Akademisi: Masyarakat saatnya pegang kontrol kekuasaan
Senin, 11 Maret 2019 9:04 WIB
Suryanto, S.Sos.M.Si. (Foto: Dok. pribadi)
Semarang (ANTARA) - Dosen Komunikasi Politik pada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang Suryanto menyatakan masyarakat sudah saatnya memegang kontrol kekuasaan (power control) dalam kontestasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI 2019.
"Sudah seharusnya para pemilih wajib bersikap profesional. Kita sudah geram dengan berbagai kasus penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum elite politik di negeri ini," kata Suryanto, S.Sos.M.Si. di Semarang, Senin pagi.
Menurut dia, momen pilpres dapat dijadikan pintu awal untuk mentransformasikan kualitas kesejahteraan rakyat, baik dalam bentuk perekonomian, pendidikan, politik, kesehatan, maupun keagamaan.
"Ada pepatah lama '5 menit salah dalam menentukan pilihan maka 5 tahun akan menanggung akibatnya'. Begitu pula sebaliknya," kata Suryanto.
Bagi pemilih yang merasa pesimistis dalam menghadapi kontestasi politik, lanjut dia, menganggap bahwa sikap dalam menentukan hak pilih tidaklah berdampak luas. Dengan alasan bahwa yang merasa senang dan bahagia dari hasil pilpres hanya milik sebagian kelompok.
"Kerangka berpikir demikian, harus dihilangkan dalam ruang publik," ujarnya.
Ia menuturkan bahwa sikap menentukan hak pilih merupakan tindak lanjut dari penilaian masyarakat dalam memahami orientasi kebijakan dari pasangan calon (paslon) pemimpin yang disampaikan pada masa kampanye.
Tanpa disadari, lanjut dia, pada waktu berkampanye, semua program politik yang ditawarkan sangat bermanfaat bagi kemaslahatan umum. Akan tetapi, wujud nyata dari yang dikampanyekan tersebut masih bersifat misteri.
Maka dari itu, untuk memahami kesesuaian antara kampanye dan perwujudan substansial kampanye tersebut, menurut Suryanto, sangat ditentukan oleh sikap masyarakat dalam menentukan hak pilihnya secara profesional dan rahasia.
Oleh karena itu, menentukan hak pilih dalam pilpres merupakan sikap yang paling dituntut dalam sistem demokrasi di Indonesia.
Kalimat filosofis dari demokrasi sering disebut dengan "one man one vote", kata dia, mengandung makna bahwa perubahan politik akan terwujud bila rakyatnya turut memberikan hak pilih sebagai warga negara dalam mencapai tujuan negara.
"Dampak dari menentukan hak pilih sangat menentukan nasib sebuah negara," kata Suryanto.
Suryanto menekankan bahwa kesadaran akan adanya partisipasi politik menjadi faktor penting dalam warga negara.
Oleh sebab itu, Pemerintah harus memperhitungkan berbagai hal yang berhubungan dengan pengetahuan serta kesadaran hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat
"Kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik," kata Suryanto.
"Sudah seharusnya para pemilih wajib bersikap profesional. Kita sudah geram dengan berbagai kasus penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum elite politik di negeri ini," kata Suryanto, S.Sos.M.Si. di Semarang, Senin pagi.
Menurut dia, momen pilpres dapat dijadikan pintu awal untuk mentransformasikan kualitas kesejahteraan rakyat, baik dalam bentuk perekonomian, pendidikan, politik, kesehatan, maupun keagamaan.
"Ada pepatah lama '5 menit salah dalam menentukan pilihan maka 5 tahun akan menanggung akibatnya'. Begitu pula sebaliknya," kata Suryanto.
Bagi pemilih yang merasa pesimistis dalam menghadapi kontestasi politik, lanjut dia, menganggap bahwa sikap dalam menentukan hak pilih tidaklah berdampak luas. Dengan alasan bahwa yang merasa senang dan bahagia dari hasil pilpres hanya milik sebagian kelompok.
"Kerangka berpikir demikian, harus dihilangkan dalam ruang publik," ujarnya.
Ia menuturkan bahwa sikap menentukan hak pilih merupakan tindak lanjut dari penilaian masyarakat dalam memahami orientasi kebijakan dari pasangan calon (paslon) pemimpin yang disampaikan pada masa kampanye.
Tanpa disadari, lanjut dia, pada waktu berkampanye, semua program politik yang ditawarkan sangat bermanfaat bagi kemaslahatan umum. Akan tetapi, wujud nyata dari yang dikampanyekan tersebut masih bersifat misteri.
Maka dari itu, untuk memahami kesesuaian antara kampanye dan perwujudan substansial kampanye tersebut, menurut Suryanto, sangat ditentukan oleh sikap masyarakat dalam menentukan hak pilihnya secara profesional dan rahasia.
Oleh karena itu, menentukan hak pilih dalam pilpres merupakan sikap yang paling dituntut dalam sistem demokrasi di Indonesia.
Kalimat filosofis dari demokrasi sering disebut dengan "one man one vote", kata dia, mengandung makna bahwa perubahan politik akan terwujud bila rakyatnya turut memberikan hak pilih sebagai warga negara dalam mencapai tujuan negara.
"Dampak dari menentukan hak pilih sangat menentukan nasib sebuah negara," kata Suryanto.
Suryanto menekankan bahwa kesadaran akan adanya partisipasi politik menjadi faktor penting dalam warga negara.
Oleh sebab itu, Pemerintah harus memperhitungkan berbagai hal yang berhubungan dengan pengetahuan serta kesadaran hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat
"Kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik," kata Suryanto.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Bupati Banyumas nilai harus ada referensi yang jelas dalam "smart city"
15 September 2021 16:04 WIB, 2021
Pakar sebut Surya Paloh terapkan "The Game Theory in Communication"
01 November 2019 19:49 WIB, 2019