"Dalam hati, kita tetap mengakui ini peran PKB. Hampir setiap pengasuh pesantren yang ketemu saya, ada yang dalam hati, berbisik ini peran PKB. Mudah- mudahan PKB tetap mengawal pelaksanaannya, dan NU bisa memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan dana yang kita terima dari APBN," kata Rois Syuriah PWNU Jateng Kiai Haji Ubaidillah Shodaqoh di Semarang, Senin.
Ia menyebut terbitnya UU Pesantren yang diinisiasi Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar itu sebagai sebuah nikmat karena pada Pasal 23 disebutkan pemerintah menyediakan dana abadi untuk ponpes.
"Tentunya ini nikmat karena perdebatannya sudah panjang," ujarnya.
Menurut dia, ponpes menjadi kerangka sistem pendidikan dengan UU sehingga pemerintah berkewajiban membantu pendanaan ponpes, namun ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan dari dana tersebut.
"Pertanyaan pertama, apakah bisa akuntabel? Nah Fraksi PKB bisa ke ponpes untuk mendampingi pelaksanaan keuangan di ponpes," katanya.
Gus Ubaid juga menyinggung pertanyaan sebagian pihak soal kemandirian ponpes akibat adanya dana abadi tersebut.
"Ini bukan soal kemandirian, ini adalah hak bagi pesantren yang sudah berkorban panjang, terutama stabilitas. Masyarakatnya jadi tentrem," ujarnya.
Baca juga: Jateng susun perda tindak lanjuti Perpres Pendanaan Pesantren
Kendati demikian, dirinya mengakui tetap ada risiko dari sebuah kenikmatan sehingga semua harus berhati-hati, terutama soal akuntabilitas.
Ketua DPW PKB Jateng Kiai Haji M Yusuf Chudlori mengatakan UU Pesantren ini tidak lepas dari perjuangan panjang yang diinisiasi Ketua Umum PKB dimulai dari diskusi sejarah perjuangan NU dalam menegakkan NKRI kemudian peran para kiai NU terhadap negara.
"Maka muncullah kirab resolusi jihad untuk memperingati rentetan sejarah peristiwa 10 November," katanya.
Momentum itu, jelas Gus Yusuf, terus berlanjut dengan mengusulkan Hari Santri yang kemudian ditetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Tidak cukup di situ, Fraksi PKB DPR RI yang juga mendapat dukungan dari fraksi-fraksi lain di DPR RI kemudian bisa menetapkan UU Pesantren.
Meskipun UU Pesantren ini cukup lama stagnan karena Presiden belum menerbitkan Perpresnya yang artinya UU tersebut belum aplikatif.
"Alhamdulillah akhirnya Perpres terbit, dimana di dalamnya ada dana abadi bagi pesantren," ujarnya.
Baca juga: Presiden teken Perpres No. 82/2021 yang mengatur dana abadi pesantren
Gus Yusuf menjelaskan, peran pesantren sesungguhnya tidak saja saat terjadi saat revolusi fisik kemerdekaan, saat ini pun nyata, saat pendidikan nasional mengalami stagnasi akibat pandemi, pesantren mampu berperan tetap menjalankan program pendidikannya.
"Alhamdulillah pesantren tetap hadir, tetap buka melayani umat. Ini membuktikan kiai dan santri selalu berdiri di depan. Pesantren menjawab dengan konkret," tegasnya.
Gus Yusuf mengakui secara teknis harus tetap dikawal karena di dalamnya memang tidak gampang sebab perjuangan ini tidak sekadar soal dana, tapi harus ada pengakuan akademik, kurikulum pendidikan pesantren harus diakui sebagai kurikulum pendidikan
"Kami dari PKB senantiasa terus mengawal, bahkan PKB telah mendorong terbitnya peraturan daerah pesantren di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota seperti Kabupaten Kendal yang telah terbit Perda Pesantren," katanya.
Sementara itu, Ketua PWNU Jateng KH M Muzammil menambahkan, keberadaan UU sekaligus Perpres ini sebagai fasilitas pemerintah, untuk memenuhi pendidikan.
"Tinggal bagaimana RMI (lembaga Nahdlatul Ulama dengan basis utama pondok pesantren) bisa mengawal di daerah masing-masing agar ponpes eksis dengan perangkat keilmuan," ujarnya.
Pada Minggu (19/9) malam telah digelar Tasyakuran UU dan Perpres UU Pesantren bersama pengurus DPW PKB Jateng di kantor PWNU Jateng.
Baca juga: Pemkab Kudus didesak siapkan dana pencegahan COVID-19 di ponpes
Baca juga: Dua ponpes di Jateng dapat bantuan bus sekolah