FT UNS kembangkan selang alat bantu pernapasan bagi pasien COVID-19
Sabtu, 17 Juli 2021 21:52 WIB
Konsep desain nasal cannula yang dikembangkan oleh FT UNS. ANTARA/HO-Humas UNS
Solo (ANTARA) - Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengembangkan desain selang alat bantu pernapasan atau nasal cannula untuk penanganan pasien COVID-19.
Ketua Tim Produksi Nasal Cannula, Ubaidillah, di Solo, Sabtu, mengatakan saat ini produksi alat bantu pernapasan pada lubang hidung tersebut merupakan hasil kerja sama antara Laboratorium Getaran Program Studi (Prodi) Teknik Mesin FT UNS dengan RSUD dr Moewardi dicetak dengan menggunakan printer tiga dimensi.
Menurut dia, selama ini rumah sakit tersebut mengalami kelebihan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat dari kapasitas yang tersedia. Kondisi tersebut berdampak pada minimnya stok nasal cannula yang merupakan komponen high flow nasal cannula (HFNC).
Selain itu, dikatakannya, RSUD dr Moewardi juga terkendala suplai komponen nasal cannula yang terganggu dan sering terlambat, ditambah dengan tingginya penggunaan alat tersebut.
"Penanganan pasien menjadi tidak lancar karena ketersediaan alat terapi tidak sebanding dengan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat. HFNC ini memerlukan komponen nasal cannula tipe aliran tinggi yang terpasang di hidung pasien," katanya.
Menurut dia, dalam penanganan pasien COVID-19, HFNC digunakan sebagai alat untuk mengirimkan oksigen tambahan atau meningkatkan aliran udara dengan laju aliran sekitar 30- 90 l/menit.
"Nasal cannula yang biasa tidak bisa digunakan untuk laju aliran 30-90 l/menit. Berdasarkan hasil simulasi aliran fluida dari HFNC pada simulasi yang didesain normal didapatkan hasil bahwa kecepatan dan tekanan di kedua outlet memiliki nilai yang berbeda," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, proses produksi yang dilakukan tim produksi tersebut dapat menjawab keterbatasan jumlah "nasal cannula" dengan pembuatan molding atau cetakan dari nasal cannula.
"Dengan molding ini, pembuatan 'nasal cannula' yang menggunakan teknik 'plastic injection molding' dapat menghasilkan alat dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang relatif cepat," katanya.
Ia mengatakan kelebihan yang diberikan oleh "nasal cannula" dan pembuatan molding, yakni "nasal cannula" bukan hanya untuk pasien COVID-19 tetapi juga dapat digunakan untuk pasien yang mempunyai diagnosa penyakit paru obstruktif kronik, "restrictive thoracic diseases" (RTD), "obesity hypoventilation syndrome 5", deformitas dinding dada, penyakit neuromuskular, dan "decompensated obstructive sleep apnea".
"Selain itu, dengan adanya molding dari 'nasal cannula', proses produksi dari alat tersebut menjadi meningkat," katanya.
Selain Ubaidillah, beberapa anggota lain dalam tim produksi tersebut yakni Aditya Rio Prabowo, Didik Djoko Susilo, Wibowo, dan Dharu Feby Smaradhana.
Ketua Tim Produksi Nasal Cannula, Ubaidillah, di Solo, Sabtu, mengatakan saat ini produksi alat bantu pernapasan pada lubang hidung tersebut merupakan hasil kerja sama antara Laboratorium Getaran Program Studi (Prodi) Teknik Mesin FT UNS dengan RSUD dr Moewardi dicetak dengan menggunakan printer tiga dimensi.
Menurut dia, selama ini rumah sakit tersebut mengalami kelebihan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat dari kapasitas yang tersedia. Kondisi tersebut berdampak pada minimnya stok nasal cannula yang merupakan komponen high flow nasal cannula (HFNC).
Selain itu, dikatakannya, RSUD dr Moewardi juga terkendala suplai komponen nasal cannula yang terganggu dan sering terlambat, ditambah dengan tingginya penggunaan alat tersebut.
"Penanganan pasien menjadi tidak lancar karena ketersediaan alat terapi tidak sebanding dengan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat. HFNC ini memerlukan komponen nasal cannula tipe aliran tinggi yang terpasang di hidung pasien," katanya.
Menurut dia, dalam penanganan pasien COVID-19, HFNC digunakan sebagai alat untuk mengirimkan oksigen tambahan atau meningkatkan aliran udara dengan laju aliran sekitar 30- 90 l/menit.
"Nasal cannula yang biasa tidak bisa digunakan untuk laju aliran 30-90 l/menit. Berdasarkan hasil simulasi aliran fluida dari HFNC pada simulasi yang didesain normal didapatkan hasil bahwa kecepatan dan tekanan di kedua outlet memiliki nilai yang berbeda," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, proses produksi yang dilakukan tim produksi tersebut dapat menjawab keterbatasan jumlah "nasal cannula" dengan pembuatan molding atau cetakan dari nasal cannula.
"Dengan molding ini, pembuatan 'nasal cannula' yang menggunakan teknik 'plastic injection molding' dapat menghasilkan alat dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang relatif cepat," katanya.
Ia mengatakan kelebihan yang diberikan oleh "nasal cannula" dan pembuatan molding, yakni "nasal cannula" bukan hanya untuk pasien COVID-19 tetapi juga dapat digunakan untuk pasien yang mempunyai diagnosa penyakit paru obstruktif kronik, "restrictive thoracic diseases" (RTD), "obesity hypoventilation syndrome 5", deformitas dinding dada, penyakit neuromuskular, dan "decompensated obstructive sleep apnea".
"Selain itu, dengan adanya molding dari 'nasal cannula', proses produksi dari alat tersebut menjadi meningkat," katanya.
Selain Ubaidillah, beberapa anggota lain dalam tim produksi tersebut yakni Aditya Rio Prabowo, Didik Djoko Susilo, Wibowo, dan Dharu Feby Smaradhana.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024