PM Inggris: Kemarahan atas kematian Floyd tidak dapat diabaikan
Selasa, 9 Juni 2020 11:21 WIB
Perdana Menteri Britain Boris Johnson . REUTERS/TOBY MELVILLE
London (ANTARA) - Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan kemarahan yang dipicu oleh kematian George Floyd di Amerika Serikat tidak dapat diabaikan.
Ia mengatakan pemerintah Inggris harus berbuat lebih banyak untuk memerangi prasangka terhadap orang-orang dari kelompok etnis kulit hitam dan minoritas.
"Kami yang memimpin dan yang memerintah tidak bisa mengabaikan perasaan itu karena dalam terlalu banyak kasus, saya khawatir, mereka dibangun dalam kenyataan semu," katanya dalam sebuah pernyataan, Senin waktu setempat.
Boris Johnson mengatakan Inggris telah membuat langkah besar dalam menanggulangi rasisme.
Tetapi ia mengakui bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan - dalam menghapus prasangka, dan menciptakan peluang.
Sebelumnya, lebih dari seribu pengunjuk rasa berbaris melewati Kedutaan Besar AS di tepi selatan Sungai Thames.
Ribuan pengunjuk rasa juga berkerumun di alun-alun di luar gedung Parlemen. Mereka memegang plakat "Black Lives Matter" dan mengabaikan saran pemerintah untuk menghindari pertemuan besar karena risiko virus corona.
"Saya turun ke jalan mendukung orang kulit hitam yang telah diperlakukan buruk selama bertahun-tahun. Sudah saatnya untuk perubahan," kata seorang demonstran, guru sekolah dasar berusia 39 tahun, Aisha Pemberton.
Pengunjuk rasa lainnya, spesialis IT Kena David, 32, mengatakan Inggris juga bersalah atas pelanggaran rasis. "Segala sesuatu yang kalian lihat di sekitar kalian itu dibangun oleh orang-orang berkulit hitam dan coklat."
Protes pada Sabtu itu mencerminkan kemarahan global atas perlakuan polisi terhadap etnis minoritas. Kemarahan dipicu pembunuhan Floyd, seorang warga kulit hitam Amerika pada tanggal 25 Mei, ketika seorang petugas polisi kulit putih menekankan lututnya pada leher Floyd selama hampir sembilan menit sementara rekan-rekannya sesama petugas kepolisian hanya berpangku tangan.
Sumber : Reuters
Baca juga: DPR: WNI di AS jangan turun ke jalan terkait kematian Floyd
Baca juga: 40 kota di AS berlakukan jam malam pascaprotes
Ia mengatakan pemerintah Inggris harus berbuat lebih banyak untuk memerangi prasangka terhadap orang-orang dari kelompok etnis kulit hitam dan minoritas.
"Kami yang memimpin dan yang memerintah tidak bisa mengabaikan perasaan itu karena dalam terlalu banyak kasus, saya khawatir, mereka dibangun dalam kenyataan semu," katanya dalam sebuah pernyataan, Senin waktu setempat.
Boris Johnson mengatakan Inggris telah membuat langkah besar dalam menanggulangi rasisme.
Tetapi ia mengakui bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan - dalam menghapus prasangka, dan menciptakan peluang.
Sebelumnya, lebih dari seribu pengunjuk rasa berbaris melewati Kedutaan Besar AS di tepi selatan Sungai Thames.
Ribuan pengunjuk rasa juga berkerumun di alun-alun di luar gedung Parlemen. Mereka memegang plakat "Black Lives Matter" dan mengabaikan saran pemerintah untuk menghindari pertemuan besar karena risiko virus corona.
"Saya turun ke jalan mendukung orang kulit hitam yang telah diperlakukan buruk selama bertahun-tahun. Sudah saatnya untuk perubahan," kata seorang demonstran, guru sekolah dasar berusia 39 tahun, Aisha Pemberton.
Pengunjuk rasa lainnya, spesialis IT Kena David, 32, mengatakan Inggris juga bersalah atas pelanggaran rasis. "Segala sesuatu yang kalian lihat di sekitar kalian itu dibangun oleh orang-orang berkulit hitam dan coklat."
Protes pada Sabtu itu mencerminkan kemarahan global atas perlakuan polisi terhadap etnis minoritas. Kemarahan dipicu pembunuhan Floyd, seorang warga kulit hitam Amerika pada tanggal 25 Mei, ketika seorang petugas polisi kulit putih menekankan lututnya pada leher Floyd selama hampir sembilan menit sementara rekan-rekannya sesama petugas kepolisian hanya berpangku tangan.
Sumber : Reuters
Baca juga: DPR: WNI di AS jangan turun ke jalan terkait kematian Floyd
Baca juga: 40 kota di AS berlakukan jam malam pascaprotes
Pewarta : Azis Kurmala
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Johnson & Johnson bakal uji klinis vaksin COVID-19 pada 60.000 relawan
21 August 2020 11:01 WIB, 2020
Inggris sempat susun rencana darurat apabila PM Johnson meninggal saat idap COVID-19
03 May 2020 14:43 WIB, 2020