Jakarta (ANTARA) - Rapat Paripurna Ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi RUU inisiatif DPR.

"Apakah RUU usul inisiatif badan legislasi DPR RI tentang tindak pidana kekerasan seksual, dapat disetujui menjadi RUU usulan DPR RI?" tanya ketua DPR, Puan Maharani yang dijawab "setuju" oleh pada anggora dewan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Rapat paripurna itu juga mendengarkan pendapat dari sembilan perwakilan fraksi di DPR.

"Kami berharap kata kekerasan dalam RUU TPKS dihapus, sehingga menjadi RUU tindak pidana seksual (TPS)," kata juru bicara Fraksi Gerindra, Renny Astuti.

Fraksinya berpendapat kata kekerasan, identik bersifat fisik, sementara dalam RUU juga mengatur tidak pidana seksual yang bersifat nonfisik.

"Fraksi PDI Perjuangan memberikan dukungan penuh dengan beberapa catatan," kata juru bica Fraksi PDI Perjuangan, Riezky Aprilia.

Riezky menyatakan RUU TPKS memberikan pembaharuan hukum berkaitan dengan hak-hak korban. RUU juga mengakomodir pengaturan mengenai pelecehan seksual berbasis elektronik, sebagai bagian dari delik pidana kekerasan seksual.

Dari sembilan fraksi di DPR RI, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR RI.

"Fraksi PKS menolak RUU TPKS untuk ditetapkan menjadi RUU usul DPR RI, bukan karena kami tidak setuju terhadap perlindungan korban kekerasan seksual terutama perempuan. Melainkan RUU ini tidak memasukkan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinahan dan penyimpangan seksual yang menjadi esensinya," jelas juru bicara PKS, Kurniasih Mufidayanti.