PT GCG siap jalani proses hukum terkait kasus Kebondalem Purwokerto
Senin, 22 Juni 2020 14:15 WIB
Koordinator Tim Kuasa Hukum PT GCG Agoes Djatmiko (kanan) didampingi rekannya, Sukmawan Ari Wibowo menunjukan keterangan tertulis terkait dengan klarifikasi mengenai masalah kawasan pertokoan Kebondalem di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (22/6/2020). ANTARA/Sumarwoto
Purwokerto (ANTARA) - Perseroan Terbatas Graha Cipta Guna (PT GCG) siap menjalani proses hukum terkait dengan kasus kawasan pertokoan Kebondalem, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kata Koordinator Tim Kuasa Hukum PT GCG Agoes Djatmiko.
"Sejak gugatan yang dilayangkan PT GCG (tahun 2007, red.), pihak kami bersikap pasif dan hanya menjalankan semua yang menjadi putusan pengadilan. Berbagai tudingan yang disampaikan pihak luar tidak pernah kami tanggapi, karena kami berprinsip hanya akan mengikuti proses hukum dan menjalankan putusan hukum, hal tersebut kami lakukan untuk menghindari supaya permasalahan Kebondalem tidak dipolitisasi, karena memang ini murni masalah hukum," katanya di Purwokerto, Senin.
Akan tetapi setelah melihat perkembangan masalah Kebondalem akhir-akhir ini, kata dia, pihaknya merasa perlu untuk melakukan klarifikasi terkait dengan pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein yang disampaikan dalam forum resmi berupa Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Banyumas.
Baca juga: Usut kasus Kebondalem, Bareskrim dapat dukungan Aliansi Masyarakat Banyumas
Menurut dia, beberapa hal yang perlu diklarifikasi atas pernyataan Bupati tersebut di antaranya berkaitan dengan gugatan yang diajukan Pemerintah Kabupaten Banyumas.
"Berdasarkan pemberitaan di media, dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Banyumas tersebut, Bupati menyebutkan bahwa gugatan Pemkab terhadap PT GCG disampaikan ke Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto pada tanggal 8 Desember 2019. Namun, pada faktanya kami dari PT GCG baru menerima panggilan sidang gugatan pada tanggal 11 Juni 2020," katanya.
Ia mengatakan pihaknya merasa perlu untuk mengklarifikasi sebab hal itu berhubungan dengan kinerja PN, di mana PN tidak berhak untuk menahan gugatan dalam waktu lama.
"Dalam kasus ini, jika Bupati menyebut sudah daftarkan gugatan pada 8 Desember 2019, artinya gugatan sudah tertahan di PN Purwokerto selama 6 bulan," katanya didampingi anggota Tim Kuasa Hukum PT GCG lainnya, Sukmawan Ari Wibowo.
Selain itu, kata dia, dalam gugatan yang disampaikan Pemkab Banyumas disebutkan bahwa Kesepakatan Bersama 8 Desember 2016 tidak sah karena mengandung cacat kehendak/cacat sepakat berupa kekhilafan (Dwaling).
"Hal tersebut mengundang banyak pertanyaan pada kami, antara lain proses terjadinya kesepakatan dalam waktu yang cukup lama, mengapa sampai terjadi khilaf. Jika Pemkab menyatakan khilaf, bagaimana dengan seluruh pihak yang hadir dalam kesepakatan tersebut, seperti jaksa, pihak PN, dan lainnya, apakah mereka juga dianggap khilaf," katanya.
Agoes mengatakan bagaimana mungkin institusi pemerintah, dalam hal ini Pemkab Banyumas mengambil kebijakan yang pada akhirnya dianggap sebagai sebuah kekhilafan.
Menurut dia, kesepakatan bersama yang digugat untuk dibatalkan oleh pihak Pemkab Banyumas adalah kesepakatan antara Bupati Banyumas dan Direktur Utama PT GCG dalam rangka untuk melaksanakan eksekusi/pelaksanaan Putusan Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt jo Nomor 88/Pdt/2008/Smg jo Nomor 2443 K/Pdt/2008 jo Nomor 530PK/Pdt/2011.
"Sebenarnya dalam kesepakatan tersebut berisikan keringanan-keringanan bagi pihak Pemkab Banyumas, seperti pengurangan denda dan relokasi PKL (Pedagang Kaki Lima), sedangkan mengenai masa pengelolaan dan batas-batas objek pengelolaan mengikuti apa yang telah Pengadilan Negeri Purwokerto tetapkan dalam Berita Acara Ekskusi," jelasnya.
Dengan demikian apabila kesepakatan bersama tersebut dibatalkan, kata dia, konsekuensinya demi hukum kembali kepada bunyi berita acara eksekusi secara utuh, termasuk masalah besarnya ganti rugi dan relokasi PKL.
Menurut dia, hal itu disebabkan pembatalan kesepakatan bersama Bupati Banyumas dan Direktur Utama PT GCG tidak membatalkan Berita Acara Eksekusi Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt jo Nomor 88/Pdt/2008/Smg jo Nomor 2443 K/Pdt/2008 jo Nomor 530PK/Pdt/2011 yang telah disepakati oleh pihak pemohon dan termohon eksekusi.
"Pernyataan Bupati dalam Rapat Paripurna DPRD yang menyebut bahwa aset yang digugat untuk dikembalikan ke Pemkab Banyumas adalah aset di luar objek sengketa hasil perjanjian tanggal 7 Maret 1986. Kami dari PT GCG menyatakan bahwa dalam materi gugatan yang disampaikan PT GCG kepada pihak pengadilan pada tahun 2007 dengan nomor gugatan 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt, objek perjanjian tahun 1980 dan tahun 1982 masuk dalam materi yang dimohonkan, sehingga objek yang dikelola PT GCG sudah sesuai dengan objek yang dimohonkan," katanya.
Menurut dia, Direktur PT GCG beserta kuasa hukumnya tidak pernah menghadiri apalagi memberikan kesepakatan menyangkut hasil pengukuran ulang lahan Kebondalem.
Bahkan atas surat permohonan Bupati Banyumas untuk menghadiri pengukuran ulang yang dilakukan oleh Pemkab Banyumas, kata dia, Direktur PT GCG telah memberikan jawaban yang intinya tidak bisa menghadiri acara tersebut dengan berbagai dasar pertimbangan.
"Terkait dengan laporan Pemkab Banyumas ke Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, pihak PT GCG tidak tahu apa yang dilaporkan tersebut,
apakah menyangkut masalah administrasi, tingkah laku, atau sikap hakim. Yang pasti, putusan Badan Pengawas atas pelanggaran kode etik hakim bersifat administratif, internal, dan nonyudisial, artinya tidak berakibat hukum baik terhadap pihak yang berperkara maupun terhadap produk-produk yudisial yang telah dibuat oleh MA melalui proses peradilan, sehingga putusan Bawas MA RI tersebut tidak berakibat hukum terhadap putusan dan Berita Acara Eksekusi terkait Kebondalem," katanya.
Baca juga: Diperintah BPK, Pemkab ukur ulang lahan Ruko Kebondalem Purwokerto
"Sejak gugatan yang dilayangkan PT GCG (tahun 2007, red.), pihak kami bersikap pasif dan hanya menjalankan semua yang menjadi putusan pengadilan. Berbagai tudingan yang disampaikan pihak luar tidak pernah kami tanggapi, karena kami berprinsip hanya akan mengikuti proses hukum dan menjalankan putusan hukum, hal tersebut kami lakukan untuk menghindari supaya permasalahan Kebondalem tidak dipolitisasi, karena memang ini murni masalah hukum," katanya di Purwokerto, Senin.
Akan tetapi setelah melihat perkembangan masalah Kebondalem akhir-akhir ini, kata dia, pihaknya merasa perlu untuk melakukan klarifikasi terkait dengan pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein yang disampaikan dalam forum resmi berupa Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Banyumas.
Baca juga: Usut kasus Kebondalem, Bareskrim dapat dukungan Aliansi Masyarakat Banyumas
Menurut dia, beberapa hal yang perlu diklarifikasi atas pernyataan Bupati tersebut di antaranya berkaitan dengan gugatan yang diajukan Pemerintah Kabupaten Banyumas.
"Berdasarkan pemberitaan di media, dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Banyumas tersebut, Bupati menyebutkan bahwa gugatan Pemkab terhadap PT GCG disampaikan ke Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto pada tanggal 8 Desember 2019. Namun, pada faktanya kami dari PT GCG baru menerima panggilan sidang gugatan pada tanggal 11 Juni 2020," katanya.
Ia mengatakan pihaknya merasa perlu untuk mengklarifikasi sebab hal itu berhubungan dengan kinerja PN, di mana PN tidak berhak untuk menahan gugatan dalam waktu lama.
"Dalam kasus ini, jika Bupati menyebut sudah daftarkan gugatan pada 8 Desember 2019, artinya gugatan sudah tertahan di PN Purwokerto selama 6 bulan," katanya didampingi anggota Tim Kuasa Hukum PT GCG lainnya, Sukmawan Ari Wibowo.
Selain itu, kata dia, dalam gugatan yang disampaikan Pemkab Banyumas disebutkan bahwa Kesepakatan Bersama 8 Desember 2016 tidak sah karena mengandung cacat kehendak/cacat sepakat berupa kekhilafan (Dwaling).
"Hal tersebut mengundang banyak pertanyaan pada kami, antara lain proses terjadinya kesepakatan dalam waktu yang cukup lama, mengapa sampai terjadi khilaf. Jika Pemkab menyatakan khilaf, bagaimana dengan seluruh pihak yang hadir dalam kesepakatan tersebut, seperti jaksa, pihak PN, dan lainnya, apakah mereka juga dianggap khilaf," katanya.
Agoes mengatakan bagaimana mungkin institusi pemerintah, dalam hal ini Pemkab Banyumas mengambil kebijakan yang pada akhirnya dianggap sebagai sebuah kekhilafan.
Menurut dia, kesepakatan bersama yang digugat untuk dibatalkan oleh pihak Pemkab Banyumas adalah kesepakatan antara Bupati Banyumas dan Direktur Utama PT GCG dalam rangka untuk melaksanakan eksekusi/pelaksanaan Putusan Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt jo Nomor 88/Pdt/2008/Smg jo Nomor 2443 K/Pdt/2008 jo Nomor 530PK/Pdt/2011.
"Sebenarnya dalam kesepakatan tersebut berisikan keringanan-keringanan bagi pihak Pemkab Banyumas, seperti pengurangan denda dan relokasi PKL (Pedagang Kaki Lima), sedangkan mengenai masa pengelolaan dan batas-batas objek pengelolaan mengikuti apa yang telah Pengadilan Negeri Purwokerto tetapkan dalam Berita Acara Ekskusi," jelasnya.
Dengan demikian apabila kesepakatan bersama tersebut dibatalkan, kata dia, konsekuensinya demi hukum kembali kepada bunyi berita acara eksekusi secara utuh, termasuk masalah besarnya ganti rugi dan relokasi PKL.
Menurut dia, hal itu disebabkan pembatalan kesepakatan bersama Bupati Banyumas dan Direktur Utama PT GCG tidak membatalkan Berita Acara Eksekusi Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt jo Nomor 88/Pdt/2008/Smg jo Nomor 2443 K/Pdt/2008 jo Nomor 530PK/Pdt/2011 yang telah disepakati oleh pihak pemohon dan termohon eksekusi.
"Pernyataan Bupati dalam Rapat Paripurna DPRD yang menyebut bahwa aset yang digugat untuk dikembalikan ke Pemkab Banyumas adalah aset di luar objek sengketa hasil perjanjian tanggal 7 Maret 1986. Kami dari PT GCG menyatakan bahwa dalam materi gugatan yang disampaikan PT GCG kepada pihak pengadilan pada tahun 2007 dengan nomor gugatan 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt, objek perjanjian tahun 1980 dan tahun 1982 masuk dalam materi yang dimohonkan, sehingga objek yang dikelola PT GCG sudah sesuai dengan objek yang dimohonkan," katanya.
Menurut dia, Direktur PT GCG beserta kuasa hukumnya tidak pernah menghadiri apalagi memberikan kesepakatan menyangkut hasil pengukuran ulang lahan Kebondalem.
Bahkan atas surat permohonan Bupati Banyumas untuk menghadiri pengukuran ulang yang dilakukan oleh Pemkab Banyumas, kata dia, Direktur PT GCG telah memberikan jawaban yang intinya tidak bisa menghadiri acara tersebut dengan berbagai dasar pertimbangan.
"Terkait dengan laporan Pemkab Banyumas ke Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, pihak PT GCG tidak tahu apa yang dilaporkan tersebut,
apakah menyangkut masalah administrasi, tingkah laku, atau sikap hakim. Yang pasti, putusan Badan Pengawas atas pelanggaran kode etik hakim bersifat administratif, internal, dan nonyudisial, artinya tidak berakibat hukum baik terhadap pihak yang berperkara maupun terhadap produk-produk yudisial yang telah dibuat oleh MA melalui proses peradilan, sehingga putusan Bawas MA RI tersebut tidak berakibat hukum terhadap putusan dan Berita Acara Eksekusi terkait Kebondalem," katanya.
Baca juga: Diperintah BPK, Pemkab ukur ulang lahan Ruko Kebondalem Purwokerto
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Usut kasus Kebondalem, Bareskrim dapat dukungan Aliansi Masyarakat Banyumas
26 September 2019 14:22 WIB, 2019
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kos-kosan di Kelurahan Mewek Purbalingga jadi lokasi prostitusi daring, polisi tangkap dua orang
13 November 2024 15:16 WIB