Semarang (ANTARA) - BPJS Kesehatan menciptakan Program BPJS Kesehatan Mendengar guna menjaring dan mengajak para stakeholders JKN-KIS memberikan masukan, menyuarakan aspriasinya, dan saran untuk meningkatkan mutu layanan dan mendongkrak kepuasan peserta JKN-KIS.

"BPJS Kesehatan Mendengar ini membantu kami melakukan pemetaan kebutuhan stakeholders untuk kami jadikan evaluasi, masukan, dan acuan dalam mengelola Program JKN-KIS lima tahun ke depan. Bahkan tidak menutup kemungkinan bila suara mereka akan menjadi sasaran strategis jangka panjang BPJS Kesehatan," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dalam acara konferensi pers kick off BPJS Kesehatan Mendengar secara virtual, Senin.

Ikut aktif dalam forum sekaligus memberikan pemaparan yakni Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono dan Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Achmad Yurianto. 

Program BPJS Kesehatan Mendengar, lanjut Ghufron, merupakan salah satu upaya optimalisasi sinergi lintas sektoral dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, tenaga medis, pemberi kerja, asosiasi fasilitas kesehatan, organisasi profesi, akademisi, pakar, dan stakeholders JKN-KIS lainnya.

Ghufron menjelaskan BPJS Kesehatan Mendengar akan menggunakan tiga metode yaitu melalui pertemuan offline atau kunjungan langsung ke pemangku kepentingan, melalui pertemuan online, serta melalui e-form, yakni formulir elektronik yang akan diedarkan BPJS Kesehatan untuk diisi oleh para pemangku kepentingan.

"Hasil kegiatan tersebut selanjutnya akan dikompilasi dan menjadi masukan bagi penyusunan strategi organisasi. Di samping itu, masukan tersebut juga akan kami manfaatkan untuk mengembangkan inovasi dalam rangka peningkatan mutu layanan, kepuasan peserta serta menjaga keberlangsungan Program JKN-KIS," kata Ghufron.

Menurutnya, berdasarkan pemetaan yang dilakukan BPJS Kesehatan, stakeholders yang menjadi prioritas utama untuk dikelola secara intensif adalah mereka yang memiliki wewenang besar serta kepentingan tinggi terhadap organisasi.

Mereka yang memiliki wewenang besar serta kepentingan tinggi terhadap organisasi di antaranya, peserta JKN-KIS, fasilitas kesehatan, dan pemerintah seperti Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Kejaksaan Republik Indonesia, dan sebagainya.

Direktur Pengawasan, Pemeriksaan, dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan Mundiharno selaku pengarah kegiatan BPJS Kesehatan Mendengar mengatakan kegiatan tersebut diharapkan mempererat jalinan komunikasi yang lebih baik lagi antara BPJS Kesehatan dengan berbagai stakeholders, yang pada akhirnya diharapkan dapat makin memperkuat ekosistem penyelenggaraan JKN-KIS ke depan.

"Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dengan berbagai stakeholders, diharapkan ekosistem JKN-KIS dapat lebih kondusif dan pada akhirnya Program JKN-KIS dapat dilaksanakan lebih baik lagi. Untuk itu kepada seluruh jajaran BPJS Kesehatan kami menekankan tentang pentingnya mendengar suara publik; mendengar dengan empati untuk memahami dan mengerti, bukan sekedar mendengar untuk menjawab dengan kata-kata," katanya.

Pemikiran dan masukan, lanjut Mundiharno, menjadi hal yang sangat penting karena Program JKN-KIS merupakan program nasional yang dalam pelaksanaannya perlu dukungan dari berbagai stakeholders, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan ada sejumlah upaya yang harus dilakukan untuk menjaga sustainabilitas Program JKN-KIS antara lain dengan menyesuaikan besaran iuran, redefinisi paket manfaat JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap standar, peningkatan kepatuhan pembayaran iuran (khususnya dari sektor informal atau Pekerja Bukan Penerima Upah/PBPU), dan perbaikan tata kelola JKN.

Dalam hal keadilan dan mutu layanan, kata Dante, juga diperlukan penambahan fasilitas kesehatan di daerah, penguatan mutu layanan, serta penguatan manfaat promotif preventif di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Kementerian Kesehatan, katanya, berperan sebagai regulator sistem dan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Segala peraturan terkait JKN-KIS perlu diharmonisasikan dengan peraturan Presiden, Kementerian Kesehatan, dan Dinas Kesehatan, agar sesuai dengan kerangka pembangunan kesehatan.

"Kami juga siap bersinergi dengan BPJS Kesehatan untuk menguatkan kerja sama dalam peningkatan akses fasilitas pelayanan, sustainabilitas finansial, integrasi data, dan hal prioritas nasional lainnya, seperti vaksinasi COVID-19. Kami dari Kementerian Kesehatan sangat mendukung Program JKN-KIS,” kata Dante.