Ekonom Unsoed sebut deflasi perlu dikendalikan
Kamis, 10 Oktober 2024 14:31 WIB
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Abdul Aziz Ahmad. ANTARA/Dokumentasi pribadi
Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Abdul Aziz Ahmad mengatakan pemerintah perlu mengendalikan deflasi agar harga sejumlah komoditas khususnya pangan tidak cenderung turun seperti yang terjadi dalam lima bulan terakhir.
"Selama ini, praktik yang sering dilakukan adalah bagaimana mengatasi kenaikan harga, bukan mengatasi penurunan harga. Ini yang belum menjadi concern pemerintah walau fenomena ini sudah terjadi dalam periode yang agak lama," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Akan tetapi, kata dia, konsep inflasi maupun deflasi itu kondisi umum karena hal itu rata-rata dari semua komoditas seluruh produk.
Menurut dia, inflasi merupakan perkembangan harga yang cenderung meningkat dan hal itu dibutuhkan dalam perekonomian karena akan mendorong kinerja produsen untuk meningkatkan produksi.
Sebaliknya, lanjut dia, deflasi justru melemahkan perekonomian karena menunjukkan melemahnya daya beli masyarakat karena produk-produk sudah dianggap tidak menarik oleh masyarakat.
"Pada periode deflasi lima bulan ini memang ada produk-produk yang harganya naik, lalu ada yang harganya turun. Itu kan ada sistem pembobotan dalam penghitungan inflasi maupun deflasi," katanya.
Ia mengatakan secara kebetulan menunjukkan indikator deflasi merupakan kelompok komoditas yang memang bobotnya cenderung tinggi.
Menurut dia, jika berlangsung terus-menerus, deflasi dapat menimbulkan efek berganda (multiplier effect) yang berdampak terhadap penurunan harga produk-produk yang lain.
"Itu jangka panjang sih, tapi kalau menurut kami, sebagai ekonom, ini masih baik-baik saja, belum terlalu berdampak serius karena toh komoditas yang lain masih banyak yang meningkat," katanya.
Ia mengakui deflasi yang terjadi dalam lima bulan terakhir dipicu oleh penurunan harga beberapa komoditas pangan, salah satunya pasokan sayuran melimpah karena sedang panen.
Oleh karena itu, kata dia, perlu perhatian yang intensif kepada petani karena pihak yang terdampak deflasi adalah produsen, bukan sisi konsumen.
"Memang yang diharapkan adalah stabilitas harga, bukan harga yang stabil tinggi dan bukan harga yang cenderung turun. Kalau dari sisi fluktuasi harga, yang paling fluktuatif memang harga komoditas pangan dan kebetulan pangan ini dalam beberapa bulan ini cenderung turun," katanya.
Menurut dia, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan deflasi, salah satunya dibiarkan saja karena saat mendekati akhir tahun biasanya akan terjadi kenaikan harga beberapa komoditas pangan seperti daging dan telur.
Ia mengatakan kenaikan harga komoditas pangan yang biasa terjadi mulai November itu merupakan fluktuasi harga yang rutin karena bersifat musiman.
"Tapi, kalau memang ada upaya atau tindakan secara khusus, berarti pemerintah perlu memberikan dukungan bagaimana petani itu tidak terlalu banyak merugi. Ya, memang problemnya enggak kayak dulu, kalau dulu bisa diatasi oleh Bulog, sekarang ya susah," katanya.
Ia mengatakan selama ini praktik yang sering dilakukan adalah bagaimana mengatasi kenaikan harga, bukan bagaimana mengatasi penurunan harga.
Oleh karena itu, kata dia, perlu dipikirkan cara untuk mengatasi harga komoditas pangan tidak cenderung turun.
"Mungkin problemnya sisi distribusi ya, karena memang tidak semua daerah menghasilkan sayuran, misalnya Purwokerto bukan daerah penghasil sayuran, sehingga harga sayuran di sini relatif cenderung stabil," katanya.
Akan tetapi di daerah-daerah penghasil sayuran, kata dia, harga komoditas tersebut justru cenderung turun.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan perlu dipikirkan bagaimana cara mengamankan distribusi komoditas pangan seperti sayuran agar harga tetap stabil pada posisi normal.
"Distribusinya harus diperbaiki, rantai penawarannya perlu dioptimalkan agar memberikan manfaat kembali ke normal lagi," kata Abdul Aziz.
Baca juga: Pakar Unsoed: Pencetakan sawah baru di Merauke seharusnya berhasil
"Selama ini, praktik yang sering dilakukan adalah bagaimana mengatasi kenaikan harga, bukan mengatasi penurunan harga. Ini yang belum menjadi concern pemerintah walau fenomena ini sudah terjadi dalam periode yang agak lama," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Akan tetapi, kata dia, konsep inflasi maupun deflasi itu kondisi umum karena hal itu rata-rata dari semua komoditas seluruh produk.
Menurut dia, inflasi merupakan perkembangan harga yang cenderung meningkat dan hal itu dibutuhkan dalam perekonomian karena akan mendorong kinerja produsen untuk meningkatkan produksi.
Sebaliknya, lanjut dia, deflasi justru melemahkan perekonomian karena menunjukkan melemahnya daya beli masyarakat karena produk-produk sudah dianggap tidak menarik oleh masyarakat.
"Pada periode deflasi lima bulan ini memang ada produk-produk yang harganya naik, lalu ada yang harganya turun. Itu kan ada sistem pembobotan dalam penghitungan inflasi maupun deflasi," katanya.
Ia mengatakan secara kebetulan menunjukkan indikator deflasi merupakan kelompok komoditas yang memang bobotnya cenderung tinggi.
Menurut dia, jika berlangsung terus-menerus, deflasi dapat menimbulkan efek berganda (multiplier effect) yang berdampak terhadap penurunan harga produk-produk yang lain.
"Itu jangka panjang sih, tapi kalau menurut kami, sebagai ekonom, ini masih baik-baik saja, belum terlalu berdampak serius karena toh komoditas yang lain masih banyak yang meningkat," katanya.
Ia mengakui deflasi yang terjadi dalam lima bulan terakhir dipicu oleh penurunan harga beberapa komoditas pangan, salah satunya pasokan sayuran melimpah karena sedang panen.
Oleh karena itu, kata dia, perlu perhatian yang intensif kepada petani karena pihak yang terdampak deflasi adalah produsen, bukan sisi konsumen.
"Memang yang diharapkan adalah stabilitas harga, bukan harga yang stabil tinggi dan bukan harga yang cenderung turun. Kalau dari sisi fluktuasi harga, yang paling fluktuatif memang harga komoditas pangan dan kebetulan pangan ini dalam beberapa bulan ini cenderung turun," katanya.
Menurut dia, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan deflasi, salah satunya dibiarkan saja karena saat mendekati akhir tahun biasanya akan terjadi kenaikan harga beberapa komoditas pangan seperti daging dan telur.
Ia mengatakan kenaikan harga komoditas pangan yang biasa terjadi mulai November itu merupakan fluktuasi harga yang rutin karena bersifat musiman.
"Tapi, kalau memang ada upaya atau tindakan secara khusus, berarti pemerintah perlu memberikan dukungan bagaimana petani itu tidak terlalu banyak merugi. Ya, memang problemnya enggak kayak dulu, kalau dulu bisa diatasi oleh Bulog, sekarang ya susah," katanya.
Ia mengatakan selama ini praktik yang sering dilakukan adalah bagaimana mengatasi kenaikan harga, bukan bagaimana mengatasi penurunan harga.
Oleh karena itu, kata dia, perlu dipikirkan cara untuk mengatasi harga komoditas pangan tidak cenderung turun.
"Mungkin problemnya sisi distribusi ya, karena memang tidak semua daerah menghasilkan sayuran, misalnya Purwokerto bukan daerah penghasil sayuran, sehingga harga sayuran di sini relatif cenderung stabil," katanya.
Akan tetapi di daerah-daerah penghasil sayuran, kata dia, harga komoditas tersebut justru cenderung turun.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan perlu dipikirkan bagaimana cara mengamankan distribusi komoditas pangan seperti sayuran agar harga tetap stabil pada posisi normal.
"Distribusinya harus diperbaiki, rantai penawarannya perlu dioptimalkan agar memberikan manfaat kembali ke normal lagi," kata Abdul Aziz.
Baca juga: Pakar Unsoed: Pencetakan sawah baru di Merauke seharusnya berhasil
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Harga telur naik, Jawa Tengah malah deflasi 0,39 persen pada Agustus 2022
01 September 2022 15:35 WIB, 2022
Terpopuler - Pendidikan
Lihat Juga
Festival Teater Pelajar berikan ruang ekspresi dan penyaluran minat bakat siswa di bidang budaya
15 December 2024 20:24 WIB