ini membutuhkan gerai fisik atau gudang (warehouse).
CEO Blibli.com menyatakan sejak beberapa waktu belakangan mereka menggarap sektor O2O sebagai salah satu kanal penjualan.
"Tujuan kami bukan mematikan toko, online ini menjadi salah satu kanal," kata Kusumo di acara diskusi yang sama.
Konsumen yang datang langsung ke toko yang bekerja sama dengan Blibli dapat merasakan semua fasilitas online, misalnya program cicilan.
Baca juga: Omzet pelaku usaha jaket tembus Rp50 juta berkat e-Smart IKM
Baca juga: Konsumen lebih suka bayar konvensional meski terbiasa belanja online
Baca juga: Harbolnas senjata utama e-commerce gaet pembeli
"TIdak benar e-commerce 4.0 akan meniadakan offline, tapi integrasi," kata Yustinus saat diskusi bersama Ipsos Indonesia mengenai riset "E-commerce 4.0 What's Next" di Jakarta, Selasa.
E-commerce terus berkembang sejak pertama kemunculannya, lembaga riset Ipsos Indonesia mencatat platform e-commerce di Indonesia sudah ada pada era 1990-an. Menurut catatan mereka, salah satu pelopor pada E-commerce 1.0 tersebut adalah Indonet, namun platform mereka berbeda dengan e-commerce yang sekarang ada.
E-commerce pada waktu itu berupa katalog elektronik berupa harga dan deskripsi produk.
Pemain lainnya, Bhinneka muncul pada era berikutnya E-commerce 2.0. Karakteristik e-commerce pada zaman ini berbeda dengan generasi sebelumnya, e-commerce menjadi kanal resmi untuk mendatangkan pendapatan bagi perusahaan.
Perkembangan pesat e-commerce selama lima tahun terakhir akhirnya menghadirkan E-commerce 3.0, berupa platform marketplace dan terpisah dari perusahaan induk. E-commerce menggandeng banyak pihak untuk masuk ke platform mereka.
Memasuki era E-commerce 4.0, banyak kekhawatiran e-commerce akan menggantikan toko fisik melihat situasi saat ini, padahal menurut Yustinus anggapan tersebut merupakan persepsi salah paham.
"E-commerce 4.0 itu kolaborasi," kata dia.
Kolaborasi antara toko online dengan toko offline dikenal dengan istilah "online to offline" atau O2O, misalnya berbelanja melalui platform online kemudian mengambil barang langsung di toko fisik terdekat.
Kolaborasi O2O menurut Yustinus akan menciptakan lapangan pekerjaan baru karena sistem ini membutuhkan gerai fisik atau gudang (warehouse).
CEO Blibli.com menyatakan sejak beberapa waktu belakangan mereka menggarap sektor O2O sebagai salah satu kanal penjualan.
"Tujuan kami bukan mematikan toko, online ini menjadi salah satu kanal," kata Kusumo di acara diskusi yang sama.
Konsumen yang datang langsung ke toko yang bekerja sama dengan Blibli dapat merasakan semua fasilitas online, misalnya program cicilan.
Baca juga: Omzet pelaku usaha jaket tembus Rp50 juta berkat e-Smart IKM
Baca juga: Konsumen lebih suka bayar konvensional meski terbiasa belanja online
Baca juga: Harbolnas senjata utama e-commerce gaet pembeli
Pewarta : Natisha Andarningtyas
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Bea Cukai Kudus kembali sita 895.480 batang rokok ilegal dari "e-commerce"
28 March 2022 15:32 WIB, 2022
Bea Cukai Kudus kembali ungkap penjualan rokok ilegal modus dagang daring
02 December 2021 18:37 WIB, 2021
BNI dan MadeinIndonesia.com fasilitasi ekspor ikan tuna beku ke Thailand
31 October 2021 21:07 WIB, 2021
Terpopuler - IT
Lihat Juga
Bidik generasi muda, BSI gelar literasi digital di sejumlah pusat perbelanjaan Jabodetabek
22 November 2024 13:23 WIB