ISKI ingatkan penyalahgunaan AI jelang pemilu
Rabu, 8 November 2023 7:00 WIB
Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Dadang Rahmat Hidayat (tiga dari kiri), bersama para pembicara pada konferensi komunikasi intenasional bertema "Artificial Intelligence and The Future Communication" yang digelar ISKI di Semarang, Selasa (7/11/2023). (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Semarang (ANTARA) - Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai penyalahgunaan teknologi AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan yang berpotensi marak menjelang pesta demokrasi.
"AI ini sebagai alat, sarana yang dibuat manusia. Bisa dipakai untuk apapun, untuk kebaikan atau manipulasi untuk berbagai kepentingan tertentu," kata Ketua Umum ISKI Dadang Rahmat Hidayat di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya usai pembukaan konferensi komunikasi internasional bertema "Artificial Intelligence and The Future Communication" yang digelar ISKI di Semarang, 7-8 November 2023.
Diakuinya, penyalahgunaan AI untuk kepentingan tertentu memang rawan, seperti kepentingan ekonomi ketika terjadi persaingan usaha, maupun politik di momentum seperti sekarang mendekati pemilihan umum.
"Berbagai 'damage' (kerusakan) bisa dibuat oleh AI, seperti soal pidato Presiden (Jokowi) yang dibuat berbahasa Mandarin. Itu tingkatannya bukan dasar lagi, tapi 'middle' ya," katanya.
Beberapa waktu lalu, di media sosial beredar video Presiden Joko Widodo tengah berpidato menggunakan bahasa Mandarin yang diketahui itu merupakan video manipulasi yang dibuat dengan teknologi Deepfake AI.
Kementerian Komunikasi dan Informatika pun sudah menyampaikan bahwa video Presiden Jokowi berpidato berbahasa Mandarin dibuat dengan AI dan meminta masyarakat untuk mencari informasi dari sumber terpercaya.
Karena itu, Dadang mengatakan perlunya literasi dan kesadaran bersama untuk memahami perkembangan AI yang sedemikian pesat, sebab ada kemungkinan kecanggihan teknologi AI membuatnya tidak terlacak sebagai manipulasi.
"Artinya, tidak terdeteksi bahwa itu adalah manipulasi AI. Bisa, sangat mungkin. Dan mungkin yang bisa mendeteksinya juga adalah AI lagi. Sangat mungkin AI versus AI, kan pengembangan," katanya.
Di sisi lain, kata dia, banyak masyarakat mungkin yang belum memahami apa sebenarnya AI dan apa saja dampak positif dan negatif yang bisa ditimbulkan oleh teknologi kecerdasan buatan itu.
"Banyak masyarakat, jangankan AI, bicara terpaan media konvensional aja ada yang enggak (paham), kan disparitas memang. Mulai (media) tradisional, konvensional, digital, dan sekarang terbarukan, contohnya AI," katanya.
Dadang menambahkan bahwa kemanusiaan harus ditekankan secara prinsip dalam pengembangan AI, mengingat AI merupakan teknologi yang berasal dari manusia, dibuat oleh manusia, dan digunakan untuk kepentingan manusia.
"Teknologi itu kan 'from human, by human, and for human', perlu ditambahkan 'for human and the humanity'. Kemanusiaan. Politik, misalnya, kalau ada 'humanity', kemanusiaan, tidak akan ada manipulasi," katanya.
"AI ini sebagai alat, sarana yang dibuat manusia. Bisa dipakai untuk apapun, untuk kebaikan atau manipulasi untuk berbagai kepentingan tertentu," kata Ketua Umum ISKI Dadang Rahmat Hidayat di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya usai pembukaan konferensi komunikasi internasional bertema "Artificial Intelligence and The Future Communication" yang digelar ISKI di Semarang, 7-8 November 2023.
Diakuinya, penyalahgunaan AI untuk kepentingan tertentu memang rawan, seperti kepentingan ekonomi ketika terjadi persaingan usaha, maupun politik di momentum seperti sekarang mendekati pemilihan umum.
"Berbagai 'damage' (kerusakan) bisa dibuat oleh AI, seperti soal pidato Presiden (Jokowi) yang dibuat berbahasa Mandarin. Itu tingkatannya bukan dasar lagi, tapi 'middle' ya," katanya.
Beberapa waktu lalu, di media sosial beredar video Presiden Joko Widodo tengah berpidato menggunakan bahasa Mandarin yang diketahui itu merupakan video manipulasi yang dibuat dengan teknologi Deepfake AI.
Kementerian Komunikasi dan Informatika pun sudah menyampaikan bahwa video Presiden Jokowi berpidato berbahasa Mandarin dibuat dengan AI dan meminta masyarakat untuk mencari informasi dari sumber terpercaya.
Karena itu, Dadang mengatakan perlunya literasi dan kesadaran bersama untuk memahami perkembangan AI yang sedemikian pesat, sebab ada kemungkinan kecanggihan teknologi AI membuatnya tidak terlacak sebagai manipulasi.
"Artinya, tidak terdeteksi bahwa itu adalah manipulasi AI. Bisa, sangat mungkin. Dan mungkin yang bisa mendeteksinya juga adalah AI lagi. Sangat mungkin AI versus AI, kan pengembangan," katanya.
Di sisi lain, kata dia, banyak masyarakat mungkin yang belum memahami apa sebenarnya AI dan apa saja dampak positif dan negatif yang bisa ditimbulkan oleh teknologi kecerdasan buatan itu.
"Banyak masyarakat, jangankan AI, bicara terpaan media konvensional aja ada yang enggak (paham), kan disparitas memang. Mulai (media) tradisional, konvensional, digital, dan sekarang terbarukan, contohnya AI," katanya.
Dadang menambahkan bahwa kemanusiaan harus ditekankan secara prinsip dalam pengembangan AI, mengingat AI merupakan teknologi yang berasal dari manusia, dibuat oleh manusia, dan digunakan untuk kepentingan manusia.
"Teknologi itu kan 'from human, by human, and for human', perlu ditambahkan 'for human and the humanity'. Kemanusiaan. Politik, misalnya, kalau ada 'humanity', kemanusiaan, tidak akan ada manipulasi," katanya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kemenkominfo susun etika pengembangan dan penggunaan kecerdasan buatan
07 November 2023 22:24 WIB, 2023
Ratusan ilmuwan komunikasi berkumpul di Semarang bahas kecerdasan buatan
07 November 2023 21:57 WIB, 2023
Hadapi persaingan, Tokopedia terapkan aplikasi "Artificial Intelligence"
20 June 2019 13:24 WIB, 2019
Terpopuler - IT
Lihat Juga
Bidik generasi muda, BSI gelar literasi digital di sejumlah pusat perbelanjaan Jabodetabek
22 November 2024 13:23 WIB