Dexlite dan Pertamina Dex jadi rujukan batas emisi Euro 4 resmi ditetapkan
Selasa, 12 April 2022 14:30 WIB
Petugas SPBU Pertamina tengah mengisi BBM. ANTARA/Ist
Semarang (ANTARA) - Peralihan batas emisi kendaraan di Indonesia dari Euro 2 menuju Euro 4, pada Selasa (12/4/2022) resmi diterapkan ke seluruh mesin dan Dexlite dan Pertamina Dex jadi rujukan batas emisi.
Kondisi tersebut sekaligus mengacu pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 dan menanggapi fenomena tersebut, Dosen Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Muhammad Showi Nailul Ulum mengatakan kebijakan standar emisi Euro 4 di Indonesia memang sudah seharusnya diterapkan.
"Indonesia sudah jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Eropa dan sebagian Asia yang sudah menerapkan peraturan Euro 6. Peraturan emisi gas buang kendaraan ini dapat menekan zat-zat berbahaya yang ditimbulkan oleh sisa pembakaran dari mesin kendaraan," katanya.
Zat-zat berbahaya tersebut, lanjutnya, adalah gas karbon dioksida (CO), nitrogen oxide (NOx), hydrocarbon (HC), dan partikulat lain (PM).
Menurutnya zat yang terdapat pada gas buang tersebut akan berbahaya bagi lingkungan dan berefek pada gas rumah kaca dan dengan diterapkannya standar emisi Euro 4, tentunya akan mengurangi efek gas rumah kaca di Indonesia.
"Kondisi tersebut tentunya akan memberikan udara yang lebih sehat untuk dihirup," kata Showi.
Untuk pemilik kendaraan keluaran baru, seharusnya juga tidak kesulitan dalam menerapkan ketentuan tersebut, mengingat kendaraan bermesin diesel saat ini dilengkapi dengan teknologi commonrail yang memang sudah mengharuskan menggunakan bahan bakar, seperti Dexlite atau Pertamina Dex.
Dexlite maupun Pertamina Dex telah memiliki cetane number (CN) lebih tinggi dibandingkan dengan Bio Solar, sehingga pembakaran lebih sempurna.
"Untuk mesin diesel sudah seharusnya menggunakan bahan bakar dengan cetane number tinggi, seperti Pertamina Dex dengan nilai CN 53, serta kandungan sulfur pada 300 part per million (ppm), sehingga akan membuat mesin diesel tetap bersih, pembakaran sempurna, efisiensi bahan bakar yang tinggi, serta mesin menjadi lebih awet, dan tentunya ramah lingkungan," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, bahan bakar dengan CN tinggi akan lebih mudah terbakar pada mesin diesel, sehingga akan mengurangi dampak suara knocking (suara klitik) pada mesin, karena pembakaran lebih efisien.
"Berbeda dengan octane number pada bahan bakar bensin, apabila nilai octane number lebih tinggi, maka titik bakar juga akan semakin tinggi dan akan menghilangkan dari efek knocking pada motor bensin. Dan dengan menggunakan Dexlite atau Pertamina Dex, akan memberikan efisiensi bahan bakar yang lebih tinggi," kata Showi.
Showi masih melihat adanya tantangan penerapan kebijakan ini untuk masyarakat menengah ke bawah, serta kendaraan untuk bisnis, mengingat disparitas harga antara Bio Solar dengan Dexlite yang cukup besar. Untuk itu, penerapan kebijakan ini perlu adanya campur tangan dari pemerintah, seperti subsidi harga bahan bakar Solar yang memiliki CN lebih tinggi dari Bio Solar.
"Dexlite merupakan salah satu terobosan pengurangan emisi yang memiliki CN lebih tinggi dari Bio Solar, akan tetapi lebih rendah dari Pertamina Dex. Hal ini sudah cukup untuk menuju standar emisi Euro 4," jelasnya.
Showi menyarankan agar pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang pengisian bahan bakar subsidi secara lebih ketat, diantaranya SPBU harus dengan tegas tidak melayani masyarakat mampu untuk membeli bahan bakar bersubsidi.
Selain itu, masyarakat mampu juga harus berperan tidak membeli bahan bakar bersubsidi, sehingga dengan demikian diharapkan bahan bakar subsidi akan tersalurkan tepat sasaran.
"Kesadaran masyarakat yang terpupuk, serta pemerintah dalam mengatur harga bahan bakar minyak yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat Indonesia, akan memberikan dampak yang baik dalam pencapaian pemerintah dalam melaksanakan standar emisi Euro 4," katanya.
Perlu diketahui, saat ini penggunaan Solar dengan cetane number yang sesuai standar emisi Euro 4 di Indonesia masih sangat rendah. Di Jawa Tengah sendiri saja, masih sekitar 3 persen, jauh dibandingkan jumlah pengguna mobil bermesin diesel keluaran terbaru.
"Masih jadi tugas bersama untuk mengedukasi agar penggunaan BBM bagi mesin diesel sesuai standar Euro 4 bisa diterapkan dengan baik," katanya.
Sementara itu, Pandu Prastyo, dari Komunitas Innova Jawa Tengah menyatakan mendukung kebijakan emisi dan meminta pemerintah untuk menyiapkan sarana, prasarana, serta risetnya untuk mendukung program tersebut.
"Jangan sampai setelah dilaunching justru bikin mesin dari baik-baik saja menjadi bermasalah," kata Pandhu.
Menurutnya, penggunaan Dexlite dan Pertamina Dex memberikan pengaruh yang baik pada performa mesin. Kendati demikian, pihaknya mengakui masih banyak dari komunitas Innova yang yang masih menggunakan Bio Solar.
"Selama pakai Dexlite, mesin mobil cukup responsif. Keuntungannya, mesin jadi halus dan asap agak berkurang, jadi lebih enak bawanya," katanya.
Kondisi tersebut sekaligus mengacu pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 dan menanggapi fenomena tersebut, Dosen Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Muhammad Showi Nailul Ulum mengatakan kebijakan standar emisi Euro 4 di Indonesia memang sudah seharusnya diterapkan.
"Indonesia sudah jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Eropa dan sebagian Asia yang sudah menerapkan peraturan Euro 6. Peraturan emisi gas buang kendaraan ini dapat menekan zat-zat berbahaya yang ditimbulkan oleh sisa pembakaran dari mesin kendaraan," katanya.
Zat-zat berbahaya tersebut, lanjutnya, adalah gas karbon dioksida (CO), nitrogen oxide (NOx), hydrocarbon (HC), dan partikulat lain (PM).
Menurutnya zat yang terdapat pada gas buang tersebut akan berbahaya bagi lingkungan dan berefek pada gas rumah kaca dan dengan diterapkannya standar emisi Euro 4, tentunya akan mengurangi efek gas rumah kaca di Indonesia.
"Kondisi tersebut tentunya akan memberikan udara yang lebih sehat untuk dihirup," kata Showi.
Untuk pemilik kendaraan keluaran baru, seharusnya juga tidak kesulitan dalam menerapkan ketentuan tersebut, mengingat kendaraan bermesin diesel saat ini dilengkapi dengan teknologi commonrail yang memang sudah mengharuskan menggunakan bahan bakar, seperti Dexlite atau Pertamina Dex.
Dexlite maupun Pertamina Dex telah memiliki cetane number (CN) lebih tinggi dibandingkan dengan Bio Solar, sehingga pembakaran lebih sempurna.
"Untuk mesin diesel sudah seharusnya menggunakan bahan bakar dengan cetane number tinggi, seperti Pertamina Dex dengan nilai CN 53, serta kandungan sulfur pada 300 part per million (ppm), sehingga akan membuat mesin diesel tetap bersih, pembakaran sempurna, efisiensi bahan bakar yang tinggi, serta mesin menjadi lebih awet, dan tentunya ramah lingkungan," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, bahan bakar dengan CN tinggi akan lebih mudah terbakar pada mesin diesel, sehingga akan mengurangi dampak suara knocking (suara klitik) pada mesin, karena pembakaran lebih efisien.
"Berbeda dengan octane number pada bahan bakar bensin, apabila nilai octane number lebih tinggi, maka titik bakar juga akan semakin tinggi dan akan menghilangkan dari efek knocking pada motor bensin. Dan dengan menggunakan Dexlite atau Pertamina Dex, akan memberikan efisiensi bahan bakar yang lebih tinggi," kata Showi.
Showi masih melihat adanya tantangan penerapan kebijakan ini untuk masyarakat menengah ke bawah, serta kendaraan untuk bisnis, mengingat disparitas harga antara Bio Solar dengan Dexlite yang cukup besar. Untuk itu, penerapan kebijakan ini perlu adanya campur tangan dari pemerintah, seperti subsidi harga bahan bakar Solar yang memiliki CN lebih tinggi dari Bio Solar.
"Dexlite merupakan salah satu terobosan pengurangan emisi yang memiliki CN lebih tinggi dari Bio Solar, akan tetapi lebih rendah dari Pertamina Dex. Hal ini sudah cukup untuk menuju standar emisi Euro 4," jelasnya.
Showi menyarankan agar pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang pengisian bahan bakar subsidi secara lebih ketat, diantaranya SPBU harus dengan tegas tidak melayani masyarakat mampu untuk membeli bahan bakar bersubsidi.
Selain itu, masyarakat mampu juga harus berperan tidak membeli bahan bakar bersubsidi, sehingga dengan demikian diharapkan bahan bakar subsidi akan tersalurkan tepat sasaran.
"Kesadaran masyarakat yang terpupuk, serta pemerintah dalam mengatur harga bahan bakar minyak yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat Indonesia, akan memberikan dampak yang baik dalam pencapaian pemerintah dalam melaksanakan standar emisi Euro 4," katanya.
Perlu diketahui, saat ini penggunaan Solar dengan cetane number yang sesuai standar emisi Euro 4 di Indonesia masih sangat rendah. Di Jawa Tengah sendiri saja, masih sekitar 3 persen, jauh dibandingkan jumlah pengguna mobil bermesin diesel keluaran terbaru.
"Masih jadi tugas bersama untuk mengedukasi agar penggunaan BBM bagi mesin diesel sesuai standar Euro 4 bisa diterapkan dengan baik," katanya.
Sementara itu, Pandu Prastyo, dari Komunitas Innova Jawa Tengah menyatakan mendukung kebijakan emisi dan meminta pemerintah untuk menyiapkan sarana, prasarana, serta risetnya untuk mendukung program tersebut.
"Jangan sampai setelah dilaunching justru bikin mesin dari baik-baik saja menjadi bermasalah," kata Pandhu.
Menurutnya, penggunaan Dexlite dan Pertamina Dex memberikan pengaruh yang baik pada performa mesin. Kendati demikian, pihaknya mengakui masih banyak dari komunitas Innova yang yang masih menggunakan Bio Solar.
"Selama pakai Dexlite, mesin mobil cukup responsif. Keuntungannya, mesin jadi halus dan asap agak berkurang, jadi lebih enak bawanya," katanya.
Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Pertamina beri cashback 50 persen untuk 10.000 angkot yang isi Pertalite dan Dexlite tiap hari
03 May 2020 13:40 WIB, 2020
Pertamina Terus Sosialisasasikan Dexlite ke Pengusaha Angkutan Umum
09 November 2016 13:51 WIB, 2016