Petani Ngablak Magelang dibekali pengetahuan cuaca dan iklim
Senin, 3 Agustus 2020 17:54 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menanam tomat pada pembukaan sekolah lapang iklim di Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. ANTARA/Heru Suyitno
Magelang (ANTARA) - Sejumlah petani di Kecamatan Ngablak dibekali pengetahuan cuaca dan iklim dalam sekolah lapang iklim (SLI) yang diselenggarakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Desa Jogoyasan di lereng Gunung Andong, Kabupaten Magelang.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Magelang, Senin, mengatakan SLI merupakan kegiatan praktik bersama antara BMKG dengan petani untuk memahami cuaca dan iklim agar petani mampu menyiasati jenis tanaman yang tepat saat musim kemarau ini.
Ia menyampaikan hal tersebut usai menanam tomat pada pembukaan SLI di Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Baca juga: Pandemi, nilai tukar petani malah naik 0,49 persen
"Saat ini sudah musim kemarau, curah hujan sudah sangat berkurang tetapi kondisi jenis tanam yang paling tepat serta kapan mulai menanamnya sehingga penting memahami cuaca dan iklim agar petani dan penyuluh bisa memilih waktu tanam yang tepat, jenis dan pola tanamnya bagaimana," katanya.
Ia menyampaikan tujuan kegiatan ini adalah agar produksi panen petani lebih tahan, lebih tangguh terhadap fenomena cuaca dan iklim yang akhir-akhir ini semakin tidak terduga.
"Sepertri ada salah mongso (musim), musim kemarau tiba-tiba hujan deras, saat musim hujan tiba-tiba kering. Semua itu bisa diprediksi, bisa diprakirakan dan informasi-informnasi tentang prediksi cuaca itu atau pun peringatan dini cuaca ekstrem dapat diterima seketika jauh sebelum kejadian ekstrem oleh para petani dan penyuluh petani," katanya.
Ia menuturkan dengan mengetahui sebelum kejadian khususnya cuaca dan iklim, tanaman yang cocok sudah bisa disiapkan.
Ia mencontohkan kalau seminggu lagi akan terjadi kekeringan ekstrem apa yang harus disiapkan sekarang atau sebaliknya seminggu lagi dari BMKG menginformasikan seminggu lagi akan terjadi hujan ekstrem, hal itu bisa diketahui oleh petani sehingga bisa disiapkan apa yang harus dilakukan.
"Hal itu dapat diketahui dari aplikasi info BMKG, suhunya berapa, hujannya bagaimana, kecepatan anginnya bagaimana, semua akan bisa diketahui dan inilah yang diajarkan kepada para petani dan penyuluh petani agar mereka nanti bisa memiliki pengetahuan tentang cuaca dan iklim," katanya.
Koordinator BMKG Jawa Tengah Tuban Wiyoso mengatakan kegiatan SLI ini terselenggara atas kerja sama BMKG dengan Pemkab Magelang dan anggota Komisi V DPR RI Sudjadi.
Ia menyampaikan latar belakang kegiatan ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan khususnya padi, jagung, kedelai (pajale) yang pada perkembangannya meluas ke hortikultura melalui peningkatan pengetahuan iklim dan cuaca.
Menurut Tuban tujuan SLI ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan informasi iklim cuaca untuk keperluan pertanian, memasyarakatkan SLI kepada kelompok tani sehingga pengetahuan dan keterampilan petani dalam cuaca dan iklim bisa ditingkatkan dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari.
Selain itu, petani dan petugas pertanian mampu melakukan adaptasi terhadap usaha pertanian apabila terjadi cuaca atau iklim ekstrem seperti banjir dan kekeringan.
"Kegiatan ini diikuti 30 peserta, terdiri atas 27 petani dan tiga PPL dari enam desa di Kecamatan Ngablak. Metode dilaksanakan dengan interaktif dan praktik langsung di lapangan dengan mempertimbangkan protokol kesehatan juga melalui tatap muka secara virtual," katanya.
Baca juga: MTCC: Produksi tembakau belum seimbang dengan kesejahteraan petani
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Magelang, Senin, mengatakan SLI merupakan kegiatan praktik bersama antara BMKG dengan petani untuk memahami cuaca dan iklim agar petani mampu menyiasati jenis tanaman yang tepat saat musim kemarau ini.
Ia menyampaikan hal tersebut usai menanam tomat pada pembukaan SLI di Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Baca juga: Pandemi, nilai tukar petani malah naik 0,49 persen
"Saat ini sudah musim kemarau, curah hujan sudah sangat berkurang tetapi kondisi jenis tanam yang paling tepat serta kapan mulai menanamnya sehingga penting memahami cuaca dan iklim agar petani dan penyuluh bisa memilih waktu tanam yang tepat, jenis dan pola tanamnya bagaimana," katanya.
Ia menyampaikan tujuan kegiatan ini adalah agar produksi panen petani lebih tahan, lebih tangguh terhadap fenomena cuaca dan iklim yang akhir-akhir ini semakin tidak terduga.
"Sepertri ada salah mongso (musim), musim kemarau tiba-tiba hujan deras, saat musim hujan tiba-tiba kering. Semua itu bisa diprediksi, bisa diprakirakan dan informasi-informnasi tentang prediksi cuaca itu atau pun peringatan dini cuaca ekstrem dapat diterima seketika jauh sebelum kejadian ekstrem oleh para petani dan penyuluh petani," katanya.
Ia menuturkan dengan mengetahui sebelum kejadian khususnya cuaca dan iklim, tanaman yang cocok sudah bisa disiapkan.
Ia mencontohkan kalau seminggu lagi akan terjadi kekeringan ekstrem apa yang harus disiapkan sekarang atau sebaliknya seminggu lagi dari BMKG menginformasikan seminggu lagi akan terjadi hujan ekstrem, hal itu bisa diketahui oleh petani sehingga bisa disiapkan apa yang harus dilakukan.
"Hal itu dapat diketahui dari aplikasi info BMKG, suhunya berapa, hujannya bagaimana, kecepatan anginnya bagaimana, semua akan bisa diketahui dan inilah yang diajarkan kepada para petani dan penyuluh petani agar mereka nanti bisa memiliki pengetahuan tentang cuaca dan iklim," katanya.
Koordinator BMKG Jawa Tengah Tuban Wiyoso mengatakan kegiatan SLI ini terselenggara atas kerja sama BMKG dengan Pemkab Magelang dan anggota Komisi V DPR RI Sudjadi.
Ia menyampaikan latar belakang kegiatan ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan khususnya padi, jagung, kedelai (pajale) yang pada perkembangannya meluas ke hortikultura melalui peningkatan pengetahuan iklim dan cuaca.
Menurut Tuban tujuan SLI ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan informasi iklim cuaca untuk keperluan pertanian, memasyarakatkan SLI kepada kelompok tani sehingga pengetahuan dan keterampilan petani dalam cuaca dan iklim bisa ditingkatkan dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari.
Selain itu, petani dan petugas pertanian mampu melakukan adaptasi terhadap usaha pertanian apabila terjadi cuaca atau iklim ekstrem seperti banjir dan kekeringan.
"Kegiatan ini diikuti 30 peserta, terdiri atas 27 petani dan tiga PPL dari enam desa di Kecamatan Ngablak. Metode dilaksanakan dengan interaktif dan praktik langsung di lapangan dengan mempertimbangkan protokol kesehatan juga melalui tatap muka secara virtual," katanya.
Baca juga: MTCC: Produksi tembakau belum seimbang dengan kesejahteraan petani
Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Tim dosen Unsoed dampingi petani stroberi bikin pupuk-pestisida ramah lingkungan
12 October 2024 15:38 WIB
Pengembangan Biomassa PLN di Tasikmalaya dikelola masyarakat, didukung pemerintah
30 September 2024 10:54 WIB
Terpopuler - Bisnis
Lihat Juga
SuperApp BYOND by BSI Resmi Diluncurkan! Hadirkan Layanan Komprehensif yang Semakin Nyaman & Aman Diakses
11 November 2024 20:03 WIB