"Nanti saya bantu komunikasikan dengan pemilik aplikasinya, kebetulan saya kenal dengan mereka. Nanti saya sampaikan tuntutan 'njenengan' dan persoalan yang ada untuk dicarikan solusi bersama," kata Ganjar saat beraudiensi dengan sejumlah perwakilan mitra "ojek online" di ruang kerja Gubernur Jateng, Semarang, Senin.
Orang nomor satu di Jateng itu mengaku sudah lama mengikuti persoalan yang dihadapi para mitra "ojek online".
Kendati demikian, Pemprov Jateng tidak bisa tergesa-gesa mengambil kebijakan, mengingat bentuk hubungan kerja sama yang ada sangat berbeda.
"Saya "ngikutin' sejak dulu, saya juga sudah dapat laporan dari Kadishub, tapi inikan tidak mudah karena ini bentuk baru dalam sebuah pekerjaan. 'Njenengan' itukan mitra, bukan karyawan aplikator kan," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Karena bukan karyawan, lanjut Ganjar, maka tidak ada hak dan kewajiban antara keduanya sehingga pihak aplikator bisa saja mengambil keputusan sesuai yang diinginkan.
"Tapi persoalannya itukan di bawah ada masalah, 'njenengan' merasa dirugikan karena merasa pembagian keuntungan tidak seimbang. Nah, ini perlu dibicarakan," katanya.
Ganjar menilai persoalan itu tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, melainkan di seluruh Indonesia sehingga pihaknya mengapresiasi jajaran mitra "ojek online" tidak menggelar demontrasi terkait persoalan itu.
Perwakilan mitra "ojek online" Jateng yang menemui Ganjar di ruang kerjanya mengeluhkan berbagai hal yang menjadi persoalan selama ini seperti penyesuaian tarif, tidak adanya kejelasan status atau tidak adanya payung hukum.
Terkait tarif, selama ini mitra "ojek online" mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penentuan tarif sehingga membebani pihaknya.
"Ada beberapa tuntutan kami, pertama naikkan tarif yang sebelumnya diturunkan menjadi Rp8.000 per 0-4 km, aplikator harus mengontrol perekrutan 'driver't dan tidak seenaknya sendiri, memperjuangkan BPJS dan memberikan payung hukum bagi kami agar semakin jelas," ujar Dedy Prasetyo selaku pimpinan perwakilan mitra "ojek online".***1***