Komunitas akademik Undip sampaikan sikap terkait situasi politik
Rabu, 7 Februari 2024 16:11 WIB
Komunitas akademik Universitas Diponegoro Semarang menyampaikan pernyataan sikap terkait situasi politik Pemilu 2024 di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024). (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Semarang (ANTARA) - Komunitas akademik Universitas Diponegoro Semarang, yang terdiri atas guru besar, dosen, dan mahasiswa, menyampaikan pernyataan sikap terkait situasi politik terkini di tanah air menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pernyataan sikap itu disampaikan dalam aksi bertajuk "Indonesia Dalam Darurat Demokrasi" yang berlangsung di Taman Inspirasi Undip, depan Gedung Widya Puraya, Undip, Semarang, Jawa Tengah, Rabu.
"(Aksi) Hari ini terjadi (sebagai) bentuk dari sepenuhnya keprihatinan dari teman-teman guru besar, dosen, dan terutama mahasiswa, didukung bersama alumni," kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip Prof. Suradi Wijaya Saputra mewakili peserta aksi.
Tampak pula sejumlah guru besar Undip yang ikut dalam aksi tersebut ialah Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Prof. Muhammad Nur, DEA dan Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Prof. Lita Tyesta.
Setidaknya, ada lima poin pernyataan sikap dari komunitas akademik Undip.
Pertama, mengembalikan tujuan dibentuknya hukum, sebab hukum sejatinya dibuat sebagai alat mencapai tujuan negara dan bukan untuk mencapai kekuasaan.
Kedua, memastikan penyelenggaraan pesta demokrasi yang aman dan damai, serta tanpa intimidasi dan ketakutan, sesuai dengan koridor kewenangan, tugas, dan tanggung jawab masing-masing.
Ketiga, mendesak penyelenggara negara untuk menegakkan kembali pilar-pilar demokrasi Pancasila, seiring kehidupan demokrasi dewasa ini yang berjalan tidak sesuai dan mengalami kemunduran.
Keempat, mengimbau seluruh elemen bangsa untuk menjunjung tinggi kembali etika dan moral dalam berdemokrasi guna menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari kerusakan yang lebih parah.
Kelima, mengimbau seluruh rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan negara untuk bersama-sama menjadi garda terdepan dalam mengawal kehidupan berdemokrasi, berbangsa, dan bernegara.
"Keprihatinan itu, terutama diawali dengan runtuhnya etika dan moral sejak adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diikuti pelanggaran etika dalam kehidupan berdemokrasi," kata Suradi.
Melalui seruan itu, civitas akademica Undip berharap jangan sampai ada pelanggaran etika dalam berdemokrasi diwariskan kepada generasi muda, apalagi dianggap sebagai sesuatu yang baik.
"Mohon betul menjadi catatan kita bersama, jangan dibudayakan, jangan dilestarikan, harus kita putus sampai hari ini. Harus diwujudkan dalam kita ikut mengambil keputusan terserah hari nurani dan pikiran kita bersama dalam menilai.Kami tidak punya kepentingan sama sekali terhadap pilihan-pilihan (politik, red.), tapi kami hanya punya kepentingan bahwa nilai moral dan etika harus dijunjung tinggi," tegas Suradi dengan diamini para peserta aksi.
Aksi tersebut diikuti sekitar 30 guru besar, dosen, dan badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Undip guna menyadarkan generasi muda dalam mengawal proses demokrasi di tanah air.
"Kami mewakili civitas akademica, tidak atas nama lembaga, tetapi kami sebagai anggota masyarakat di kampus Undip. Kami garisbawahi, adanya kewajiban sebagai civitas academica melakukan pemilihan yang baik sesuai hati nurani masing-masing," katanya.
Selain itu, Suradi juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses Pemilu 2024 dengan sebaik-baiknya hingga tahap akhir agar demokrasi berjalan dengan semestinya.
Sebelumnya, civitas akademica dari berbagai perguruan tinggi juga menyampaikan pernyataan sikap, seperti UGM, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Baca juga: Undip tegaskan netral dalam Pemilu
Pernyataan sikap itu disampaikan dalam aksi bertajuk "Indonesia Dalam Darurat Demokrasi" yang berlangsung di Taman Inspirasi Undip, depan Gedung Widya Puraya, Undip, Semarang, Jawa Tengah, Rabu.
"(Aksi) Hari ini terjadi (sebagai) bentuk dari sepenuhnya keprihatinan dari teman-teman guru besar, dosen, dan terutama mahasiswa, didukung bersama alumni," kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip Prof. Suradi Wijaya Saputra mewakili peserta aksi.
Tampak pula sejumlah guru besar Undip yang ikut dalam aksi tersebut ialah Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Prof. Muhammad Nur, DEA dan Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Prof. Lita Tyesta.
Setidaknya, ada lima poin pernyataan sikap dari komunitas akademik Undip.
Pertama, mengembalikan tujuan dibentuknya hukum, sebab hukum sejatinya dibuat sebagai alat mencapai tujuan negara dan bukan untuk mencapai kekuasaan.
Kedua, memastikan penyelenggaraan pesta demokrasi yang aman dan damai, serta tanpa intimidasi dan ketakutan, sesuai dengan koridor kewenangan, tugas, dan tanggung jawab masing-masing.
Ketiga, mendesak penyelenggara negara untuk menegakkan kembali pilar-pilar demokrasi Pancasila, seiring kehidupan demokrasi dewasa ini yang berjalan tidak sesuai dan mengalami kemunduran.
Keempat, mengimbau seluruh elemen bangsa untuk menjunjung tinggi kembali etika dan moral dalam berdemokrasi guna menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari kerusakan yang lebih parah.
Kelima, mengimbau seluruh rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan negara untuk bersama-sama menjadi garda terdepan dalam mengawal kehidupan berdemokrasi, berbangsa, dan bernegara.
"Keprihatinan itu, terutama diawali dengan runtuhnya etika dan moral sejak adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diikuti pelanggaran etika dalam kehidupan berdemokrasi," kata Suradi.
Melalui seruan itu, civitas akademica Undip berharap jangan sampai ada pelanggaran etika dalam berdemokrasi diwariskan kepada generasi muda, apalagi dianggap sebagai sesuatu yang baik.
"Mohon betul menjadi catatan kita bersama, jangan dibudayakan, jangan dilestarikan, harus kita putus sampai hari ini. Harus diwujudkan dalam kita ikut mengambil keputusan terserah hari nurani dan pikiran kita bersama dalam menilai.Kami tidak punya kepentingan sama sekali terhadap pilihan-pilihan (politik, red.), tapi kami hanya punya kepentingan bahwa nilai moral dan etika harus dijunjung tinggi," tegas Suradi dengan diamini para peserta aksi.
Aksi tersebut diikuti sekitar 30 guru besar, dosen, dan badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Undip guna menyadarkan generasi muda dalam mengawal proses demokrasi di tanah air.
"Kami mewakili civitas akademica, tidak atas nama lembaga, tetapi kami sebagai anggota masyarakat di kampus Undip. Kami garisbawahi, adanya kewajiban sebagai civitas academica melakukan pemilihan yang baik sesuai hati nurani masing-masing," katanya.
Selain itu, Suradi juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses Pemilu 2024 dengan sebaik-baiknya hingga tahap akhir agar demokrasi berjalan dengan semestinya.
Sebelumnya, civitas akademica dari berbagai perguruan tinggi juga menyampaikan pernyataan sikap, seperti UGM, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Baca juga: Undip tegaskan netral dalam Pemilu
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
UMP targetkan terima 6.000 mahasiswa baru program reguler pada tahun 2025
03 November 2024 14:03 WIB