Akademisi: Hasil survei "memaksa" kontestan Pilpres 2019 bekerja keras
Rabu, 27 Maret 2019 9:22 WIB
Suryanto,S.Sos. (ANTARA/Kliwon)
Semarang (ANTARA) - Hasil survei dari sejumlah lembaga jajak pendapat, termasuk hasil survei Litbang Kompas, "memaksa" kedua pasangan calon peserta Pilpres 2019 dan tim suksesnya bekerja keras untuk meraih kemenangan, kata dosen Komunikasi Politik STIKOM Semarang Suryanto.
"Terjadi perang elektabilitas antarkandidat makin sengit, baik paslon nomor urut 01 maupun 02," kata Suryanto,S.Sos., M.Si. di Semarang, Rabu, merespons hasil survei Litbang Kompas pada tanggal 22 Februari sampai dengan 5 Maret 2019 menunjukkan kenaikan suara signifikan untuk pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Elektabilitas Pasangan Calon Nomor Urut 02 itu, lanjut dia, naik 4,7 persen dalam 6 bulan, yakni dari 32,7 persen pada bulan Oktober 2018 menjadi 37,4 persen pada survei kali ini.
Sebaliknya, elektabilitas rivalnya, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, turun 3,4 persen, dari 52,6 persen pada bulan Oktober 2018 menjadi 49,2 persen. Selisih suara di antara kedua pasangan menyempit menjadi 11,8 persen.
Bagi Prabowo dan tim suksesnya, menurut Suryanto, jarak yang makin pendek dalam kontestasi pilpres melawan petahana merupakan insentif segar yang membuat nalar dan fantasi dalam merumuskan kerja dan ide kampanye untuk memenangi pilpres makin kuat dan bergairah.
"Sebagai petahana, sikap paling objektif dan penting dari hasil survei itu adalah bahwa Jokowi perlu hati-hati! Belum aman, angka itu belum dan bahkan jauh dari aman," ujarnya.
Kerja kerja sistematis dan terstruktur serta masif, kata Suryanto, perlu dilakukan dengan terukur dan baik serta beradab. Rapat-rapat umum dalam kampanye menjadi ruang yang bisa dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini diyakini dapat memengaruhi jumlah suara yang masih belum menentukan pilihan sebesar 13,4 persen.
Angka 13,4 persen, lanjut dia, memang sangat potensial untuk diperebutkan. Ditambah dengan peluang bahwa sangat mungkin terjadi mutasi pemilih terhadap pilihannya. Maka, kompleksitas berpikir dan bertindak para kontestan bersama tim suksesnya akan makin ketat dan sengit.
"Di sinilah kedua kontestan perlu mengambil langkah dan pendekatan yang elegan dan rasional serta beretika dalam mengambil peluang 13,4 persen suara yang masih mengambang," katanya.
Menurut Suryanto, jika melakukan kesalahan yang bisa menimbulkan hilangnya simpati dan "trust" dari massa mengambang itu, risiko raihan suara yang stagnan, bahkan bisa menurun.
"Terjadi perang elektabilitas antarkandidat makin sengit, baik paslon nomor urut 01 maupun 02," kata Suryanto,S.Sos., M.Si. di Semarang, Rabu, merespons hasil survei Litbang Kompas pada tanggal 22 Februari sampai dengan 5 Maret 2019 menunjukkan kenaikan suara signifikan untuk pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Elektabilitas Pasangan Calon Nomor Urut 02 itu, lanjut dia, naik 4,7 persen dalam 6 bulan, yakni dari 32,7 persen pada bulan Oktober 2018 menjadi 37,4 persen pada survei kali ini.
Sebaliknya, elektabilitas rivalnya, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, turun 3,4 persen, dari 52,6 persen pada bulan Oktober 2018 menjadi 49,2 persen. Selisih suara di antara kedua pasangan menyempit menjadi 11,8 persen.
Bagi Prabowo dan tim suksesnya, menurut Suryanto, jarak yang makin pendek dalam kontestasi pilpres melawan petahana merupakan insentif segar yang membuat nalar dan fantasi dalam merumuskan kerja dan ide kampanye untuk memenangi pilpres makin kuat dan bergairah.
"Sebagai petahana, sikap paling objektif dan penting dari hasil survei itu adalah bahwa Jokowi perlu hati-hati! Belum aman, angka itu belum dan bahkan jauh dari aman," ujarnya.
Kerja kerja sistematis dan terstruktur serta masif, kata Suryanto, perlu dilakukan dengan terukur dan baik serta beradab. Rapat-rapat umum dalam kampanye menjadi ruang yang bisa dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini diyakini dapat memengaruhi jumlah suara yang masih belum menentukan pilihan sebesar 13,4 persen.
Angka 13,4 persen, lanjut dia, memang sangat potensial untuk diperebutkan. Ditambah dengan peluang bahwa sangat mungkin terjadi mutasi pemilih terhadap pilihannya. Maka, kompleksitas berpikir dan bertindak para kontestan bersama tim suksesnya akan makin ketat dan sengit.
"Di sinilah kedua kontestan perlu mengambil langkah dan pendekatan yang elegan dan rasional serta beretika dalam mengambil peluang 13,4 persen suara yang masih mengambang," katanya.
Menurut Suryanto, jika melakukan kesalahan yang bisa menimbulkan hilangnya simpati dan "trust" dari massa mengambang itu, risiko raihan suara yang stagnan, bahkan bisa menurun.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Dosen STIKOM: Paslon seyogianya tawarkan solusi dalam Debat Pilpres 2019
26 January 2019 7:25 WIB, 2019
Dosen STIKOM: Politik saling menjatuhkan turunkan tingkat partisipasi masyarakat
12 January 2019 11:36 WIB, 2019
Akademisi: Elite politik yang korupsi tidak memiliki rasa kebangsaan
02 January 2019 11:53 WIB, 2019
Akademisi: "Kecebong" dan "kampret" wajah buruk polarisasi politik Indonesia
27 December 2018 18:20 WIB, 2018