PM Jepang minta maaf usai pejabat kunjungi kelab malam
Rabu, 27 Januari 2021 14:33 WIB
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga berbicara pada rapat mengenai markas pengendalian infeksi virus corona (COVID-19) di kantor perdana menteri di Tokyo, Jepang, Jumat (22/1/2021). ANTARA FOTO/Kazuhiro Nogi/Pool via REUTERS/HP/djo
Tokyo (ANTARA) - Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menyampaikan permintaan maaf pada Rabu usai sejumlah pejabat parlemen dari koalisinya mengunjungi kelab-kelab malam, meski pemerintah telah menyerukan agar masyarakat menghindari bepergian kecuali untuk urusan yang penting guna menekan penyebaran COVID-19.
Kabar ini menjadi gangguan lain bagi Suga, yang tingkat persetujuannya telah menurun akibat ketidakpuasan terkait upaya penanganan pandemi, yang disebut para kritikus terlalu lambat dan tidak konsisten.
"Saya sungguh meminta maaf karena ini terjadi di kala kami meminta orang-orang untuk tidak makan di luar selepas pukul 8 malam dan untuk menghindari bepergian yang tidak penting dan tidak mendesak," kata Suga pada parlemen.
"Setiap anggota parlemen seharusnya mengambil sikap untuk mendapatkan pemahaman publik."
Bulan ini, Jepang mengeluarkan status darurat di Tokyo dan sejumlah area lain untuk meredam lonjakan drastis kasus COVID-19. Langkah tersebut mencakup kebijakan yang mengharuskan restoran dan bar untuk tutup pada pukul 8 malam namun saat ini tak ada penalti yang berlaku bagi mereka yang tidak mematuhi aturan itu.
"Sikap saya ceroboh, di kala kami meminta orang-orang untuk bersabar," kata seorang anggota parlemen senior dari Partai Demokratik Liberal yang berkuasa, Jun Matsumoto, kepada wartawan.
Matsumoto memberikan pernyataan itu menyusul laporan majalah Daily Shincho yang menyebut dia telah mengunjungi dua kelab malam di Ginza, yang merupakan area elit di Tokyo, setelah makan di sebuah restoran Italia pada Senin.
Kiyohiko Toyama, seorang anggota parlemen dari mitra junior koalisi Komeito, juga meminta maaf usai tabloid Shukan Bunshun melaporkan dia telah mengunjungi sebuah kelab malam mewah di Ginza hingga larut malam pada Jumat.
Para pengguna Twitter menyuarakan rasa frustrasi mereka.
"Hanya masalah waktu sebelum kemarahan publik memuncak. Saya tidak mau pembayaran tunai sebesar 100.000 yen (sekitar 13,5 juta rupiah). Saya mau mereka berhenti!" kata salah satu pengguna.
"Mereka sungguh bodoh. Apakah mereka tidak memikirkan apa yang mereka lakukan dan bagaimana publik melihat mereka? Jika tidak, mereka tidak memenuhi syarat untuk menjadi wakil rayat," seru pengguna lain.
Sumber: Reuters
Kabar ini menjadi gangguan lain bagi Suga, yang tingkat persetujuannya telah menurun akibat ketidakpuasan terkait upaya penanganan pandemi, yang disebut para kritikus terlalu lambat dan tidak konsisten.
"Saya sungguh meminta maaf karena ini terjadi di kala kami meminta orang-orang untuk tidak makan di luar selepas pukul 8 malam dan untuk menghindari bepergian yang tidak penting dan tidak mendesak," kata Suga pada parlemen.
"Setiap anggota parlemen seharusnya mengambil sikap untuk mendapatkan pemahaman publik."
Bulan ini, Jepang mengeluarkan status darurat di Tokyo dan sejumlah area lain untuk meredam lonjakan drastis kasus COVID-19. Langkah tersebut mencakup kebijakan yang mengharuskan restoran dan bar untuk tutup pada pukul 8 malam namun saat ini tak ada penalti yang berlaku bagi mereka yang tidak mematuhi aturan itu.
"Sikap saya ceroboh, di kala kami meminta orang-orang untuk bersabar," kata seorang anggota parlemen senior dari Partai Demokratik Liberal yang berkuasa, Jun Matsumoto, kepada wartawan.
Matsumoto memberikan pernyataan itu menyusul laporan majalah Daily Shincho yang menyebut dia telah mengunjungi dua kelab malam di Ginza, yang merupakan area elit di Tokyo, setelah makan di sebuah restoran Italia pada Senin.
Kiyohiko Toyama, seorang anggota parlemen dari mitra junior koalisi Komeito, juga meminta maaf usai tabloid Shukan Bunshun melaporkan dia telah mengunjungi sebuah kelab malam mewah di Ginza hingga larut malam pada Jumat.
Para pengguna Twitter menyuarakan rasa frustrasi mereka.
"Hanya masalah waktu sebelum kemarahan publik memuncak. Saya tidak mau pembayaran tunai sebesar 100.000 yen (sekitar 13,5 juta rupiah). Saya mau mereka berhenti!" kata salah satu pengguna.
"Mereka sungguh bodoh. Apakah mereka tidak memikirkan apa yang mereka lakukan dan bagaimana publik melihat mereka? Jika tidak, mereka tidak memenuhi syarat untuk menjadi wakil rayat," seru pengguna lain.
Sumber: Reuters
Pewarta : Aria Cindyara
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kasus COVID-19 ditemukan di Batang, pemkab imbau warga terapkan protokol kesehatan
24 December 2023 14:44 WIB