"Dari Kemenkop dan UKM serta dinas mendorong literasi keuangan, melatih manajemen keuangan untuk catat cash flownya. Paling tidak dia punya tabungan, kan tahu nanti alur keuangan pinjam, keluar dan modalnya," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Ema Rachmawati di Semarang, Senin.
Ia mengungkapkan, selama ini literasi keuangan menjadi kendala bagi UMK sehingga berdampak pada catatan dan pelaporan keuangan yang tidak jelas, antara modal, catatan alur uang, keuntungan dan kerugian.
Selain itu, pajak menjadi masalah tersendiri yang bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Baca juga: Japelidi berikan tips membedakan info akurat dan hoaks
"Pajak itu, kalau pakainya omzet itu besar sekali karena 0,5 persen dari omzet kan jadi gede banget. Kalau UKM catat cash flownya itu menjadi tidak besar, karena dihitung dari keuntungan saja. Ruginya pun dihitung oleh pajak. Keuntungan berapa itu, (pajak) hanya kurang lebih 12 persen dari keuntungan kan tidak besar," ujarnya.
Ema menyebut pelaku UKM yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta belum terkena pajak sehingga pihaknya mendorong agar pengusaha berpenghasilan di atas Rp1 miliar agar disiplin melakukan pencatatan keuangan.
Dinkop dan UKM Jateng juga mendorong penggunaan sistem keuangan digital untuk pelaporan keuangan.
"Sekarang kan banyak sekali sistem keuagan berbasis IT, namun dalam UU Cipta Kerja ada standar khusus yang rencananya akan disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia. Semua boleh keluarkan sistem, namun ada standar minimal dalam komponen laporan keuangan," katanya.
Baca juga: Anak usia dini di Magelang mulai kenal literasi sains dan lingkungan
Baca juga: Literasi harus ditingkatkan agar masyarakat siap hadapi endemi COVID-19