Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak ingin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi sumber masalah usai menangani COVID-19, serta melakukan stabilisasi keadaan sosial dan ekonomi.

"Penyehatan APBN dilakukan secara terukur dan bertahap, tujuannya adalah masyarakat pulih, ekonomi kembali kuat, dan APBN menjadi sehat kembali," ujar Sri Mulyani dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan kepada para Wajib Pajak prominen di wilayah Jawa Barat yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.

Untuk itu, ia mengatakan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama-sama merancang sebuah reformasi perpajakan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasai Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Peraturan tersebut tentunya sangat penting bagi masyarakat, terutama karena UU HPP sangat berpihak kepada rakyat yang tidak mampu dan UMKM.

"Jadi kalau kita bicara pajak, masyarakat langsung merasa ini beban. Nah, sekarang tidak lagi," kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan penyehatan APBN akan dimulai pada 2022, setelah bekerja luar biasa keras sejak pandemi melanda pada 2020 dan 2021 sehingga defisit APBN ditingkatkan menjadi masing-masing menjadi 6,14 persen (audit BPK 2020) dan 5,7 persen (target APBN 2021).

Namun, defisit pada 2022 akan diturunkan menjadi 4,85 persen PDB lantaran pelebaran defisit tak bisa dilakukan terus menerus karena akan bisa menimbulkan krisis ekonomi.

"Kita sudah lihat banyak negara yang mengalami hal tersebut dan kita tidak ingin Indonesia berada dalam posisi itu," kata Sri Mulyani.