Tol Semarang-Demak jangan sampai perparah abrasi pesisir
Minggu, 2 Februari 2020 16:05 WIB
Foto udara pasak konstruksi Hybrid Engineering (struktur perangkap sedimen ramah lingkungan) yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan lingkungan pesisir dari abrasi membentang di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah, Senin (27/1/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/foc.
Semarang (ANTARA) - Pakar lingkungan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Wijanto Hadipuro berpendapat pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak l, Jawa Tengah, yang juga akan berfungsi sebagai tanggul laut tersebut jangan sampai memperparah abrasi di kawasan lain di pesisir Jawa Tengah.
"Jangan sampai tol dan tanggul laut Semarang-Demak ini memperparah abrasi di tempat lain," kata peneliti yang turut bagian dalam Konsorsium Ground Up yang meneliti tentang tata kelola air di Kota Semarang itu, Minggu.
Menurut dia, pembangunan di kawasan utara Semarang di masa lalu telah mengubah arus laut dan menyebabkan abrasi di beberapa tempat.
Baca juga: IARMI Semarang tanam mangrove cegah abrasi pantura
Selain ancaman abrasi, menurut dia, "disaster capitalism" juga mengancam pesisir Jawa Tengah ini.
Ia menjelaskan kondisi di mana terjadinya bencana akibat proyek-proyek pembangunan tersebut telah terjadi Jakarta.
"Bencana yang diakibatkan oleh berbagai proyek pembangunan dan dicoba diatasi dengan proyek pembangunan yang lain," katanya.
Baca juga: Minimalkan Abrasi, Tanam Mangrove Juga Menambah Penghasilan Ekonomi Pesisir
Ia menegaskan pengelolaan lingkungan yang buruk menjadi peluang bagi munculnya kesempatan untuk mengakumulasi kapital bagi sekelompok orang.
Sementara juru bicara Konsorsium Ground Up, Amalinda Savirani, mengatakan penelitian tentang tata kelola air di Kota Semarang ini dilakukan secara bertahap hingga 2022.
Pada tahap awal yang dilakukan di sepanjang 2019, kata dia, diperoleh hasil tentang ekstraksi air tanah yang sangat ekstrem di Ibu Kota Jawa Tengah itu.
"Jangan sampai tol dan tanggul laut Semarang-Demak ini memperparah abrasi di tempat lain," kata peneliti yang turut bagian dalam Konsorsium Ground Up yang meneliti tentang tata kelola air di Kota Semarang itu, Minggu.
Menurut dia, pembangunan di kawasan utara Semarang di masa lalu telah mengubah arus laut dan menyebabkan abrasi di beberapa tempat.
Baca juga: IARMI Semarang tanam mangrove cegah abrasi pantura
Selain ancaman abrasi, menurut dia, "disaster capitalism" juga mengancam pesisir Jawa Tengah ini.
Ia menjelaskan kondisi di mana terjadinya bencana akibat proyek-proyek pembangunan tersebut telah terjadi Jakarta.
"Bencana yang diakibatkan oleh berbagai proyek pembangunan dan dicoba diatasi dengan proyek pembangunan yang lain," katanya.
Baca juga: Minimalkan Abrasi, Tanam Mangrove Juga Menambah Penghasilan Ekonomi Pesisir
Ia menegaskan pengelolaan lingkungan yang buruk menjadi peluang bagi munculnya kesempatan untuk mengakumulasi kapital bagi sekelompok orang.
Sementara juru bicara Konsorsium Ground Up, Amalinda Savirani, mengatakan penelitian tentang tata kelola air di Kota Semarang ini dilakukan secara bertahap hingga 2022.
Pada tahap awal yang dilakukan di sepanjang 2019, kata dia, diperoleh hasil tentang ekstraksi air tanah yang sangat ekstrem di Ibu Kota Jawa Tengah itu.
Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Konsorsium pengusaha-Yayasan SUN kembangjan kompetensi kewirausahaan energi surya
20 May 2023 7:52 WIB, 2023
Konsorsium Jasa Marga menang lelang Tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap
06 January 2022 11:14 WIB, 2022
Konsorsium Ground Up teliti eksploitasi berlebih air tanah di Semarang
01 February 2020 6:19 WIB, 2020
11 Lembaga Pemerintah dan Universitas akan Bentuk Konsorsium Riset Samudera
25 September 2017 11:46 WIB, 2017