Banyumas (ANTARA) - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Berkah Soka Mandiri, Desa Sokaraja Kulon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggandeng Green Prosa dalam rangka pengolahan sampah organik dan pembudidayaan maggot di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Sokaraja Kulon.

"Kerja samanya dalam pengolahan sampah organik yang diuraikan oleh maggot," kata Ketua BUMDes Berkah Soka Mandiri Agus Kurniawan usai penandatanganan nota kerja sama dengan Green Prosa di Balai Desa Sokaraja Kulon, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Senin.

Ia mengaku beruntung karena pihaknya mendapat mandat untuk mengelola manajemen TPST Sokaraja Kulon yang merupakan hibah pemerintah pusat melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas.

Menurut dia, pihaknya telah lepas dari pendampingan sejak TPST Sokaraja Kulon resmi dioperasikan pada awal bulan Februari 2021.

"Alhamdulillah kami bisa mandiri dan bersyukur sekali dalam tiga bulan berjalan setelah pendampingan, ini di luar ekspektasi kami karena bisa bekerja sama dengan Green Prosa karena sudah bisa setingkat lebih tinggi. Berdasarkan informasi dari Mas Gilang (Pimpinan Green Prosa Arky Gilang Wahab, red.) TPST kami dijadikan pilot project untuk pengelolaan sampah organik," katanya.

Sementara itu, Pimpinan Green Prosa Arky Gilang Wahab mengatakan kerja sama dengan BUMDes Berkah Soka Mandiri berawal dari diskusi yang dia lakukan bersama DLH Kabupaten Banyumas terkait dengan penyelesaian sampah organik di Banyumas yang rata-rata volumenya mencapai 50 persen dari timbunan sampah yang ada.

"Sesuai dengan program Kabupaten Banyumas itu Dinas Lingkungan Hidup akan membuat hanggar-hanggar sampah TPST 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Artinya, pilot project pertama kami membuat sistem terintegrasi dengan TPST di Sokaraja Kulon untuk menyelesaikan separuh dari timbulan sampah yang ada di situ, yakni sampah organiknya," katanya. Ketua BUMDes Berkah Soka Mandiri Agus Kurniawan (dua dari kiri) dan Pimpinan Green Prosa Arky Gilang Wahab (tiga dari kiri) menunjukkan nota kerja sama budi daya maggot yang baru ditandatangani di Balai Desa Sokaraja Kulon, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Senin (16/8/2021). ANTARA/Sumarwoto

Dalam hal ini, kata dia, DLH Kabupaten Banyumas menargetkan minimal 20 ton sampah per hari untuk satu hanggar dan pihaknya akan menyelesaikan separuhnya melalui budi daya maggot.

Menurut dia, ada dua produk yang dapat dihasilkan melalui pengolahan sampah organik tersebut, yakni maggot yang dapat jadikan pakan ternak atau ikan dan pupuk organik hasil penguraian maggot.

"Kami juga telah menduplikasi ini di hanggar TPST Karangcegak, Kecamatan Sumbang, Banyumas. Di Sokaraja Kulon dengan posisi (sampah) empat dump truck (truk jungkit, red.) per hari dan Karangcegak sekitar delapan sampai sembilan dump truck per hari, itu separuhnya organik, kami olah," katanya.

Lebih lanjut, Arky mengatakan produk akhir dari pengolahan sampah organik tersebut berupa maggot hidup (basah, red.), maggot kering, dan pupuk organik yang biasa dikenal dengan sebutan kasgot (bekas maggot, red.).

Menurut dia, pihaknya selama ini telah bekerja sama dengan kelompok pembudi daya ikan yang memanfaatkan maggot hidup untuk pakan ikan khususnya bawal dan lele.

"Kita semua telah tahu bahwa harga pelet (pakan ikan, red.) saat sekarang tergolong tinggi karena mencapai kisaran Rp13.000-Rp14.000 per kilogram. Kalau maggot basah, kami lepas dengan harga berkisar Rp5.000-Rp6.000 per kilogram, sehingga sangat membantu petani pembudi daya ikan," katanya.

Sementara untuk maggot kering, dia mengakui jika sebelumnya, pihaknya bersama beberapa rekannya sempat mengekspor maggot kering ke sejumlah negara, namun saat ini lebih fokus ke pasar dalam negeri khususnya Jabodetabek dan Indonesia timur dengan harga jual berkisar Rp40.000-Rp50.000 per kilogram.

Akan tetapi untuk kasgot, kata dia, pihaknya sementara ini masih melakukan demontrasi plot (demplot) dengan menggandeng sejumlah kelompok tani maupun gabungan kelompok tani dalam rangka uji coba budi daya pertanian menggunakan pupuk organik.

"Hingga saat ini, produksi maggot basah kami berkisar 6-7 kuintal per hari. Itu belum termasuk produksi dari Sokaraja Kulon dan Karangcegak," katanya.

Dari volume produksi tersebut, kata dia, sekitar 3 kuintal di antaranya dijual dalam bentuk maggot basah, sisanya dijadikan maggot kering dengan hasil sebesar 2 kuintal karena terjadi penyusutan.

Ia mengaku saat ini pihaknya sedang melakukan riset untuk memroduksi pelet dari maggot.