Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber dari Communication and Informatian System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengingatkan pebisnis provider di Tanah Air terkait dengan rencana Elon Musk (tokoh bisnis, penemu, dan industrialis dari Amerika Serikat) membuat internet kencang dan murah.

"Internet kencang tanpa fiber optik karena semua full support dari satelit," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Persadha menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Senin.

Dosen Etnografi Dunia Maya pada Program Studi S-2 Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini menilai cita-cita Elon Musk luar biasa sekaligus juga menimbulkan ancaman tersendiri bagi dunia bisnis di Tanah Air, seperti bisnis provider.

Baca juga: Pakar: Ruang siber salah satu solusi "The New Normal"

Elon Musk, kata Pratama, baru saja membuat sejarah dengan meluncurkan satelit swasta dengan dua astronot NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat). Ini adalah pertama kali astronot dikirimkan ke angkasa oleh perusahaan swasta, Space X, milik Elon Musk.

"Elon Musk dengan Space X-nya mempunyai tujuan untuk membuat internet murah dan wisata ke luar angkasa," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Pada bulan April 2020 Space X meluncurkan 60 satelit untuk program Starlink, yaitu program internet murah. Elon Musk bercita-cita meluncurkan internet murah di akhir 2020 di Kanada dan Amerika Serikat.

Paket termurah yang dipatok Elon Musk rencananya sebesar 9,99 dolar AS (Rp150 ribu) untuk 1.000 gigabyte (gigabita) dengan kecapatan 10.000 megabyte per second (Mbps). Harga ini, menurut Pratama, jauh lebih murah ratusan kali daripada provider di Tanah Air dan seluruh dunia saat ini.

Namun, lanjut Pratama, rencana Elon Musk ini masih panjang. Elon Musk menargetkan proyek internet Starlink bisa berjalan di AS dan Kanada di akhir 2020.

"Untuk itu, diperlukan minimal 420 satelit yang orbit. Kini Elon Musk sudah meluncurkan 302 satelit yang mengorbit," kata Pratama.

Untuk internet di seluruh dunia, Elon Musk memerlukan 42.000 satelit yang mengorbit. Elon Musk lewat Space X baru mengantongi 12.000 izin orbit, atau masih perlu 30.000 untuk mewujudkan internet murah di seluruh dunia.

Pratama mengatakan bahwa pemerintah Indonesia bersama swasta di Tanah Air juga bisa melakukan hal yang sama. Hal ini bisa dihitung, misalnya untuk internet yang cepat dan murah bisa berapa satelit yang harus disiapkan.

"Jadi, jangan berhenti dengan selesainya Palapa Ring 2019," katanya menekankan.

Apalagi dengan memiliki banyak satelit, menurut Pratama, Indonesia juga akan secara otomatis bisa meningkatkan keamanan siber dan komunikasi dalam negeri karena tidak harus menyewa satelit asing.

Melihat potensi ini, lanjut Pratama, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan swasta harus melihat peluang, tantangan, dan ancamannya.

Indonesia bisa menyiapkan diri sedini mungkin karena Elon Musk menjanjikan pada tahun 2021 akan mulai program internet murah secara global oleh perusahannya, Starlink.

Minimal negara sudah bersiap, misalnya aparat dan institusi negara tidak boleh memakai Starlink karena faktor keamanan, atau ada regulasi untuk mewajibkan seluruh data yang dikelola negara untuk dienkripsi.

Selanjutnya, kata Pratama, bisnis model apakah yang bisa melindungi investasi infrastruktur internet yang sudah dibangun negara dan swasta di Tanah Air. Masalahnya, pada akhirnya ini akan mirip seperti ketidaksiapan menghadapi transportasi online (daring) dan marketplace saat ini.

Baca juga: Pratama: KPU harus tetap lindungi data pemilih dari peretas
Baca juga: Data pengguna Tokopedia diretas, UU Perlindungan Data Pribadi disebut urgen