Salah satu cabang olahraga yang baru pertama kali dipertandingkan dalam Peparnas yakni para-taekwondo. Atlet yang turun di para-taekwondo harus memenuhi syarat memiliki kedua kaki yang berfungsi dengan baik dan dilarang untuk menendang kepala dan tidak akan mendapatkan poin dengan pukulan.
Para-taekwondo hanya boleh diikuti oleh atlet yang mengalami physical impairment atau tuna daksa.
Sebanyak 11 provinsi mengirimkan atlet terbaiknya untuk bertanding dalam cabang olahraga yang arenanya berlokasi di auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu. Lalu, 13 nomor pertandingan untuk kelompok putra maupun putri yang dipertandingkan itu terbagi dalam kategori K44 dan K41.
Sebagai cabang olahraga yang baru dipertandingkan, banyak provinsi yang mengambil peluang untuk mencuri medali dari berbagai nomor yang dipertandingkan.
Bahkan, banyak atlet yang rela berganti ke cabang olahraga para-taekwondo demi bisa mencuri medali.
Atlet yang beralih cabang ke para-taekwondo salah satunya ialah peraih medali emas nomor under 42 kg K44, Eirene Yosepine Ritonga.
Mahasiswi semester ketiga Universitas Riau tersebut hanya sekitar dua bulan melakukan persiapan menghadapi Peparnas.
"Benar-benar mulai dari nol di taekwondo, baru sekitar dua bulan," kata dia.
Atlet berusia 21 tahun tersebut sebelumnya merupakan atlet para-renang. Pada Peparnas XVI di Papua, ia memperkuat Riau untuk cabang olahraga renang.
Keputusan untuk beralih cabang olahraga tersebut di luar dugaan justru membuahkan medali emas.
Eirene yang sebelumnya hanya ditarget medali perunggu justru menjadi yang terbaik di kelas yang diikutinya.
Meski pendatang baru di para-taekwondo, Eirene berencana untuk terus memperdalam kemampuan melalui latihan berjenjang.
Ia menargetkan dapat memperkuat Indonesia di ajang para-taekwondo di tingkat internasional.
Keputusan untuk beralih menjadi atlet para-taekwondo juga diambil oleh Dedi Setiawan yang turun di nomor under 70 kg kategori K41.
Atlet asal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut sebelumnya merupakan atlet bulu tangkis.
Peraih medali emas para-taekwondo yang mengalahkan atlet Sumatera Utara, Rizki Ilhamsyah Tanjung, tersebut sudah menggeluti para-taekwondo sejak 2023.
"Dulu bulu tangkis, pindah ke taekwondo karena ingin cari tantangan baru," kata dia.
Ia berharap capaian di Peparnas XVII tersebut menjadi titik tolak untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi.
Dengan berlatih lebih giat, ke depan ia memiliki harapan untuk tampil di grandprix para-taekwondo.
Harus mulai dari nol
Pada gelaran Peparnas 2024 tersebut, Provinsi Sumatera Utara menjadi yang terbaik di klasemen akhir cabang olahraga itu dengan perolehan lima medali emas, dua perak, dan satu perunggu.
Sementara Jawa Barat menempati posisi kedua dengan torehan tiga emas, dua perak, dan satu perunggu, disusul Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sama-sama mengoleksi satu emas.
Meski menunjukkan prestasi luar biasa saat tampil pertama kalinya, keberadaan para-taekwondo sebagai cabang olahraga baru yang dipertandingkan di Peparnas menjadi tantangan tersendiri bagi masing-masing provinsi dalam menyiapkan diri.
Pelatih tim para-taekwondo Provinsi Sumatera Utara Bibi Wijaya menyebut jalan untuk melahirkan atlet-atlet tampil di Peparnas ini masih cukup panjang.
Sebagian besar persiapan tersebut cukup merepotkan karena rata-rata para atlet harus mulai dari nol.
"Harus mulai dari nol. Fisik mungkin bisa, tetapi teknik kurang. Dibutuhkan juga mental dan jam terbang," kata dia.
Indonesia dinilai sedikit terlambat dalam mengembangkan para-taekwondo dibanding negara-negara lain.
Padahal potensi atlet para-taekwondo di Indonesia dinilai cukup banyak.
Keterbatasan untuk mencari atlet para-taekwondo, khususnya yang murni memiliki dasar bela diri, dinilai cukup sulit.
Kondisi tersebut, menurut pelatih tim para-taekwondo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Budi Setiadi Ibrahim juga menjadi tantangan tersendiri.
"Yang selama ini berjalan asal program pembinaan berjalan, hanya dipersiapkan saat akan ada pertandingan saja," kata dia.
Padahal, pembinaan atlet para-taekwondo juga harus memiliki jenjang lanjutan.
Di Yogyakarta, atlet para-taekwondo berlatih bersama dengan atlet normal agar bisa ikut dalam latih tanding di satu dojang yang sama
Provinsi-provinsi yang tampil di para-taekwondo Peparnas dinilai hanya mengirimkan atlet tanpa mengetahui kekuatan masing-masing daerah.
Para atlet yang diturunkan dinilai baru sebatas mencoba memanfaatkan peluang di cabang olahraga yang baru dipertandingkan tersebut.
Sementara, pembinaan para-taekwondo membutuhkan persiapan yang panjang untuk menghadapi berbagai peluang kejuaraan di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, Peparnas XVII di Solo diharapkan menjadi titik awal program penyiapan para-taekwondo di masa yang akan datang.
Usai Peparnas perlu dibentuk program pemusatan pelatihan nasional (pelatnas) para-taekwondo.
Peluang besar terbuka untuk atlet para-taekwondo usai Peparnas, sehingga diharapkan ada pelatnas setelah event olahraga empat tahunan itu.
Peparnas sendiri juga merupakan bagian dari persiapan menghadapi ASEAN Paragames Thailand serta Paralimpiade di Amerika Serikat.
Oleh karena itu, selain pelatnas juga dibutuhkan lebih banyak kompetisi para-taekwondo.
Atlet-atlet para-taekwondo yang dipersiapkan untuk jangka panjang tersebut juga diharapkan tidak lagi beralih cabang olahraga.
Persiapan jangka panjang yang terprogram dengan baik diyakini mampu membawa.para atlet para-taekwondo berprestasi.
Baca juga: Nur Iksan tukang pijat yang jadi pemain kunci tim goalball Jateng