Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan terkait pertimbangan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pembatalan Undang-Undang KPK, posisi pemerintah seperti dihadapkan kepada buah simalakama.

"Karena keputusan itu seperti simalakama, nggak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu, cirinya memang begitu. Jadi memang tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak," kata Moeldoko di halaman Gedung Bina Graha, Jakarta pada Jumat.

Baca juga: Presiden Jokowi tidak akan buru-buru terbitkan Perppu KPK

Moeldoko mengatakan pemerintah juga menampung semua aspirasi dan usulan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa, masyarakat, hingga partai.

Sejumlah mahasiswa telah menemui Moeldoko pada Kamis (4/10) untuk melakukan diskusi mengenai tuntutan dalam unjuk rasa yang telah dilakukan, beberapa terkait Perppu UU KPK dan RUU KUHP.

"Itulah Presiden juga membuka pintu istana seluas-luasnya, semuanya didengarkan dengan baik," jelas Moeldoko.

Moeldoko mengatakan mahasiswa juga harus memikirkan pertimbangan yang lebih luas dalam perspektif kenegaraan.

"Semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan. Semua warga negara juga bijak dalam menyikapi semua keputusan," tambah mantan panglima TNI itu.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh menilai partai-partai pendukung Presiden Jokowi sepakat belum akan menerbitkan Perpu pembatalan UU KPK.

Baca juga: Jadi anggota DPR, Yasona minta Presiden tidak terbitkan Perppu KPK

Menurut dia, Mahkamah Konstitusi juga tengah melakukan uji materi terhadap UU KPK.

Selain itu Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan Perpu pembatalan UU KPK bukan satu-satunya opsi bagi perbaikan undang-undang anti rasuah tersebut.

Mahasiswa telah melakukan unjuk rasa menuntut penerbitan Perpu atas UU KPK yang baru, serta penolakan RUU KUHP.