Wali Kota Semarang akui retribusi parkir belum maksimal
Sabtu, 29 Juli 2023 11:38 WIB
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu. (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengakui sektor retribusi parkir sampai saat ini masih belum maksimal karena masih banyaknya parkir liar yang tidak masuk pendapatan asli daerah (PAD).
"Di satu pihak, ada larangan enggak boleh parkir, tapi banyak orang nekat tidak mematuhi rambu. Lalu, ditarik juru parkir yang tidak terdaftar di Dinas Perhubungan," kata Ita, sapaan akrab Hevearita, di Semarang, Jumat.
Menurut dia, ongkos parkir yang ditarik juru parkir liar itu masuk dalam pungutan liar sehingga perlu mendapatkan perhatian serius, apalagi parkir liar masih banyak ditemui di Kota Atlas.
"Ini memang perlu dilakukan pembinaan terus menerus dan monitoring. Saya juga tidak berhenti ceriwis mengingatkan Dishub," kata perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Semarang itu.
Bahkan, ia menegaskan bahwa jika titik-titik larangan parkir yang memang memungkinkan untuk dilegalkan sebaiknya sekalian dilegalkan agar bisa menghasilkan retribusi bagi PAD Kota Semarang.
"Kalau memang itu sudah menjadi titik (parkir), enggak usah dilarang, sekaligus dilegalkan saja. Kami melarang, di sisi lain tetap parkir, dan masuknya bukan ke PAD Kota Semarang," katanya.
Karena itu, kata dia, Pemerintah Kota Semarang sedang melakukan kajian penyesuaian dan penambahan titik-titik parkir yang memungkinkan potensinya untuk menambah PAD bagi Kota Semarang.
"Selama ini, Dishub enggak pernah mencapai target (retribusi parkir). Akan kami evaluasi untuk meningkatkan retribusi. Sekarang saja (realisasi) masih tercapai 30 persen," katanya.
Retribusi pedagang juga menjadi perhatian Ita, sebab sistem pembayaran retribusi yang masih menggunakan uang tunai membuat pengawasan terhadap realisasi retribusi menjadi susah.
"Ini (retribusi pedagang) di Dinas Perdagangan ya. Kalau masih menggunakan uang tunai, sudah dibayar oleh pedagang nih, misalnya ada penyimpangan, dan sebagainya kan susah membuktikan," katanya.
Sebagai langkah antisipasi, kata dia, Pemkot Semarang sedang mengupayakan pembayaran retribusi pedagang secara nontunai dengan mengajak kerja sama kalangan perbankan pemerintah dan daerah.
"Kami sedang mengupayakan pembayaran 'cashless'. Jadi, memakai sistem yang saat ini sedang proses dengan berbagai bank, baik Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dan Bank Jateng," katanya.
Sedangkan untuk retribusi dari organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya, seperti Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Pemuda dan Olahraga, kata Ita, sudah bagus dalam pencapaiannya.
"Di satu pihak, ada larangan enggak boleh parkir, tapi banyak orang nekat tidak mematuhi rambu. Lalu, ditarik juru parkir yang tidak terdaftar di Dinas Perhubungan," kata Ita, sapaan akrab Hevearita, di Semarang, Jumat.
Menurut dia, ongkos parkir yang ditarik juru parkir liar itu masuk dalam pungutan liar sehingga perlu mendapatkan perhatian serius, apalagi parkir liar masih banyak ditemui di Kota Atlas.
"Ini memang perlu dilakukan pembinaan terus menerus dan monitoring. Saya juga tidak berhenti ceriwis mengingatkan Dishub," kata perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Semarang itu.
Bahkan, ia menegaskan bahwa jika titik-titik larangan parkir yang memang memungkinkan untuk dilegalkan sebaiknya sekalian dilegalkan agar bisa menghasilkan retribusi bagi PAD Kota Semarang.
"Kalau memang itu sudah menjadi titik (parkir), enggak usah dilarang, sekaligus dilegalkan saja. Kami melarang, di sisi lain tetap parkir, dan masuknya bukan ke PAD Kota Semarang," katanya.
Karena itu, kata dia, Pemerintah Kota Semarang sedang melakukan kajian penyesuaian dan penambahan titik-titik parkir yang memungkinkan potensinya untuk menambah PAD bagi Kota Semarang.
"Selama ini, Dishub enggak pernah mencapai target (retribusi parkir). Akan kami evaluasi untuk meningkatkan retribusi. Sekarang saja (realisasi) masih tercapai 30 persen," katanya.
Retribusi pedagang juga menjadi perhatian Ita, sebab sistem pembayaran retribusi yang masih menggunakan uang tunai membuat pengawasan terhadap realisasi retribusi menjadi susah.
"Ini (retribusi pedagang) di Dinas Perdagangan ya. Kalau masih menggunakan uang tunai, sudah dibayar oleh pedagang nih, misalnya ada penyimpangan, dan sebagainya kan susah membuktikan," katanya.
Sebagai langkah antisipasi, kata dia, Pemkot Semarang sedang mengupayakan pembayaran retribusi pedagang secara nontunai dengan mengajak kerja sama kalangan perbankan pemerintah dan daerah.
"Kami sedang mengupayakan pembayaran 'cashless'. Jadi, memakai sistem yang saat ini sedang proses dengan berbagai bank, baik Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dan Bank Jateng," katanya.
Sedangkan untuk retribusi dari organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya, seperti Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Pemuda dan Olahraga, kata Ita, sudah bagus dalam pencapaiannya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Bisnis
Lihat Juga
Hashim Djojohadikusumo pikat pendanaan hijau EUR 1,2 miliar untuk sektor kelistrikan
14 November 2024 21:08 WIB