148 kasus obesitas anak ditemukan di Semarang
Jumat, 3 Maret 2023 9:37 WIB
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang dr Abdul Hakam. (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Semarang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Semarang menemukan setidaknya 148 kasus anak yang mengalami obesitas dari hasil skrining dari puskesmas di wilayah tersebut selama Januari-Februari 2023.
"Di 2021, kami punya data ada 1.120 kasus (anak obesitas, red.), kemudian di 2022 sudah tercatat ada 3.259 kasus," kata Kepala Dinkes Kota Semarang dr. Abdul Hakam di Semarang, Kamis.
Namun, Hakam mengatakan jumlah kasus yang semakin banyak dari 2021 ke 2022 itu belum tentu menunjukkan kenaikan, sebab penambahan temuan itu karena pemantauan yang dilakukan lebih luas.
Menurut dia, puskesmas selalu melakukan skrining kesehatan secara berkala, termasuk obesitas dengan cakupan yang lebih luas dan sampel yang lebih banyak sehingga banyak temuan.
Ia menjelaskan indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) normal berada pada angka 18,3 hingga 23 sehingga jika BMT berada di atas 23 maka sudah tergolong obesitas.
"Skrining itu juga tidak mudah. Paling enak di sekolah, kalau di kampung kan enggak mudah ngumpulin orang. Ini di SMP, SMA, universitas, kantor-kantor sudah mulai kami melakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, gula darah," katanya.
Untuk pemeriksaan di masyarakat, Dinkes Kota Semarang secara aktif menyasar pos pelayanan terpadu (posyandu) untuk memantau kondisi kesehatan masyarakat, baik balita, remaja, maupun lansia.
Saat ini, Hakam menjelaskan ada posyandu keluarga dengan cara "jemput bola", dari rumah ke rumah untuk pengecekan kesehatan masyarakat, namun capaiannya memang tidak bisa banyak.
Untuk mencegah obesitas, Hakam meminta masyarakat untuk memperhatikan gizi anak-anaknya secara seimbang, seperti pemilihan makanan sesuai dengan program Isi Piringku, yakni sepertiga nasi, sepertiga lauk, dan sepertiga sayur dan buah-buahan.
Selain gizi seimbang, ia mengingatkan masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik perlu setidaknya minimal 30 menit berjalan dalam sehari untuk menjaga agar tidak obesitas.
Pola hidup yang tidak aktif bergerak atau "sedentary" alias mager (malas gerak) yang belakangan ini populer di kalangan anak muda, lanjut dia, sangat berisiko menyebabkan obesitas.
Demikian juga untuk balita yang sedang aktif-aktifnya bergerak sebaiknya tidak banyak digendong, misalnya anak usia 1-2 tahun yang mulai aktif merangkak atau belajar berdiri.
"Biarkan saja mereka aktif 'mbrangkang' (merangkak) ke sana ke sini. Jangan banyak digendong karena justru obesitasnya tidak bisa turun," pungkas Hakam.
"Di 2021, kami punya data ada 1.120 kasus (anak obesitas, red.), kemudian di 2022 sudah tercatat ada 3.259 kasus," kata Kepala Dinkes Kota Semarang dr. Abdul Hakam di Semarang, Kamis.
Namun, Hakam mengatakan jumlah kasus yang semakin banyak dari 2021 ke 2022 itu belum tentu menunjukkan kenaikan, sebab penambahan temuan itu karena pemantauan yang dilakukan lebih luas.
Menurut dia, puskesmas selalu melakukan skrining kesehatan secara berkala, termasuk obesitas dengan cakupan yang lebih luas dan sampel yang lebih banyak sehingga banyak temuan.
Ia menjelaskan indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) normal berada pada angka 18,3 hingga 23 sehingga jika BMT berada di atas 23 maka sudah tergolong obesitas.
"Skrining itu juga tidak mudah. Paling enak di sekolah, kalau di kampung kan enggak mudah ngumpulin orang. Ini di SMP, SMA, universitas, kantor-kantor sudah mulai kami melakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, gula darah," katanya.
Untuk pemeriksaan di masyarakat, Dinkes Kota Semarang secara aktif menyasar pos pelayanan terpadu (posyandu) untuk memantau kondisi kesehatan masyarakat, baik balita, remaja, maupun lansia.
Saat ini, Hakam menjelaskan ada posyandu keluarga dengan cara "jemput bola", dari rumah ke rumah untuk pengecekan kesehatan masyarakat, namun capaiannya memang tidak bisa banyak.
Untuk mencegah obesitas, Hakam meminta masyarakat untuk memperhatikan gizi anak-anaknya secara seimbang, seperti pemilihan makanan sesuai dengan program Isi Piringku, yakni sepertiga nasi, sepertiga lauk, dan sepertiga sayur dan buah-buahan.
Selain gizi seimbang, ia mengingatkan masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik perlu setidaknya minimal 30 menit berjalan dalam sehari untuk menjaga agar tidak obesitas.
Pola hidup yang tidak aktif bergerak atau "sedentary" alias mager (malas gerak) yang belakangan ini populer di kalangan anak muda, lanjut dia, sangat berisiko menyebabkan obesitas.
Demikian juga untuk balita yang sedang aktif-aktifnya bergerak sebaiknya tidak banyak digendong, misalnya anak usia 1-2 tahun yang mulai aktif merangkak atau belajar berdiri.
"Biarkan saja mereka aktif 'mbrangkang' (merangkak) ke sana ke sini. Jangan banyak digendong karena justru obesitasnya tidak bisa turun," pungkas Hakam.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Luas tanaman kopi robusta dan arabika di Kabupaten Magelang 3.000 hektare
02 December 2025 12:43 WIB
Perbaikan jalan provinsi Kendal–Temanggung, 95 persen ruas di Jateng kini berstatus mantap
01 December 2025 14:49 WIB
Dindik Banyumas dorong kesehatan fisik pelajar dan perkuat solidaritas melalui olahraga
17 November 2025 12:30 WIB
Dinkes Purbalingga: Perubahan alur rujukan BPJS Kesehatan beri efisiensi layanan
14 November 2025 14:34 WIB
Pemkab Banyumas siagakan pengelola wisata hadapi cuaca ekstrem akhir tahun
12 November 2025 13:41 WIB
Cabdin Dinas ESDM Jateng tingkatkan kadar metana biogas di Blora gunakan alat lokal
24 October 2025 15:21 WIB
Terpopuler - Kesehatan
Lihat Juga
Mahasiswa Fisioterapi UMS implementasikan layanan kesehatan berbasis komunitas
09 December 2025 21:46 WIB
PMI Solo pastikan stok darah aman, ajak warga donor untuk bantu korban bencana
09 December 2025 14:23 WIB