Sampah organik di Kudus diolah menjadi pupuk
Kamis, 24 November 2022 8:25 WIB
Proses pengolahan sampah organik dari masyarakat di Kabupaten Kudus untuk diolah menjadi pupuk kompos di kompleks Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Rabu (23/11/2022). FOTO ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif.
Kudus, Jateng (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menyatakan terbantu dengan kehadiran pengolahan sampah organik menjadi pupuk oleh swasta karena sangat membantu mengurangi sampah yang dibuang tempat pembuangan akhir (TPA), karena hingga kini pemda belum mampu memperluas TPA meskipun sudah tidak mampu menampung sampah.
"Kami apresiasi peran swasta yang bersedia menampung sampah organik dari hasil perimbasan pohon maupun sampah organik dari masyarakat yang ditampung di tempat pembuangan sementara (TPS) maupun sampah dari desa-desa," kata Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kudus, Abdul Halil di Kudus, Kamis.
Ia mengakui kehadiran tempat pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos milik PT Djarum Kudus tentunya disambut positif mengingat hingga kini pemkab belum mampu memperluas lahan TPA Tanjungrejo. Sementara rata-rata sampah yang dibuang ke TPA setiap harinya antara 120-130 ton sampah.
Upaya lain mengurangi sampah di TPA , kata Abdul Halil, dengan mengajak masyarakat melakukan pemilahan sampah, sehingga yang dibuang sampah yang memang tidak bisa didaur ulang.
Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Kudus Albertus Harys Yunanto menambahkan sampah organik dari pasar tradisional juga dikirimkan ke perusahaan swasta itu untuk diolah jadi pupuk.
Di antaranya, Pasar Bitingan, Pasar Jember dan Pasar Mijen dengan pengiriman per hari antara satu truk hingga dua truk sesuai jumlah sampah yang ada.
Sementara itu Public Affair Djarum Foundation, Amrul Hamzah menyatakan hingga kini ada 264 instansi di Kudus yang bekerja sama menyetorkan sampah organiknya untuk diolah menjadi pupuk kompos.
"Mulai sampah dari pasar tradisional, pondok pesantren hingga sekolah di Kudus," katanya.
Sampah yang diterima berkisar 70 meter kubik, sedangkan kapasitas mesin pencacah sampahnya mencapai 50 ton per hari.
Untuk bisa menghasilkan pupuk kompos, kata dia, membutuhkan waktu hingga enam bulan karena proses yang membutuhkan waktu lama saat pengomposannya.
Pupuk yang didistribusikan kepada masyarakat, imbuh dia, per harinya bisa mencapai 200 ton per bulannya untuk kepentingan penghijauan dari para mitra.
"Masyarakat umum juga bisa mengajukan bantuan pupuk kompos, namun prioritas untuk program penghijauan yang berjalan di masyarakat, seperti di kawasan Patiayam dan Pegunungan Muria," kata Amrul Hamzah.
Sementara itu Program Associate Bakti Lingkungan Djarum Foundation, Abdurrachman Aldilla, di Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) Djarum, Kudus, Rabu (23/11) 2022 menjelaskan, ada sekitar 400 timbunan sampah di Kudus setiap hari.
Karena itu, pihaknya berpartisipasi untuk membantu Pemkab Kudus mengurangi beban tempat pembuangan sampah.
Pihaknya membantu pengelolaan sampah organik di Kudus hingga 22 persen secara tonase, dan ke depan berupaya dapat membantu mengelola hingga 50 persen.
"Kami apresiasi peran swasta yang bersedia menampung sampah organik dari hasil perimbasan pohon maupun sampah organik dari masyarakat yang ditampung di tempat pembuangan sementara (TPS) maupun sampah dari desa-desa," kata Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kudus, Abdul Halil di Kudus, Kamis.
Ia mengakui kehadiran tempat pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos milik PT Djarum Kudus tentunya disambut positif mengingat hingga kini pemkab belum mampu memperluas lahan TPA Tanjungrejo. Sementara rata-rata sampah yang dibuang ke TPA setiap harinya antara 120-130 ton sampah.
Upaya lain mengurangi sampah di TPA , kata Abdul Halil, dengan mengajak masyarakat melakukan pemilahan sampah, sehingga yang dibuang sampah yang memang tidak bisa didaur ulang.
Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Kudus Albertus Harys Yunanto menambahkan sampah organik dari pasar tradisional juga dikirimkan ke perusahaan swasta itu untuk diolah jadi pupuk.
Di antaranya, Pasar Bitingan, Pasar Jember dan Pasar Mijen dengan pengiriman per hari antara satu truk hingga dua truk sesuai jumlah sampah yang ada.
Sementara itu Public Affair Djarum Foundation, Amrul Hamzah menyatakan hingga kini ada 264 instansi di Kudus yang bekerja sama menyetorkan sampah organiknya untuk diolah menjadi pupuk kompos.
"Mulai sampah dari pasar tradisional, pondok pesantren hingga sekolah di Kudus," katanya.
Sampah yang diterima berkisar 70 meter kubik, sedangkan kapasitas mesin pencacah sampahnya mencapai 50 ton per hari.
Untuk bisa menghasilkan pupuk kompos, kata dia, membutuhkan waktu hingga enam bulan karena proses yang membutuhkan waktu lama saat pengomposannya.
Pupuk yang didistribusikan kepada masyarakat, imbuh dia, per harinya bisa mencapai 200 ton per bulannya untuk kepentingan penghijauan dari para mitra.
"Masyarakat umum juga bisa mengajukan bantuan pupuk kompos, namun prioritas untuk program penghijauan yang berjalan di masyarakat, seperti di kawasan Patiayam dan Pegunungan Muria," kata Amrul Hamzah.
Sementara itu Program Associate Bakti Lingkungan Djarum Foundation, Abdurrachman Aldilla, di Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) Djarum, Kudus, Rabu (23/11) 2022 menjelaskan, ada sekitar 400 timbunan sampah di Kudus setiap hari.
Karena itu, pihaknya berpartisipasi untuk membantu Pemkab Kudus mengurangi beban tempat pembuangan sampah.
Pihaknya membantu pengelolaan sampah organik di Kudus hingga 22 persen secara tonase, dan ke depan berupaya dapat membantu mengelola hingga 50 persen.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024